4. Guncangan ekonomi yang mendadak
Guncangan ekonomi yang mendadak dapat memicu resesi serta berbagai masalah ekonomi yang serius. Mulai dari tumpukan hutang yang secara individu maupun perusahaan.
Banyak utang yang dimiliki kemudian otomatis membuat biaya pelunasannya juga meninggi. Biaya dalam melunasi hutang tersebut lama-lama akan meningkat ke titik dimana mereka tidak dapat melunasinya lagi.
Baca juga: Profil Budi Said, Crazy Rich Surabaya yang Beli Emas Antam 7 Ton
5. Perkembangan teknologi
Berkembangnya teknologi juga menyumbang faktor terjadinya resesi. Sebagai contoh pada abad ke-19, terjadi gelombang peningkatan teknologi hemat tenaga kerja.
Revolusi yang dinamakan juga revolusi industri ini kemudian membuat seluruh profesi menjadi usang, dan memicu resesi. Saat ini, beberapa ekonom khawatir bahwa Artificial Intelligence (AI) dan robot akan menyebabkan resesi lantaran banyak pekerja kehilangan mata pencahariannya.
6. Produksi dan konsumsi yang tidak seimbang
Keseimbangan konsumsi dan produksi menjadi dasar pertumbuhan ekonomi. Di saat produksi dan konsumsi tidak seimbang, maka terjadilah masalah dalam siklus ekonomi. Tingginya produksi yang tidak dibarengi dengan konsumsi akan berakibat pada penumpukan stok persediaan barang.
Namun rendahnya konsumsi sementara kebutuhan kian tinggi akan mendorong terjadinya impor. Hal ini kemudian akan berakibat pada penurunan laba perusahaan sehingga berpengaruh pada lemahnya pasar modal.
7. Pertumbuhan ekonomi merosot selama dua kuartal berturut-turut
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikasi yang digunakan dalam menentukan baik tidaknya kondisi ekonomi suatu negara.
Jika pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan maka negara tersebut masih dalam kondisi ekonomi yang kuat. Begitu pula sebaliknya, jika PDB mengalami penurunan maka pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan mengalami resesi.
Baca juga: Sasar Institusi Kesehatan, Perusahaan Ini Luncurkan Aplikasi Permudah Operasional Rumah Sakit
8. Nilai impor lebih besar dari ekspor
Negara yang tidak dapat memproduksi kebutuhannya sendiri kemudian mengimpor dari negara lain. Sebaliknya, negara yang memiliki kelebihan produksi dapat mengekspor ke negara yang membutuhkan komoditas tersebut.
Sayangnya, nilai impor yang lebih besar dari nilai ekspor dapat berdampak pada perekonomian yaitu defisitnya anggaran negara.