Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Cara agar Sri Lanka Bisa Kembali Bangkit dari Kebangkrutan

Kompas.com - 25/06/2022, 08:45 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perekonomian Sri Lanka tengah dilanda krisis. Bahkan, negara di kawasan Asia Selatan itu telah resmi dinyatakan bangkrut.

Kebangkrutan tersebut tidak terlepas dari kegagalan Pemerintah Sri Lanka menghentikan krisis ekonomi terburuk yang dihadapinya dalam sejarah kemerdekaannya. Imbasnya, Sri Lanka gagal bayar utang luar negeri (ULN) yang mencapai sekitar Rp 754 triliun.

Berbagai dampak buruk harus dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di Sri Lanka akibat krisis perekonomian yang terjadi. Kesulitan mengakses layanan primer seperti bahan bakar minyak (BBM) serta pangan hingga tidak berharganya mata uang Sri Lanka akan dirasakan warga negara tersebut.

Lantas, apa yang perlu dilakukan oleh Sri Lanka agar dapat terbebas dari keterpurukan perekonomian saat ini?

Baca juga: Cara Membeli Token Listrik dan Bayar Tagihan Listrik lewat BRImo

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, saat ini terdapat dua langkah yang dapat dilakukan pemerintah Sri Lanka agar dapat menghidupkan kembali perekonomiannya, yakni dengan melakukan ekspansi fiskal dan pemberian insentif secara masif berupa pengurangan pajak serta suku bunga.

Tauhid menjelaskan, ekspansi fiskal atau peningkatan anggaran belanja pemerintah perlu dilakukan, untuk memperbaiki sektor-sektor rusak. Adapun sasaran perluasan anggaran belanja dapat diarahkan untuk bantuan sosial, pemberian subsidi, hingga pembangunan infrastruktur.

"Tapi sumber dananya harus dari utang. Makanya kemarin Sri Lanka mencoba melobi IMF untuk diberikan utang," kata dia kepada Kompas.com, Jumat (24/6/2022).

Baca juga: Dampak Positif dan Negatif Perdagangan Internasional

Namun agar dapat kembali melakukan penarikan utang, Sri Lanka dinilai perlu melakukan pembenahan pemerintahan terlebih dahulu. Pasalnya setelah gagal membayar utang kata Tauhid, negara atau organisasi internasional kehilangan kepercayaannya terhadap pemerintahan Sri Lanka saat ini.

"Mereka ingin ganti dulu pemerintahannya, karena mereka enggak percaya dengan pemerintahan saat ini," ujarnya.

Bersamaan dengan peningkatan anggaran belanja, Sri Lanka dinilai perlu mengurangi besaran pajak dan suku bunga acuannya. Ini dilakukan guna mendorong kembali roda perekonomian, khususnya berasal dari dunia usaha.

"Jadi agar dunia usaha tidak dibebani biaya yang besar," katanya.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, agar dapat terbebas dari keterpurukan saat ini, pertama-tama Sri Lanka perlu melakukan renegosiasi dengan seluruh kreditur terutama dari program Belt Road Initiative.

"Perlu menunda proyek yang ambisius tapi menjadi beban pembiayaan anggaran," katanya.

Kemudian, Sri Lanka juga dinilai perlu meningkatkan efisiensi birokrasi pemerintahan dengan konsisten memberantas korupsi. Hal ini disebut sebagai syarat mutlak bagi Sri Lanka untuk dapat bangkit dari kebangkrutan yang dialami.

Pada saat bersamaan, Sri Lanka juga perlu mengembalikan kepercayaan investor dan pelaku usaha untuk fokus pada investasi yang padat karya. Dengan demikian, perekonomian dapat bergerak kembali di negara tersebut.

Baca juga: Dorong Pertumbuhan Penjualan pada 2022, Ini Strategi Electronic City

"Juga menjalin kerja sama dengan berbagai negara untuk memprioritaskan bantuan pangan dan energi ke Sri lanka untuk meredam inflasi," ucap Bhima.

Sebagaimana diketahui, Sri Lanka mengalami kebangkrutan hingga tidak dapat membeli bahan bakar minyak (BBM) impor, bahkan dengan uang tunai. Penyebab Sri Lanka bangkrut karena runtuhnya perekonomian negara tersebut.

Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan melakukan kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) adalah jalan satu-satunya agar negara ini bisa kembali pulih.

"Kami sekarang menghadapi situasi yang jauh lebih serius di luar sekadar kekurangan bahan bakar, gas, listrik, dan makanan," ujarnya.

Baca juga: Komnas Perempuan Dorong KAI Cegah Kasus Kekerasan Seksual di Kereta Api

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com