KOMPAS.com – Sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kerap mendapatkan suntikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).
Belakangan, Kementerian BUMN kembali mengajukan PMN sebesar Rp73,26 triliun kepada 10 BUMN dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2023.
Lantas, mengapa perusahaan BUMN butuh suntikan APBN?
Baca juga: Bagaimana Proses Penyusunan RAPBN hingga Menjadi APBN?
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menjelaskan, hal ini tidak lepas dari penugasan Pemerintah yang diberikan kepada BUMN itu sendiri.
Program-program strategis pemerintah yang digarap Badan Usaha Milik Negara atau BUMN dinilai layak untuk mendapatkan PMN.
Menurutnya, pendanaan melalui APBN perlu melihat urgensi dari setiap program yang ditawarkan. Apalagi, umumnya program pemerintah yang dijalankan BUMN itu seringkali tidak menguntungkan.
“Jangan dilihat orientasi keuntungan semata. Di Indonesia, BUMN itu mengusung misi yakni membantu pemerintah untuk melaksanakan program yang seringkali tidak menguntungkan sebenarnya,” ujarnya dalam sebuah keterangan, dikutip pada Rabu (29/6/2022).
Baca juga: Jokowi: Sekali Lagi, APBN dan APBD Jangan untuk Beli Barang Impor!
Dia mencontohkan PT Hutama Karya (Persero) yang mengemban tugas pembangunan Tol Trans Sumatera yang membentang dari ujung selatan Lampung hingga Aceh.
Menurutnya, program pemerintah dalam pengembangan ruas tol yang menghubungkan berbagai wilayah di Pulau Sumatera itu sudah menunjukkan hasil positif, khususnya dalam dampak ekonomi.
“Mobilitas antara Lampung dan Palembang itu sudah sangat bagus sekarang. Untuk wisata dan perputaran ekonomi sudah jalan. Jadi, lihat programnya,” ujarnya.
Selain itu, dia menekankan bahwa BUMN di Indonesia berbeda dengan di luar negeri. Perusahaan pelat merah di negara lain, jelas dia, umumnya merupakan entitas bisnis yang berorientasi pada keuntungan semata.
Baca juga: Alasan Proyek Kereta Cepat Pakai APBN: Keuangan Pemegang Saham Macet
“Kalau di Indonesia, BUMN ada untuk menjalankan program pemerintah, termasuk kewajiban untuk melayani publik,” bebernya.
Untuk memastikan pemanfaatan PMN itu, Piter menilai aspek pengawasan yang perlu menjadi perhatian. Pengawasan itu pun, jelas dia, sudah dijalankan oleh pemerintah dan berbagai lembaga terkait.
“Itu bagian dari pengawasan yang dilakukan Kementerian BUMN, dan juga ada BPK, BPKP, dan diawasi KPK. Banyak yang mengawasi,” jelasnya.
Baca juga: Update Jenis-jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Kementerian BUMN pada awal Juni mengusulkan PMN tunai kepada 10 perusahaan BUMN serta PNM Non-Tunai kepada 2 perusahaan BUMN. Nilai totalnya mencapai Rp 73,26 triliun dalam RAPBN tahun 2023.
Baca juga: Ketika APBN Rp 6,9 Triliun Menambal Biaya Bengkak Kereta Cepat dan LRT
PMN terbesar akan disalurkan ke PT Hutama Karya (Persero) sebesar Rp 30,56 triliun. PMN juga diberikan ke Holding Aviasi dan Pariwisata sebesar Rp 9,5 triliun.
Kemudian, Holding BUMN Asuransi atau IFG menerima PMN sebesar Rp 6 triliun untuk penugasan penjaminan kredit usaha rakyat (KUR) oleh PT Jamkrindo dan PT Askrindo.
KAI juga diusulkan mendapatkan BUMN Sebesar Rp 4,1 triliun dan Holding BUMN pertahanan atau Defend ID sebesar Rp 3 triliun, serta BUMN pangan atau ID Food mendapatkan PMN tunai sebesar Rp 2 triliun.
PMN tunai senilai Rp 10 triliun turut diusulkan untuk PLN, sedangkan Rp 3 triliun suntikan modal diusulkan ke PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re untuk pengembangan usaha.
Baca juga: Apa APBN Solusi Tepat untuk Kelanjutan Proyek Kereta Cepat?
Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu menjelaskan bahwa PMN dibutuhkan perusahaan pelat merah di sektor reasuransi ini untuk memperkuat ekuitas.
Peningkatan ekuitas akan memampukan perseroan meraih rating internasional sehingga mampu menjangkau pasar global.
Indonesia Re diharapkan bisa mengambil porsi premi dari luar negeri sebab saat ini terjadi defisit neraca berjalan di sektor asuransi.
Kondisi itu disebabkan oleh aliran premi dari asuransi ke luar negeri lebih besar daripada premi yang masuk ke reasuransi dalam negeri.
“Indonesia Re sebagai Perusahaan Reasuransi Nasional [PRN] harus memperkuat ekuitas sebagai salah satu strategi untuk memperkuat kapasitas reasuransi dalam negeri,” ujarnya.
Baca juga: Daftar Provinsi dengan Pendapatan Daerah Terbesar di Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.