Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Masa Depan Suram Petani Kita

Kompas.com - 28/06/2022, 06:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Persoalannya ternyata tak sampai di situ, menurut catatan Kementerian Pertanian (Kementan), terjadi penurunan lahan pertanian 100.000 hektar per tahun, dengan 80 persen terjadi di sentra produksi pangan. Di tengah jumlah petani dan lahan garapan yang menurun, justru kemudian Kementan juga pernah mengklaim jumlah produksi pangan, terutama beras, terus meningkat bahkan surplus.

Terdengar kontradiktif memang, karena tak jarang isu impor juga muncul tanpa rasa bersalah dari para pihak di jajaran pemangku kepentingan. Saat dipertanyakan banyak pihak, ujuk-ujuk kebijakan impor dibatalkan sampai bulan tertentu untuk diaktivasi lagi di saat situasi sudah adem.

Tetapi katakanlah produksi memang meningkat seiring besarnya jumlah subsidi pertanian, intensifikasi, dan industrialisasi pangan. Dengan kata lain, anggap saja Kementan benar bahwa stok sejatinya tak bermasalah, sekalipun ada cerita soal gagal panen di beberapa daerah. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa dengan klaim surplus pangan, justru serapan Bulog tak pernah membaik. Kondisi serapan Bulog ini kemudian dijadikan alasan oleh pihak-pihak tertentu di dalam pemerintahan untuk sesumbar bahwa cadangan pangan nasional kurang memadai, meskipun terjadi surlus hasil panen di level petani.

Yang mengherankan, kapasitas serap Bulog ini sejak bertahun-tahun lalu tak pernah membaik, sehingga sewaktu-waktu akan kembali dijadikan alasan untuk lahirnya kuota impor baru.

Dari paparan data di atas, ada irisan bahwa penuruan dan penuaan pelaku pertanian berbanding lurus dengan pengurangan lahan pertanian, pengeringan sumber daya petani, dan kapasitas serap Bulog yang tak pernah membaik secara signifikan. Sementara kita tidak bisa memungkiri bahwa perut yang harus diberi makan dari waktu ke waktu semakin bertambah, penduduk Indonesia semakin banyak, sementara sektor yang harus memenuhinya justru mengalami pengerdilan akut. Lahan berkurang, SDM pun demikian, dan harga-harga yang didapat oleh pelaku produksi pertanian terus terganggu oleh harga-harga komoditas yang sama yang didapat dari impor.

Baca juga: Indonesia Ekspor 200.000 Ton Beras, Ini Alasan Menko Airlangga

Perlu perhatian

Untuk itu, harus ada yang benar-benar peduli dengan petani dan pertanian. Soal ancaman degenerasi petani, pemerintah perlu mendorong akselerasi inovasi dan transfer teknologi di sektor pertanian dengan memfasilitasi terjadinya sinergi dengan berbagai pihak, seperti kampus, start-up pertanian, lembaga penelitian pertanian, dan otoritas terkait.

Perpaduan kebijakan pengembangan SDM pertanian dan bauran inovasi teknologi pertanian, diyakini selain bisa membuat sektor pertanian menjadi semakin menarik bagi generasi muda, juga bisa meningkatkan kualitas dan produktivitas pertanian, sekaligus bisa memperbesar peluang pasar komoditas pertanian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com