Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gratis dan Tanpa Iklan, WhatsApp Dapat Untung dari Mana?

Kompas.com - 18/06/2022, 09:10 WIB
Muhammad Choirul Anwar

Penulis


KOMPAS.com - WhatsApp telah berkembang pesat jadi aplikasi pesan instan yang jamak digunakan pengguna saat ini. Aplikasi tersebut banyak diminati lantaran pengguna bisa menggunakan secara gratis.

Lantas, WhatsApp dapat untung dari mana? Berapa penghasilan WhatsApp? Pertanyaan tersebut kerap muncul karena rasa penasaran mengenai besarnya penghasilan WhatsApp per tahun.

Secara resmi, perusahaan pemilik WhatsApp memang tidak pernah mengeluarkan pernyataan resmi mengenai penghasilan dari aplikasi tersebut.

Baca juga: Cek Kepanjangan IDR dan K, Apa Bedanya dengan Arti M dalam Harga?

Meski demikian, kini aplikasi tersebut memiliki platform berbayar bernama WhatsApp Business API. Artikel ini akan mengulas informasi terkait hal ini.

Perkiraan penghasilan WhatsApp per tahun

Sebagaimana pernah ditayangkan KompasTekno, analis pasar Forbes pada 2017 memperkirakan WhatsApp mampu mencetak total pendapatan hingga lebih dari 5 miliar dollar AS (sekitar Rp 71 triliun) per tahun.

Angka itu didapat dengan asumsi pengguna WhatsApp sebanyak 1,3 juta. Adapun rata-rata pendapatan yang didapat dari tiap pengguna sebesar 4 dollar AS (sekitar Rp 57.000) per tahun.

Angka tersebut hanya estimasi dari pihak lain, bukan secara resmi dikeluarkan oleh perusahaan pemilik WhatsApp.

Baca juga: IDR adalah Mata Uang Negara Indonesia, Apa Perbedaan IDR dan Rp?

Perkiraan pendapatan WhatsApp itu dihitung dengan menyamakan presentase kenaikan pendapatan dari aplikasi pesan instan lain, seperti Line dan WeChat.

Sejak diakuisisi oleh perusahaan Facebook (kini Meta) per tahun 2014 dengan nilai Rp223 triliun, pendapatan WhatsApp lebih sulit untuk diketahui.

Dulu WhatsApp pernah menerapkan kebijakan biaya berlangganan pada pengguna sebesar 1 dolar AS per tahun (sekitar Rp 14.000).

Biaya berlangganan tersebut menjadi sumber pendapatan WhatsApp kala itu. Dengan diterapkannya kebijakan biaya berlangganan tersebut, pendapatan WhatsApp jadi lebih mudah untuk dibaca.

Misalnya, WhatsApp punya pengguna 10 orang maka pendapatan yang diperoleh adalah 10 dolar AS. Namun pada tahun 2016, Meta sebagai induk perusahaan WhatsApp menghentikan kebijakan biaya berlangganan itu.

Baca juga: Kenapa 100K Artinya Rp 100.000? Simak Asal Usul Arti K pada Harga

WhatsApp akhirnya dibuat menjadi aplikasi pesan instan yang sepenuhnnya gratis. WhatsApp yang dikembangkan sejak 2009 oleh Brian Acton and Jan Koum, memang didesain sebagai platform perpesanan yang lebih murah untuk menyaingi SMS.

WhatsApp tidak punya "barang dagangan" yang bisa dibeli pengguna di aplikasi, misal token, koin, dan sebagainya.

Bahkan, WhatsApp juga tidak memasukkan iklan untuk memonetisasi platform, seperti yang dilakukan Line dan WeChat.

Sebagaimana dihimpun KompasTekno pada tahun 2016, Jan Koum pendiri sekaligus CEO WhatsApp kala itu berjanji tidak akan menyelipkan iklan di platform-nya.

"Bagaimana WhatsApp bisa tetap beroperasi tanpa ada pemasukan. Apakah bakal ada iklan dari pihak ketiga? Jawabannya tidak," kata Koum.

Baca juga: Pahami Arti K pada Harga 10K, Apa Bedanya dengan 10M, 10B, dan 10T?

WhatsApp dapat untung dari mana?

Dengan ketiadaan biaya langganan dan skema monetisasi lainnya, lantas WhatsApp dapat uang dari mana?

