JAKARTA, KOMPAS.com - DPR RI tengah membahas terkait Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA), di mana dalam regulasi itu diatur mengenai cuti bagi ibu melahirkan selama enam bulan dan cuti suami 40 hari.
Merespons hal tersebut, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid berharap kepada pemerintah agar mempertimbangkan mengenai RUU KIA. Menurut dia, DPR harus melihat dampak panjang dari kebijakan ini bagi peran perempuan dalam dunia usaha.
"Perusahaan tentunya harus melakukan penyesuaian atas diberlakukannya aturan ini. Bukan hanya dari kebijakan manajemennya saja, tetapi juga ketenagakerjaan dan ketentuan skema upah," kata Arsjad ditemui di ICE BSD, Tangerang, Kamis (23/6/2022).
Baca juga: Pengusaha Pusing Wacana Cuti Melahirkan 6 Bulan, Status Pekerja Bakal Disiasati Jadi Kontrak
Kadin mengusulkan di RUU KIA, pertimbangan cuti melahirkan disesuaikan dengan peran perempuan pekerja di perusahaan serta kesehatannya. Paling tidak, kata Arsjad, minimal cuti melahirkan selama tiga bulan.
"Untuk menyeimbangkan peran perempuan dalam dunia usaha dan menjadi Ibu, sebaiknya perempuan pekerja diberikan kebebasan cuti hamil minimal tiga bulan dan maksimal enam bulan. Disesuaikan dengan kepentingan perannya dalam dunia usaha serta keadaan kesehatannya," usul Arsjad.
Hal ini dikarenakan terdapat beberapa perempuan pekerja yang memerlukan waktu lebih lama untuk masa pemulihan (recovery) setelah melahirkan.
"Kita harapkan ada keseimbangan dan keputusan yang terbaik atas kebijakan ini karena bisa sangat berpengaruh kepada kiprah perempuan dan penyerapan tenaga kerja perempuan di dunia kerja," ucapnya.
Baca juga: Puan Sebut Cuti Melahirkan 3 Bulan Tidak Cukup, Kalau Bisa 6 Bulan
Kadin tak memungkiri, dibuatnya kebijakan RUU KIA ini untuk menurunkan angka stunting yang masih tinggi di Indonesia, yaitu sebesar 24,4 persen pada 2021.
Angka ini masih di atas angka standar yang ditoleransi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu di bawah 20 persen.
Dengan demikian, melalui RUU KIA ini diharapkan dapat melahirkan generasi anak-anak yang sehat dan terdidik sehingga menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia unggul dan berkualitas di masa depan.
Baca juga: Hippi soal Wacana Cuti Melahirkan 6 Bulan: Psikologi Pengusaha Harus Dijaga
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyebutkan, dalam RUU KIA, istri yang mendapat cuti melahirkan juga tetap bisa mendapatkan haknya berupa gaji maupun hak-hak lainnya sesuai aturan yang berlaku.
Penetapan masa cuti melahirkan selama ini telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, dengan durasi waktu sebatas tiga bulan saja.
Namun, RUU KIA ini disahkan, cuti hamil berubah menjadi enam bulan dan masa waktu istirahat 1,5 bulan untuk ibu bekerja yang mengalami keguguran.
Puan Maharani mengatakan, RUU KIA juga mengatur penetapan upah bagi ibu yang sedang cuti melahirkan, yakni untuk tiga bulan pertama masa cuti, ibu bekerja mendapat gaji penuh dan mulai bulan keempat upah dibayarkan sebanyak 70 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.