KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Kepemimpinan Inklusif

Kompas.com - 25/06/2022, 08:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KARAKTER apa yang akan menentukan kesuksesan pemimpin pada 2025, 2040, dan tahun-tahun selanjutnya? Kita memang belum bisa membayangkan apa yang akan terjadi di dunia pada masa mendatang. Namun, hal yang sudah pasti terjadi adalah perubahan yang terus bertambah cepat.

Keberagaman semakin nyata, tidak hanya pada perilaku pelanggan, tetapi juga pasar dan talenta yang tersedia. Ide-ide yang muncul pun akan semakin menggila. Ini adalah konteks baru yang akan kita hadapi di masa depan.

Para pemimpin yang sukses pada masa lalu, ketika dunia boleh dikatakan masih senada, belum tentu sukses pada masa mendatang jika ia masih menggunakan “resep” yang sama dalam kepemimpinannya.

Aspek-aspek kepemimpinan seperti mengarahkan, memengaruhi, dan mengayomi memang tak lekang waktu. Namun, ada kapabilitas baru yang penting untuk diimplementasikan pada masa depan, yakni kepemimpinan inklusif.

Dasar dari kepemimpinan inklusif adalah keberbedaan. Ada empat megatren global yang akan membentuk lingkungan kerja dan memengaruhi prioritas bisnis di masa mendatang.

Pertama, keragaman pasar. Selama pandemi, pasar umumnya berubah menjadi sepi. Namun, pasar kelas menengah ternyata tetap tumbuh. Seiring pertumbuhan kelas menengah, pasar berubah menyesuaikan dengan selera masyarakat yang relatif lebih muda.

Populasi kelas menengah diperkirakan akan mencapai 3,2 miliar jiwa pada 2025. Padahal, jumlah kelas ini hanya sebesar 1,8 miliar orang pada 2009. Jumlah kelas menengah yang terus berkembang ini memberi peluang bisnis yang besar.

Kemudian, perubahan pasar juga akan selaras dengan perbedaan kultural, politik, dan ekonomi. Belum lagi, ditambah dengan ketegangan antara adaptasi lokal dan internasional seperti yang sudah kita rasakan sekarang.

Saat ini, kita belum bisa membuat resep sukses untuk masa datang. Hal ini mengingat belum ada seorang pun yang berpengalaman di masa depan. Namun, kita bisa belajar dari hasil riset yang ada saat ini bahwa orang dengan pola pikir dan kapabilitas global akan lebih bertahan.

Kedua, keragaman pelanggan. Dengan ketersediaan banyak pilihan di pasar, sikap manusia pun berubah. Dengan kemajuan teknologi, pelanggan memiliki power untuk memilih. Konsep empati dan connectedness sudah bukan hal yang asing, melainkan perlu ditanamkan dalam budaya perusahaan. Pemimpin harus menjadi pusat dari connectedness. They are the linchpin that sets the pace and culture of our organization.

Eileen RachmanDok. EXPERD Eileen Rachman

Ketiga, keragaman ide. Konsumsi, kompetisi, dan value chains terus berubah. Ungkapan Bill Gates, yakni “innovate or die”, bukanlah lelucon. Disrupsi bisa terjadi seketika dan perubahan bisa terjadi dalam semalam. Sayangnya, survei pada 2014 terhadap 1.500 eksekutif menemukan bahwa 75 persen dari mereka menganggap inovasi termasuk prioritas, tetapi ketika ditanya mengenai besaran kapabilitas untuk berinovasi, jawabannya hanya sekitar 17 persen.

Kala ide baru demikian penting, diversity thinking menjadi suatu kebutuhan pokok. Seorang pemimpin akan lebih jitu dalam pengambilan keputusan apabila ia didukung orang-orang dengan pendapat yang beragam.

Keempat, keragaman talenta. Pergeseran populasi sarjana, profesional, dan bahkan pemimpin pasti akan berdampak pada cara memimpin. Pada 2050, orang-orang yang saat ini termasuk dalam generasi milenial pun sudah ada yang berusia lanjut. Ekspektasi dan sikap kerja mereka pasti sudah berubah. Pada saat hal itu terjadi, seorang pemimpin diuji kemampuannya untuk mengelola kumpulan talenta yang beragam.

Kapabilitas pemimpin baru

Elemen kepemimpinan inklusif memang tidak jauh dari gabungan antara transformational, servant, dan authentic leadership. Namun, kesadaran akan beberapa elemen penting berikut akan membantu para pemimpin masa depan untuk menjalankan fungsinya dengan lebih baik. Mereka perlu memiliki dua hal.

Pertama, prinsip adil dan personal. Seorang pemimpin perlu benar-benar menghargai aneka ragam keunikan pribadi setiap anggota timnya. Pemimpin perlu memberikan perhatian yang adil dan merata kepada keunikan setiap individu dan menghalau stereotipe. Ia perlu membuat orang yang dipimpin merasa sebagai satu tim yang sama kedudukannya.

Kedua, semangat menebarkan keyakinan bahwa keragaman memang harus dihargai karena keberbedaan ide pasti membuahkan kreativitas yang lebih tajam.

Untuk bisa menguatkan fokus pada keberbedaan individual tersebut, seorang pemimpin perlu menguatkan sejumlah karakter lagi. Contohnya, pemimpin harus berkomitmen menjadikan diversity dan inclusion sebagai prioritas bisnis, bukan sekadar nilai tambah.

Kemudian, pemimpin juga harus berani menjadi diri sendiri, mengakui kelemahan, dan menyadari kekuatannya tanpa memamerkan di hadapan anggota tim. Ia harus membuka pikirannya untuk memahami pandangan orang.

CEO Dell inc Michael Dell mengatakan, “Inclusive leaders accept their limitations and hunger for the views of others to complete the picture”. Pada sisi lain, ia harus berani menantang ketidakberesan dan meningkatkan standar operasi secara berkesinambungan.

Ketiga, menyadari dan menghindari bias. Bermodalkan self-awareness yang tinggi, seorang pemimpin inklusif perlu menjaga permainan yang adil dengan berpatokan pada hasil, efisiensi proses, dan menjaga agar komunikasi tetap lancar.

Keempat, inteligensi budaya. Seorang pemimpin masa depan perlu melenturkan kemampuannya untuk mempelajari budaya lain dan menginternalisasikannya dalam kehidupan kita.

Beberapa ahli bahkan menyebutkan cultural intelligence (CQ) akan berperan dalam kepemimpinan masa depan. CQ terdiri atas motivasi untuk terlibat dalam budaya lain, kognitif, serta metakognitif untuk menyerap norma, kebiasaan kultural, dan kemampuan untuk beradaptasi dan menyesuaikan tingkah lakunya, baik verbal maupun nonverbal, ketika terjadi interaksi cross cultural.

Kelima, kolaborasi. Pemimpin inklusif harus dapat menguatkan anggota tim dan mendorong timnya untuk kompak bekerja sama. “The new intelligence quotient (IQ) is based more on group intelligence,” kata salah satu pejabat manajemen personel pemerintah Amerika Serikat, Bruce Stewart.

Sebelumnya, IQ hanya digunakan untuk mengukur kecerdasan perorangan. Kini, IQ juga menentukan seberapa mampu seseorang memimpin kelompok.

Kelima karakter tersebut dapat menjadi dasar ketika Anda melakukan strategic alignment, rekrutmen, manajemen kinerja, menyusun program pengembangan, dan kegiatan manajemen perusahaan lainnya.

 


komentar di artikel lainnya
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com