Manajemen krisis tersebut, kata dia, bisa dilakukan dengan monitoring perbankan yang memiliki eksposure tinggi terhadap pasar keuangan global. Lalu melakukan pencegahan terhadap risiko gagal bayar perusahaan didalam negeri yang memiliki debt to equity yang tinggi.
Kemudian menyeleksi secara ketat startup yang ingin IPO, sehingga bukan mengandalkan besaran valuasi tapi kemampuan menjaga arus kas (cashflow) dan pendapatan perusahaan. Bhima mengingatkan, untuk regulator perlu mewaspadai tech bubble.
"Selain itu, dengan perhatian terhadap bank yang masih memiliki jumlah restrukturisasi pinjaman yang tinggi. Apakah bank perlu diberikan relaksasi lanjutan misalnya," ucapnya.
Terkait kebijakan di sektor pemerintahan, Bhima menilai, perlu dilakukan penebalan alokasi subsidi energi dan pangan, termasuk pupuk subsidi. Tak hanya itu, menurutnya, jaring pengaman sosial saat pandemi (PEN) jangan terburu-buru dipangkas atau distop.
Ia bilang, pemerintah perlu menambah penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) dari 10 juta keluarga menjadi 15 juta keluarga. Hal ini untuk melindungi pengeluaran kelompok masyarakat terbawah dari gejolak kenaikan harga pangan.
"Serta perlu perkuat penerbitan utang dengan bunga yang relatif murah. Dominasi SBN dalam utang cukup berisiko karena yield-nya (imbal hasil) terus meningkat," tutup Bhima.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.