JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat hukum dan regulasi, sekaligus Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Melli Nuraini Darsa mengatakan Indonesia perlu perkuat komitmen untuk menghadapi ancaman kepunahan tanah yang akan mempengaruhi ketahanan pangan.
Menurut Melli, meskipun saat ini pemanasan global sudah menjadi isu sentral saat ini banyak diperbincangkan, karena menyebabkan perubahan iklim serta mengganggu produktivitas bahkan berbagai bencana akibat cuaca ekstrim.
Baca juga: G20: Momentum Indonesia Berkontribusi Dorong Aksi Strategis Atasi Perubahan Iklim
Namun, urgensi dan bahaya dari degradasi tanah dan kepunahan tanah belum menjadi perhatian utama pemerintah ataupun pemangku kepentingan.
“Seperti halnya soal emisi karbon, banyak hasil penelitian telah menunjukan degradasi tanah dan resiko kepunahan tanah adalah bom waktu, dikaitkan dengan perubahan iklim yang dampaknya bisa menguncang pasokan pangan dunia,” kata Melli dalam siaran pers, Sabtu (25/6/2022).
Baca juga: Jokowi Minta Semua Waspada: Ancaman Krisis Pangan dan Energi Terjadi di Semua Negara...
Melli mengatakan, berdasarkan data UN Food & Agriculture Organisation, 95 persen makanan yang dikonsumsi berasal dari tanah karena tanah merupakan dasar dari ekosistem darat. Namun, faktnya saat ini tanah telah terdegradasi sebesar 52 persen.
Penelitian yang belum lama dilakukan olek Institut Pertanian Bogor (IPB) uga mengungkapkan, 72 persen dari tanah pertanian di Indonesia sat ini sedang “sakit” karena kekurangan bahan organik akibat penggunaan pupuk kimia yang masih tinggi.
“Tanah di bumi hanya mampu bertahan hingga 60 tahun kedepan. Penipisan tanah yang terjadi, akan berpengaruh pada penurunan nutrisi pada makanan yang dikonsumsi,” jelas dia.
Baca juga: Perubahan Iklim Mengancam Ketahanan Pangan, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah
Melli juga mengatakan untuk menghadapinya, swasembada pangan sangat penting untuk diupayakan. Namun swasembada tidak akan terjadi jika produksi tanaman menjadi tidak maksimal akibat kondisi tanah di negara tersebut tidak subur.
“Kita tau saat ini di Eropa sedang terjadi ketegangan antara Ukraina dan Rusia yang sedikit banyak telah mempengaruhi pasokan dan harga gandum hingga ke Indonesia,” jelasnya.
Baca juga: Setelah Gandum, Harga Beras Dunia Diproyeksi Bakal Makin Mahal
Melli juga menyoroti alokasi anggaran maupun pemberian insentif bagi kegiatan pertanian atau petani pada umumnya belum berjalan dengan maksimal. Disamping itu, juga perlu insentif diperlukan agar dunia pertanian juga bisnis lebih proaktif melalui aktivitasnya menyelamatkan organisme tanah.
“Komitmen Indonesia menghadapi urgensi kepunahan tanah harus dipertajam melalui kebijakan insentif anti kepunahan. Perlu regulasi yang mampu berperan sebagai insentif agar, pertama, tanah semakin sehat dan terbebas dari ketergantungan pada bahan kimia yang cenderung punya pengaruh negatif pada ekosistem pada umumnya,” ujar Melli.
Di sisi lain, Melli juga menilai perlu adanya regulasi agar masyarakat termotivasi lebih aktif mencegah atau mengatasi kerusakan tanah akibat kurangnya air tanah, misalnya mendorong wisatawan untuk membayar bea yang digunakan untuk menanamkan pohon-pohon sehingga bisa melindungi tanah itu sendiri.
“Regulasi punitive, regulasi preventif dan punitif juga penting agar erosi dan kelembaban tanah lebih terjaga, Saya sangat berharap pemerintah dapat memperkuat komitmen teerkait degaradasi tanah karena erat kaitannya dengan ketahanan pangan dan ancaman kelaparan rakyat kita,” tegas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.