Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Sebut Dunia Sedang Menghadapi Risiko Stagflasi yang Serius

Kompas.com - 13/07/2022, 19:09 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

BADUNG, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) menyebut dunia sedang menghadapi risiko stagflasi yang serius akibat beberapa hal yang menyebabkan gejolak dalam perekonomian.

Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan, risiko stagflasi ini diakibatkan oleh dampak dari pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik Ukraina-Rusia yang mempengaruhi prosepek pertumbuhan ekonomi global.

Lantaran terjadi kedua hal tersebut, pada bulan lalu Bank Dunia telah menurunkan proyeksi pertumbuhan global tahun ini menjadi 2,9 persen setelah revisi pertama 3,2 persen pada April lalu.

Baca juga: Sri Mulyani Sebut RI Waspada Potensi Stagflasi, Apa Dampaknya ke Ekonomi?

OECD juga memangkas proyeksi pertumbuhan global tahun ini menjadi sekitar 3 persen. Hal yang sama juga dilakukan Dana Moneter Internasional (IMF).

"Dunia menghadapi risiko stagflasi yang serius. Compounding effect dari pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik Ukraina-Rusia yang sedang berlangsung telah terwujud dalam prospek pertumbuhan global baru-baru ini," ujarnya saat acara Central Bank Policy Mix for Stability and Economic Recovery di Bali, Rabu (13/5/2022).

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Apakah pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik turut membuat Indonesia berisiko menghadapi stagflasi?

Juda menyebut, meski inflasi meningkat di seluruh dunia akibat harga pangan dan energi yang melonjak ke level tertinggi, namun pemulihan ekonomi Indonesia tetap terjaga.

Baca juga: Bayangan Stagflasi Ekonomi Dunia

Pemulihan ini didukung oleh peningkatan permintaan domestik dan ekspor dan likuiditas yang cukup serta pemulihan pertumbuhan kredit.

"Bank Indonesia memperkirakan pemulihan ekonomi domestik akan terus berlanjut," tegasnya.

Saat ini tingkat inflasi di Indonesia memang meningkat karena didorong oleh tekanan dari sisi penawaran. Namun menurutnya, ini merupakan hal yang wajar karena adanya kenaikan harga komoditas internasional.

"Inflasi inti tetap dalam target Bank Indonesia jangkauan," ucapnya.

Sementara itu, inflasi volatile food meningkat, terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan global dan kendala sisi penawaran yang disebabkan oleh cuaca buruk. Sedangkan inflasi tekanan pada harga yang diatur tetap tinggi, dipengaruhi oleh harga tiket pesawat dan energi.

Baca juga: Stagflasi: Apa Itu Stagflasi, Penyebab, dan Contohnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com