Alih-alih menyelipkan iklan di platform, WhatsApp punya cara tersendiri agar bisa memperoleh uang sekaligus membuat platform-nya gratis diakses pengguna.

Kini, WhatsApp memperoleh uang dari platform dengan layanan perpesanan khusus untuk kelas pebisnis atau pengusaha.

Dengan jumlah pengguna yang dimiliki, WhatsApp menawarkan platform khusus agar pengusaha bisa berinteraksi dengan konsumennya.

Baca juga: Cara Daftar BPJS Online lewat HP, Bisa via WA Pandawa BPJS Kesehatan

Platform tersebut bernama WhatsApp Business API. Berbeda dengan WhatsApp Business versi biasa, WhatsApp Business API bisa diakses oleh banyak pengguna hanya menggunakan satu nomor.

Contoh dari penerapan WhatsApp Business API bisa dilihat dari customer service (CS) yang ada pada perusahaan besar, misalnya BCA, Indihome, dan sebagainya.

Biasanya nomor WhatsApp CS pada perusahaan yang menggunakan WhatsApp Business API bakal muncul centang hijau.

Pengguna bisa menghubungi CS tersebut lewat nomor WhatsApp apabila terjadi keluhan terkait pelayanan. Sementara itu, CS juga bisa menghubungi pengguna jika ada informasi terbaru terkait layanan.

Baca juga: Catat Nomor WA dan Contact Center BRI Life

WhatsApp Business API memiliki sejumlah tagihan yang harus dibayar pengguna tiap bulannya. Tagihan itu dihitung berdasar tiap chat yang dilakukan antar pebisnis dengan konsumennya di WhatsApp Business API.

Biaya tiap chat tersebut berbeda-beda di tiap negara. WhatsApp Business API tidak bisa diunduh lewat toko aplikasi App Store atau Google Play Store.

Pengguna yang ingin memperoleh layanan ini bisa menghubungi Meta Business Partners yang ada di tiap negara, dikutip dari laman resmi Meta for Developer.

Layanan ini telah dikembangkan WhatsApp sejak tahun 2016, bebarengan diberhentikannya biaya berlangganan.

WhatsApp Business API kini menjadi sumber pemasukan perusahaan, menggatikan biaya berlangganan yang dulunya dilimpahkan ke pengguna.

Baca juga: Cek BPJS Kesehatan Sudah Aktif atau Belum dengan NIK di WA Tanpa Ribet

Meski demikian, belum jelas berapa penghasilan WhatsApp yang didapat dari diluncurkannya WhatsApp Business API yang ditetapkan berbayar tersebut.

Sumber: KOMPAS.com (Penulis : Zulfikar Hardiansyah | Editor : Zulfikar Hardiansyah)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Whats New
Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Whats New
Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Whats New
Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Whats New
Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
IHSG Diprediksi Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diprediksi Menguat Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi

Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi

Whats New
Simak 5 Tips Raih 'Cuan' dari Bisnis Tambahan

Simak 5 Tips Raih "Cuan" dari Bisnis Tambahan

Whats New
Unilever Ungkap Dampak Boikot Produk pada Keberlangsungan Bisnis

Unilever Ungkap Dampak Boikot Produk pada Keberlangsungan Bisnis

Whats New
Daftar 7 Mata Uang Eropa dengan Nilai Tukar Terkuat

Daftar 7 Mata Uang Eropa dengan Nilai Tukar Terkuat

Whats New
Tingkatkan Layanan, Shopee Luncurkan Program Garansi Tepat Waktu

Tingkatkan Layanan, Shopee Luncurkan Program Garansi Tepat Waktu

Whats New
Kurs Mata Uang Vietnam ke Rupiah Sekarang

Kurs Mata Uang Vietnam ke Rupiah Sekarang

Whats New
[POPULER MONEY] Kata DHL soal Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta | Tesla Bakal PHK 2.688 Karyawan

[POPULER MONEY] Kata DHL soal Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta | Tesla Bakal PHK 2.688 Karyawan

Whats New
Cara Transfer BNI ke ShopeePay lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke ShopeePay lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Cara Beli Tiket PLN Mobile Proliga 2024 lewat HP

Cara Beli Tiket PLN Mobile Proliga 2024 lewat HP

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com