Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Henry Nosih Saturwa
Analis Bank Indonesia

Analis Senior di Bank Indonesia

Transaksi Antar Mata Uang Lokal demi Jaga Stabilitas Nilai Tukar

Kompas.com - 15/06/2022, 08:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PANDEMI Covid-19 memicu penyesuaian rantai pasok global sehingga memberikan tekanan pada kenaikan harga pangan dunia. Konflik Rusia-Ukraina juga memberikan dampak langsung terhadap terjadinya krisis energi di beberapa negara maju.

Gangguan rantai pasok global dan konflik Rusia-Ukraina telah memberikan tekanan serius pada kenaikan harga pangan dan energi di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Jerman. Tercatat inflasi di AS pada Mei 2022 sebesar 8,6 persen (year on year/yoy), Inggris 9 persen yoy, sedangkan inflasi Jerman 8,7 persen (yoy).

Baca juga: Indonesia Dorong Perluasan Penggunaan Mata Uang Lokal di Forum G20, Apa Manfaatnya?

Inflasi yang tinggi di negara-negara tersebut dipicu kenaikan harga pangan dan energi sejak dimulainya perang Rusia-Ukraina di tengah pandemi Covid-19 yang belum selesai.

Respon kebijakan

Tingginya angka inflasi itu telah direspon dengan percepatan normalisasi kebijakan moneter melalui suku bunga acuan bank sentral di negara-negara maju. Sepanjang tahun ini, tercatat Bank of England telah menaikan suku bunga acuan sebanyak tiga kali sedangkan Bank Sentral AS (The Fed) telah menaikkan sebanyak dua kali dan diperkirakan suku bunga acuan akan naik sebanyak 4-5 kali sampai dengan akhir tahun 2022 demi meredam gejolak inflasi.

Normalisasi kebijakan moneter yang cepat di negara-negara maju tentu akan meningkatkan risiko pembalikan arus modal ke aset yang dianggap aman (safe haven asset). Fenomena ini dapat berpotensi menganggu stabilitas nilai tukar mata uang di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI), mata uang rupiah mengalami depresiasi di kisaran 2,87 persen sampai dengan 23 Mei 2022 dibandingkan dengan level akhir 2021. Namun, kinerja rupiah masih relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lain misalnya rupee (India), ringgit (Malyasia), dan won (Korea Selatan) yang tercatat mengalami depresiasi lebih dalam.

Baca juga: Kurangi Ketergantungan terhadap Dollar AS, Indonesia Dorong Perluasan Transaksi Mata Uang Lokal

Strategi antisipasi

Akselerasi normalisasi kebijakan moneter menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan global sehingga berisiko memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Salah satu strategi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah melalui diversifikasi transaksi bilateral dengan mata uang lokal atau dikenal dengan istilah Local Currency Settlement (LCS).

Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.shutterstock Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
LCS adalah penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara yang settelment-nya dilakukan di dalam wilayah yuridiksi negara masing-masing. Penyelesaian transaksi bilateral dengan uang lokal dapat menjaga ketahanan perekonomian nasional karena tidak bergantung pada satu mata uang tertentu (khususnya dolar AS) dalam transaksi perdagangan bilateral.

Selain itu, penerapan LCS dapat mendorong efisiensi biaya transaksi karena pelaku usaha tidak perlu mengonversi mata uangnya menjadi dolar AS dalam bertansaksi ke luar negeri. Diversifikasi mata uang dalam penyelesaian transaksi bilateral dapat meredam terjadinya risiko ketidakstabilan nilai tukar yang disebabkan oleh syok yang bersumber dari keuangan global.

Sampai saat ini BI telah menjalin kerjasama dengan empat negara mitra dagang terbesar Indonesia, yaitu Thailand, Malaysia, Jepang, dan China dalam implementasi LCS. Pertimbangan dalam pemilihan negara mitra diprioritaskan yang mempunyai nilai transaksi perdagangan dan investasi langsung yang tinggi di dalam negeri.

Berdasarkan data BI, keempat negara tersebut di atas berkontribusi terhadap penggunaan LCS hingga mencapai 868 juta dolar AS pada triwulan I 2022. Hal ini menunjukkan tren pertumbuhan LCS yang sangat positif di pasar keuangan sehingga turut menjaga stabilitas nilai tukar.

Sebagai upaya memperkuat perkembangan LCS, BI bersinergi dan berkolaborasi dengan kementerian/lembaga serta asosiasi dunia usaha telah membentuk Gugus Tugas Nasional LCS pada 25 Mei 2022 untuk mendukung percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Ada tiga besaran program kerja Gugus Tugas Nasional LCS, yaitu melakukan sosialisasi secara tertarget untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman bagi pelaku usaha. Kedua, gugus tugas melaksanakan program untuk melakukan reformasi regulasi dengan menciptakan aturan yang akomodatif. Ketiga mendorong terobosan dalam bentuk insentif, fasilitasi maupun percepatan layanan yang mendukung implementasi LCS.

Semoga dengan adanya diversifikasi transaksi dalam mata uang lokal serta terbentuknya Gugus Tugas Nasional LCS ini dapat memberikan tambahan kekuatan dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional khususnya di sektor ekspor-impor dan investasi di Indonesia sekaligus menjaga stabilitas nasional di tengah kondisi global yang penuh tantangan dan ketidakpastian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com