Atau produk turunan untuk komoditas jagung, selain untuk pakan ternak, boleh jadi popcorn bermerek atau lainya, dengan kualitas tinggi.
Atau pula kreasi proses agar hasil panen bawang dan sayur-sayuran berlipat dan hasilnya bisa lebih tahan lama, bisa dikirim ke negara tetangga.
Atau bagaimana produksi jagung, padi, kelapa, buah-buahan, sawit rakyat, dll, berlipat dengan luas lahan yang tetap.
Tak lupa juga untuk peningkatan kualitas dan aggregat produk manufaktur nasional via introduksi teknologi-teknologi baru yang tidak mencederai eksposure ketenagakerjaan kita. Dan seterusnya
Dengan kata lain, ada banyak celah untuk riset. Semua itu untuk peningkatan produktifitas ekonomi nasional.
Dengan begitu, target pertumbuhan bisa dipasang mulai dari 7 persen, 8 persen, 9 persen, bahkan 10 persen.
Dengan 10 persen, maka tak sampai 10 tahun PDB nasional berlipat dua. Hanya dua periode kepresidenan.
Setelah itu, kita bisa mengasumsikan PDB per kapita juga meningkat 50-80 persen dalam 10 tahun. Kalau hanya 5 persen, butuh waktu 15-20 tahun untuk berlipat dua. Sangat lamban.
Jika produktifitas berlipat dua, masyarakt desa dan kota akan naik pendapatannya. Pasar untuk segala macam produk dan jasa akan berlipat dua.
Masyarakat desa dan kota yang meningkat pendapatannya akan meningkatkan konsumsi. Mereka akan membeli segala hal, mulai dari perlengkapan rumah tangga baru, teknologi baru, makanan dan sayuran dengan nutrisi yang lebih sehat, pakaian yang lebih baik, rumah baru, motor dan mobil baru, tempat wisata yang lebih menghibur, segala baru, bahkan mungkin pasangan baru, dan lainya.
Di sisi lain, masyarakat juga akan memperbesar porsi pendapatannya untuk tabungan (saving) dan investasi serta akan belanja modal untuk meningkatkan produksi.
Artinya, capital formation membesar di lembaga keuangan karena tabungan pihak ketiga meningkat.
Bank-bank kecipratan dana pihak ketiga yang lebih besar, yang bisa disalurkan kembali untuk kredit bisnis, mulai dari bisnis besar, sedang, dan UMKM.
Kondisi ini banyak sedikitnya memerlukan kebijakan represi finansial. Pemerintah perlu mendorong perbankan untuk melonggarkan kredit pada sektor-sektor yang disponsori pemerintah, terutama sektor yang berinovasi, dengan tetap mengedepankan asas profesionalisme dan transparansi untuk menghindari patologi institusi ekonomi layaknya Orde Baru.
Tak lupa, riset dan terobosan juga diperlukan agar hasil perekonomian masuk ke pasar global. Ekspor sangat perlu dijadikan sasaran, bisa 20-30 persen dari total produksi sektor unggulan nasional.
Disiplin ekspor ini sangat diperlukan. Pertama untuk mengajarkan para enterpreur dan dunia usaha beradaptasi dengan pasar global, sehingga mereka terus berjuang menjaga daya saing.
Kedua, agar para enterpreneur dan dunia usaha punya kocek tebal dalam dollar, yang akan membuat mereka berkemampuan untuk mendorong (membeli) transfer teknologi dari luar tanpa terpengaruh fluktuasi nilai tukar dan tanpa menunggu investor asing.
Dengan kocek terisi dollar, dunia usaha leluasa membeli teknologi baru dari luar untuk meningkatkan daya saing (karena membeli teknologi di pasar global tentu pakai dollar).
Inilah resep Jepang, Taiwan, dan Korsel menjadi negara maju, tanpa banyak tersentuh investasi asing.
Sementara China, karena alasan geopolitik alias bukan bagian dari sekutu (tidak mendapat supervisi dan bantuan teknis dari Amerika), memerlukan foreign direct investment untuk transfer teknologi, di mana perusahaan-perusahaan besar dari barat melakukan joint venture dengan dunia usaha China.
Bagaimana memulainya? Mulailah sekarang. Itu kata kunci pertama. Bisa dengan membentuk entitias atau otoritas baru atau menginisiasi divisi inovasi ekonomi di kantor kepresidenan, yang diduduki oleh anak-anak muda visioner yang mengerti inovasi, mengerti bisnis, mengerti kebijakan ekonomi, dan mengerti peta sosial politik alias tidak hanya mengerti bermain pencitraan di media sosial.
Lalu keberpihakan fiskal adalah selanjutnya. Harus diperjuangkan penambahan dana untuk inovasi yang akan dikelola oleh divisi baru tersebut agar bisa menjalin kerja sama dengan kampus-kampus.