Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudi Rusli
Pegawai Negeri Sipil

Pegawai negeri sipil (PNS) di Kementerian BUMN, lulusan doktoral manajemen strategis Universitas Trisakti.

Isu "Business Judgment Rule" dan "Talent Mobility" di PP Nomor 23 Tahun 2022

Kompas.com - 06/07/2022, 19:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAAT Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022 (PP 23/2022) Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ditetapkan dan diundangkan tanggal 8 Juni 2022, yang muncul di permukaan adalah direksi BUMN wajib bertanggung jawab jika BUMN rugi (Kompas.com/13 Juni). Media lain mengangkat angle bahwa komisaris wajib tanggung jawab atas kerugian BUMN (Bisnis.com/13 Juni) sebagai hal utama dari terbitnya PP 23/2022 itu.

Hal tersebut tentunya dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam melihat substansi PP 23/2022. Seolah-olah itu pengaturan yang baru. Memang, substansi mengenai tanggung jawab pribadi direksi dan komisaris tercantum pada PP 23/2022 tersebut. Namun substansi tanggung jawab direksi dan komisaris BUMN tersebut, bukan substansi baru dari PP yang merupakan perubahan atas PP Nomor 45 Tahun 2005 (PP 45/2005) tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN itu.

Baca juga: Aturan Baru Jokowi, Direksi BUMN Bisa Digugat bila Merugi, dan Dilarang Jadi Pengurus Parpol

Hal yang baru dalam PP 23/2022 tersebut, yang justru kurang mendapatkan perhatian media adalah dikenalkannya prinsip Business Judgment Rule (BJR), yang mengatur direksi atau komisaris atau dewan pengawas BUMN dapat dilindungi meskipun perseroan mengalami kerugian. Dalam hukum korporasi, hal ini juga bukan hal baru, mengingat prinsip BJR sudah dikenal dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 (UU PT).

Sebenarnya, apa-apa yang ada di dalam UU PT tersebut semestinya juga berlaku untuk BUMN, karena Pasal 11 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menegaskan bahwa “terhadap BUMN Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi PT sebagaimana diatur dalam UU PT”. Jadi jelas sudah, kesalahpahaman membaca PP 23/2022 terjadi bilamana ada yang merasa pengaturan tanggung jawab penuh direksi dan komisaris atau dewan pengawas BUMN dalam PP 23/2022 tersebut merupakan sesuatu yang baru.

Namun, dimasukkannya isu BJR dalam PP 23/2022 merupakan penegasan dan upaya melengkapi norma tanggung jawab pribadi direksi dan komisaris BUMN. Pada Pasal 27 ayat 22 PP tersebut dinyatakan, “Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya”.

Pada ayat selanjutnya dinyatakan, “Setiap anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perusahaan apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut”.

Pengaturan terkait direksi tersebut persis sama dengan Pasal 97 ayat 5 UU PT. Sedangkan pada Pasal 59 menjelaskan tentang BJR khusus untuk komisaris atau dewan pengawas BUMN. Dalam ayat 2 dinyatakan, “Komisaris dan dewan pengawas bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya”.

Pada ayat selanjutnya dinyatakan, “Anggota komisaris dan dewan pengawas tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perusahaan apabila dapat membuktikan: a. telah melakukan Pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan/Perum dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan/Perum; b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan Pengurusan Direksi yang kerugian; dan c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut”.

Substansi pengaturan mengenai komisaris/dewan pengawas pada Pasal 59 PP 23/2022 ini juga persis sama dengan Pasal 144 ayat (5) UU PT. Munculnya prinsip BJR dalam PP 23/2022 dimaksudkan untuk memberikan semacam keseimbangan kepada direksi dan komisaris/dewan pengawas BUMN mengingat pengurus dan pegawai BUMN sesuai UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantarasan Tindak Pidana Korupsi, dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana atas dugaan tindak pidana korupsi karena menyebabkan kerugian keuangan negara (baca: BUMN).

Baca juga: Jokowi Wajibkan Menteri Periksa Rekam Jejak Calon Direksi BUMN

Hal itu tentu berpotensi menimbulkan kekhawatiran bagi direksi atau komisaris/dewan pengawas BUMN dalam menjalankan tugasnya sehari-hari dalam mengelola, mengatur, dan mengambil keputusan terkait dengan bisnis yang dijalankan BUMN. Karenanya BJR memberikan rambu-rambu yang dapat dibuktikan direksi dan komisaris/dewan pengawas BUMN bahwa ia telah menjalankan tugasnya secara baik, sungguh-sungguh, dan profesional.

