Subsidi membesar
Secara terpisah, Yayan Satyakti, pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), mengungkapkan apabila pemerintah masih menganggarkan subsidi, artinya pemerintah siap dengan biaya yang memang akan semakin besar.
“Jika saya lihat, pemerintah dan DPR masih tetap akan mempertahankan subsidi BBM untuk menjaga konsumsi dan dan popularitas politik hingga pemerintah Jokowi berakhir,” katanya.
Yayan menilai pemerintah sangat mementingkan stabilitas konsumsi. Jika pun ekonomi jatuh atau kolaps, model subsidi ini akan selalu dijaga oleh pemerintah guna mengiringi dampak countercyclical pada sisi konsumsi.
“Kita memang akan membakar BBM yang lebih banyak dan subsidi lebih banyak, tetapi itu akan menahan konsumsi dan mengangkat supply menjadi lebih besar,” ujar dia.
Akan tetapi, lanjut Yayan, kebijakan mempertahankan subsidi harus dikombinasikan dengan kebijakan moneter dari BI yang juga harus menjaga nilai tukar dan inflasi.
“Saya kira mempertahankan konsumsi (kontribusi konsumsi 50-55 persen dari GDP) saat ini lebih baik dari pada turun karena jika turun produktivitas akan turun,” ujarnya.
Yayan melanjutkan, apabila melihat harga keekonomian Pertamax yang di kisaran Rp 18.000-Rp 19.000 per liter dan Pertalite di Rp 16.000- Rp 17.000 per liter, kondisi beban subsidi saat ini berat. Apalagi nilai kurs tukar dollar terhadap rupiah saat ini mencapai Rp 15.0000 per dollar AS.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.