Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi 60 Negara Diprediksi Ambruk, Bagaimana dengan Indonesia?

Kompas.com - 22/06/2022, 10:55 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, dari 60 negara di dunia yang ekonominya akan ambruk, 42 di antaranya sudah menuju ambruk. Ungkapan tersebut berasal dari perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF).

Bukan hanya pandemi, ambruknya ekonomi negara juga disebabkan oleh krisis pangan dan krisis energi akibat kendala rantai pasok dan konflik Rusia-Ukraina. Hal ini menyebabkan tingkat inflasi meninggi, termasuk di negara maju.

Di AS, misalnya, tingkat inflasi sudah meroket hampir 9 persen, menjadi yang terpanas dan tertinggi dalam 40 tahun terakhir dari target bank sentral The Fed sebesar 2 persen.

Untuk menekan inflasi, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 0,75 persen pada Juni 2022. Diperkirakan, pada Juli 2022, The Fed bakal kembali menaikkan suku bunga sebesar 0,75 persen.

Pengetatan moneter oleh The Fed lantas merambat ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Lantas, bagaimanakah kondisi ekonomi Indonesia saat ini? apakah termasuk negara yang akan tumbang?

Baca juga: HUT ke-495 DKI Jakarta: Naik TransJakarta dan LRT Gratis, Tarif MRT Hanya Rp 1

Kondisi ekonomi Indonesia

Pengetatan moneter The Fed memang berimbas pada nilai tukar dan aliran modal asing. Nilai tukar pada Rabu (22/6/2022), bergerak melemah pada level Rp 14.836 per dollar AS atau turun 23 poin (0,16 persen dari Rp 14.813 pada Selasa (21/6/2022)

Lalu, pada 13-16 Juni 2022, data Bank Indonesia menunjukkan aliran modal asing sudah keluar dari pasar keuangan Indonesia mencapai Rp 7,34 triliun. Secara terperinci, dana yang keluar dari pasar SBN sebesar Rp 6,75 triliun, sedangkan yang keluar melalui saham sebanyak Rp 590 miliar.

Namun, dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi serta rasio utang, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, Indonesia masih dalam level aman. Penegasan ini diutarakan Sri Mulyani usai berbicara dengan menteri-menteri keuangan dunia yang menghadapi dilema yang sama.

Teranyar, dia berbicara dengan Wakil Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong. Tingkat inflasi di Singapura mencapai 3,3 persen saat April 2022. Di Indonesia, tingkat inflasi pada Mei sebesar 3,55 persen (yoy) tertinggi sejak Desember 2019 sebesar 3,61 persen (yoy) kala itu.

Baca juga: Gubernur BI: Digitalisasi Kunci Masa Depan Ekonomi Indonesia Pascapandemi

Tingkat inflasi di negara-negara tersebut jauh lebih kecil dibanding inflasi di AS yang mencapai 8,6 persen pada Mei 2022, maupun inflasi di Turki yang sudah tembus 73,5 persen (yoy) akibat krisis ekonomi yang sudah terjadi di negara tersebut.

"Jika dibandingkan dengan banyak negara di dunia, ini masih dalam taraf yang relatif aman," ucap Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

Dilihat dari utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), rasio utang Indonesia saat ini sebesar 38 persen dari PDB, mengecil dari 42 persen PDB saat awal-awal menghadapi pandemi Covid-19. Namun, kata Sri Mulyani, rasio utang ini sudah membuat masyarakat baper atau bawa perasaan.

"Kalau ngomongin utang di Indonesia, biasanya sedikit baper. Dengan pendapatan kuat yang kita nikmati karena ledakan komoditas, rasio utang kita terhadap PDB sebenarnya sekarang turun menjadi 38 persen dari PDB, bahkan selama masih dalam (pandemi Covid-19) di tahun ketiga," ucap Sri Mulyani.

Baca juga: Terkumpul 1,1 Miliar Dollar AS, Lembaga Dana Pandemi Beroperasi Akhir Juni 2022

Rasio utang publik ini jauh lebih kecil dibanding negara lain yang sudah mencapai 60 persen dari PDB, 80 persen dari PDB, bahkan 100 persen dari PDB.

"Jadi mereka sekarang memiliki rasio utang terhadap PDB yang lebih dramatis. Dan untuk negara yang berpenghasilan rendah dan rentan, situasinya menjadi tidak berkelanjutan," beber dia.

Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2021 mencapai 3,69 persen (yoy) dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal IV 2021 mencapai 5,02 persen.

Pertumbuhan pada kuartal IV 2021 itu jauh lebih tinggi dari China, salah satu mitra dagang terbesar. Pada kuartal IV, China tumbuh 4 persen, lebih rendah sekitar 1,02 persen poin dari Indonesia.

"Kami berharap dengan respons kebijakan semacam ini, kami dapat menavigasi dan mengelola proses pemulihan dengan baik pada tahun 2022 dan berlanjut hingga tahun 2023," harap Sri Mulyani.

Baca juga: OECD Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 4,7 Persen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com