JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengimbau kepada bank perkreditan rakyat serta bank pembiayaan rakyat syariah (BPR/BPRS) untuk memanfaatkan transformasi digital sebanyak-banyaknya, namun tetap memitigasi risiko-risiko yang timbul.
Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono mengatakan, digitalisasi merupakan keniscayaan bagi perbankan karena bank harus bisa adaptif dengan kebutuhan masyarakat.
“Nasabah semakin menginginkan kecepatan dan kemudahan dalam melakukan transaksi keuangan di tengah perkembangan teknologi informasi," ujarnya di acara The Finance Top 100 BPR Award 2022, digelar di Jakarta, Jumat (17/6/2022).
Baca juga: LPS: Permodalan dan Likuiditas Terjaga, Kinerja Sektor Perbankan Terus Membaik
Lebih lanjut Ia menjelaskan, dalam menghadapi akselerasi transformasi digital khususnya di sektor perbankan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan BPR/BPRS dalam menghadapi risiko terkait keamanan data dan perlindungan konsumen yang memadai.
"Pemanfaatan teknologi serta penyediaan produk dan layanan perbankan berbasis digital sebenarnya memiliki sejumlah risiko keamanan seperti kebocoran data dan serangan siber, sehingga BPR/BPRS dituntut untuk mampu menyediakan sistem keamanan IT yang andal," tutur dia.
Menurutnya, BPR/BPRS pun memiliki berbagai peluang yang bisa dieksplorasi, khususnya terkait pertumbuhan permintaan atas BPR/BPRS yang mampu menyediakan produk dan layanan perbankan berbasis digital yang inovatif dan variatif, murah, aman, serta mudah diakses.
Baca juga: LPS: Literasi Keuangan Kurang Bagus, Banyak Rakyat Tertipu Investasi Bodong
"Semisal, Perbarindo juga bekerjasama dengan Finnet Indonesia untuk mengembangkan BPR e-cash, yaitu semacam uang elektronik berbasis mobile web. Dengan ini, diharapkan BPR/BPRS bisa melayani nasabah secara digital melalui smartphone," ujarnya.
Contoh lainnya yang sudah dilakukan adalah pengembangan BPR Digi yang merupakan aplikasi mobile mirip mobile banking, namun hanya bisa digunakan untuk layanan dasar seperti cek saldo dan tidak bisa transfer dana.
"Mobile banking tersebut nantinya terdiri dari pembukaan deposito online, pembukaan tabungan online, penarikan tunai di ATM tanpa kartu, pembayaran, dan pembelian," kata dia.
Dalam kesempatan tersebut, Didik juga mendorong BPR/BPRS untuk go public yang akan berdampak positif pada penguatan permodalan, peningkatan efisiensi dan profitabilitas, serta memperkuat pelaksanaan good corporate governance bagi BPR/BPRS.
"Kami tentu berharap penghargaan ini memotivasi BPR/BPRS untuk terus berinovasi dan bertransformasi agar dapat bertumbuh secara berkelanjutan serta selalu menjaga kinerja keuangannya,” ucapnya.
Baca juga: LPS Kembali Pertahankan Bunga Penjaminan, Ini Alasannya
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Joko Suyanto menyatakan, go public atau initial public offering (IPO) menjadi dambaan bagi industri BPR, salah satunya sebagai upaya dalam meningkatkan permodalan.
Ada sejumlah keuntungan jika BPR go public, antara lain mendapatkan insentif pajak, meningkatkan nilai perusahaan, meningkatkan market awareness, menumbuhkan loyalitas karyawan, akses pada pendanan baru, dan meningkatkan good corporate governance (GCG).
Selain keuntungan, lanjut Joko, ada pula sejumlah tantangan yang harus diperhatikan BPR ketika akan go public, yaitu delusi dan kontrol atas kepemilikan, transparansi dan pelaporan harus dilakukan secara profesional, biaya-biaya yang terkait dengan pasar modal, market pressure, serta regulasi dan pemenuhannya.
“Itu tantangan. Regulasi dan penggunaannya, di tambah lagi apa bila sekarang sudah jelimet nanti akan makin jelimet lagi ketika kita IPO,” ungkap Joko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.