"Talent mobility"

Satu hal lagi yang jarang diungkap dalam pemberitaan media massa tentang PP 23/2022 adalah substansi talent mobility (perputaran talenta). Secara definisi dalam Pasal 10 Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-11/MBU/07/2021, talent mobility merupakan proses pengembangan talenta yang berada di dalam wadah talenta (talent pool) Kementerian BUMN melalui mekanisme penugasan yang dapat dilakukan dalam lingkup internal BUMN, internal sektor/klaster BUMN, dan lintas sektor/klaster BUMN.

Kementerian BUMN sebagai pemegang saham BUMN memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi talenta dari setiap sektor untuk berkarir dan memperkaya exposure di BUMN atau sektor lainnya. Dengan program talent mobility, seorang karyawan BUMN perbankan yang dianggap mumpuni di bidang keuangan diangkat jadi direktur keuangan di BUMN Perkebunan, misalnya.

Diharapkan program talent mobility itu dapat memberikan nilai tambah dari pengembangan diri para pegawai BUMN, yang pada saat yang sama juga memberikan kontribusi bagi perusahaan di mana dia ditugaskan. Sebenarnya isu talent mobility sudah merupakan realitas di BUMN. Bahkan dalam PP 45/2005 juga sudah ada pengaturan tentang hal ini.

Di PP 45/2005 diatur bahwa karyawan BUMN yang diangkat menjadi anggota direksi BUMN, maka pegawai itu pensiun sebagai karyawan dengan pangkat tertinggi dalam BUMN yang bersangkutan. Ketentuan pensiun bagi karyawan yang menjadi direksi pada BUMN yang bersangkutan tersebut masih berlaku saat ini (dalam PP 23/2022), tetapi ditambahkan, berlaku bagi karyawan yang telah mencapai usía 50 tahun, baik saat pengangkatan maupun setelah menjabat.

Hal ini dapat dibaca bahwa untuk karyawan yang belum mencapai usía 50 tahun ketika diangkat sebagai direksi BUMN yang bersangkutan, belum dinyatakan pensiun dari karyawannya. Namun demikian, bagi karyawan yang diangkat menjadi anggota direksi pada BUMN lain, yang bersangkutan dapat meminta pensiun setelah mencapai usía 50 tahun, baik saat pengangkatan maupun setelah menjabat, dengan pangkat dan hak pensiun sesuai ketentuan yang berlaku di BUMN yang bersangkutan (BUMN asal).

Ketentuan PP 23/2022 mengenai talent mobility tersebut memperhatikan masa kerja karyawan yang bersangkutan, tidak merugikan karyawan serta memudahkan dalam proses administrasi pensiun. Di samping itu memungkinkan juga karyawan yang diangkat menjadi direksi BUMN tersebut tetapi belum pensiun, kepangkatannya berjalan sesuai ketentuan pada BUMN yang bersangkutan. Karyawan tersebut juga dimungkinkan kembali ke BUMN asal saat mendekati masa pensiun.

Pengaturan lainnya

Selain subtansi BJR dan talent mobility, terdapat daftar substansi perubahan pengaturan lainnya di PP 23/2022.

Perubahan pengaturan tersebut antara lain:

  1. Penyusunan daftar dan rekam jejak oleh Menteri BUMN sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam mengangkat direksi;
  2. Anggota komisaris/dewan Pengawas, direksi dan karyawan BUMN harus berperilaku memegang teguh Pancasila, UUD 1945 dan pemerintah;
  3. Penambahan ketentuan larangan rangkap jabatan bagi anggota direksi, anggota komisaris, dan dewan pengawas menjadi pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif, calon kepala/wakil kepala daerah dan/atau kepala/wakil kepala daerah;
  4. Penambahan alasan pemberhentian direksi/komisaris/dewan pengawas yang melanggar etika dan/atau kepatutan atau dipandang tepat oleh RUPS/Menteri;
  5. Menyederhanakan jangka waktu pemberhentian direksi/dewan komisaris/dewan pengawas BUMN sesuai dengan undang-undang perseroan terbatas;
  6. BUMN dapat merekrut tenaga profesional sebagai karyawan BUMN.

Daftar substansi perubahan dari PP 23/2022 tersebut mengambarkan penyempurnaan pengaturan dan menyikapi perkembangan iklim bisnis, politik, maupun budaya yang terjadi di lingkup bisnis BUMN. Semoga kehadiran PP 23/2022 membawa semangat baru bagi peningkatan kinerja BUMN secara keseluruhan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com