Seratus milliar atau lima ratus milliar per tahun atau sekian triliun, terserah (hanya contoh, bigger is better), yang akan disalurkan kepada ratusan kelompok peneliti yang berkolaborasi dengan entitas bisnis terkait.
Mereka akan bekerja dan berkolaborasi secara adhoc dengan kampus-kampus dan entitas-entitas bisnis, misalnya.
Dan tak lupa, pemerintah juga perlu mendorong perusahaan besar negara dan swasta, terutama yang sehat dan bonafid, untuk menambah alokasi anggaran CSR untuk inovasi yang bermanfaat dan bisa digunakan oleh aktor-aktor ekonomi di seluruh Indonesia, bukan hanya untuk perusahaan mereka sendiri, sembari mendorong riset untuk peningkatan berbagai jenis pelayanan pemerintah, terutama pelayanan sektor bisnis.
Sementara di sisi lain, pemerintah perlu mendorong pembentukan dan penguatan institusi ekonomi, terutama di daerah-daerah, mulai dari Bumdes, kelompok tani, kelompok peternak, koperasi usaha, komunitas kreatif, komunitas adat, asosiasi bisnis, dan lainya, untuk mengadopsi hasil riset para peneliti.
Untuk jangka panjang, dunia pendidikan perlu ditingkatkan daya saingnya, lebih mengarah pada penguatan kapasitas keilmuan (science), teknologi, dan vokasional, bersamaan tentunya dengan penguatan iman dan taqwa.
Untuk menstimulasinya, pemerintah perlu menginisasi mekanisme pendidikan yang lebih kompetitif.
Diperlukan ajang kompetisi keilmuan, terutama untuk bidang yang terkait dengan STEM (science, technology, engineering, and match), mulai dari level kabupaten/kota sampai ke tingkat provinsi dan nasional.
Langkah ini adalah investasi jangka panjang untuk nasional dan daerah, agar ke depan tersedia SDM-SDM asli Indonesia yang inovatif dan kompatibel dengan tuntutan zaman.
Pendeknya, inovasi adalah mekanisme untuk menghasilkan produk baru, perbaikan efisiensi, produktifitas yang lebih baik, dan untuk pembentukan nilai tambah.
Semuanya berpengaruh positif terhadap PDB nasional dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Inovasi adalah input yang fleksibel, dibanding lahan dan tenaga kerja, yang cenderung konstan bahkan berkurang.
Dengan inovasi, Dinasti Qing China menjadi dinasti dengan konstribusi terbesar pada GDP dunia pada abad 16 sampai 17-an awal.
Dengan inovasi, revolusi industri di Inggris dan improvisasinya di Amerika membuat China tertinggal di belakang kemudian.
Lalu dengan inovasi, Jepang menyusup ke barisan negara-negara industri maju. Dan dengan mengadopsi Jepang, Korea Selatan dan Taiwan mengekor di belakang Jepang.
Semuanya diulas dengan apik oleh penerima nobel ekonomi Angus Madisson, sejarawan ekonomi, dalam buku tenarnya "Contour of World Economy" sepuluhan tahun lalu.
Lalu sejak 1980-an, terutama setelah China bergabung dengan WTO, China kembali ke jalur inovasi dan bersiap-bersiap menyalip Amerika dua dekade mendatang, setelah melewati Jerman dan Jepang beberapa tahun lalu.
Jadi sebenarnya sudah jauh kita tertinggal. Tapi tertinggal tidak berarti tidak berangkat. Selalu ada kereta menuju stasiun kemajuan.
Selama inovasi ekonomi yang diinisiasi dipahami dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, inovasi ekonomi akan menjadi barang publik yang akan diterima dan didukung oleh publik.
Karena itu, sangat penting untuk membumikan inovasi ekonomi di Indonesia, alias menjadikan inovasi ekonomi semerakyat wajah Jokowi.
Bukan begitu, Pak De Jokowi?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.