Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Saatnya Berbagi Cuan Tambang dengan Lingkungan dan Masyarakat Sekitar

Kompas.com - 05/07/2022, 07:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERPADUAN antara perlambatan ekonomi China dan kenaikan harga minyak dunia akibat perang Rusia-Ukraina membuat harga-harga komoditas utama dunia melambung tinggi.

Tak pelak, kinerja perusahaan-perusahaan pertambangan yang beroperasi di wilayah Indonesia menghijau sejak awal tahun ini.

Mereka terlihat berlomba-lomba membukukan keuntungan jumbo di kuartal pertama tahun 2022, meskipun tidak beroperasi dalam kapasitas penuh karena faktor permintaan dan faktor teknis lapangan.

Lihat saja, perusahaan tambang nikel, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) beserta entitas anak usahanya membukukan kenaikan laba bersih pada kuartal I/2022, meskipun produksi justru mengalami penurunan.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, laba bersih pada 3 bulan pertama 2022 menembus 67,64 juta dollar AS atau sekitar Rp 983,19 miliar (kurs Rp 14.534 per dolar AS 9 Mei 2022).

Laba bersih tersebut 100,7 persen lebih tinggi dibandingkan dengan laba bersih kuartal I/2021 sebesar 33,69 juta dollar AS (year on year)

Keuntungan tersebut didapat dari harga realisasi rata-rata yang meningkat menjadi 17.432 dollar AS per ton sepanjang kuartal I/2022. Sementara pada kuartal I/2021 harga realisasi rata-rata hanya 13.912 dollar AS per ton.

Di sisi lain, produksi tercatat menurun. Volume produksi nikel dan matte Vale tercatat turun menjadi 13.827 ton pada kuartal I/2022, dari 17.015 ton pada kuartal IV/2021 dan 15.198 ton pada kuartal I/2021.

Volume penjualan juga turun menjadi 13.486 ton dibandingkan dengan volume pada kuartal I/2021 sebesar 14.847 ton.

Sementara untuk komoditas batu bara, keuntungan perusahaan tambang PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) yang moncer pada kuartal I-2022 juga layak dijadikan acuan.

Baru tiga bulan berjalan tahun 2022, Adaro sudah membukukan laba bersih sebesar 400,07 juta dollar AS atau sekitar Rp 5,8 triliun (asumsi kurs Rp 14.480 per dollar AS).

Perolehan laba tersebut meroket 457,6 persen dibandingkan dengan 71,75 juta dollar AS laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, PT Adaro Energy Indonesia Tbk membukukan EBITDA operasional sebesar 755 juta dollar AS, dan berhasil mempertahankan marjin EBITDA operasional yang kuat sebesar 62 persen. Adapun laba inti untuk periode ini mencapai 484 juta dollar AS, atau naik 341 persen yoy.

Laba inti tidak termasuk komponen non operasional setelah pajak sehingga mencerminkan kinerja tanpa efek akuntansi.

Namun dari sisi operasional, penjualan batu bara pada tiga bulan pertama 2022 justru tercatat turun 3 persen yoy menjadi 12,20 juta ton, sementara produksi batu bara turun 6 persen yoy menjadi 12,15 juta ton.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com