Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Mana Perumahan Elit Orang Kaya Jakarta saat Masih Bernama Batavia?

Kompas.com - Diperbarui 15/07/2022, 11:45 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Jakarta merupakan salah satu kota tertua yanga ada di Indonesia. Di tahun 2022, usia kota yang sebelumnya bernama Batavia dan Sunda Kelapa ini genap 495 tahun.

Jakarta yang menjadi ibu kota negara dan menjadi pusat pemerintahan semenjak era kolonial Belanda kini hampir berusia lima abad.

Sebagai kota yang dikembangkan sejak ratusan tahun silam, Jakarta tentunya menyimpan banyak catatan sejarah, tak terkecuali kehidupan perkotaan di era kolonial Hindia Belanda.

Di era Hindia Belanda, selain sebagai pusat pemerintahan, Batavia juga didesain sebagai pusat permukiman bagi warga Eropa. Banyak kawasan permukiman tersebut masih terus berkembang hingga saat ini.

Baca juga: 7 Kota di Indonesia yang Dibangun Penjajah Belanda dari Nol

Lalu di manakah orang-orang kaya di era Hindia Belanda tinggal?

Sebelum abad ke-19, orang-orang Belanda dan keturunannya lebih memilih tinggal di dalam benteng di Utara Jakarta. Namun kemudian, orang-orang di dalam benteng mulai memilih tinggal di kawasan luar benteng yang disebut Weltevreden dan Ommelanden.

Di masa awal pembangunan Batavia, VOC sengaja mengosongkan tanah di luar tembok kota dan melarang permukiman di sana karena alasan keamanan. Wilayahnya juga tak terlalu menarik karena masih berhutan dan dipenuhi rawa-rawa.

Kawasan permukiman pada awalnya hanya meluas di sekitar benteng yang kemudian disebut sebagai Weltevreden meliputi Pasar Senen, Tanah Abang, dan Gambir. Wilayah Weltevreden kini merujuk pada hampir seluruh wilayah Jakarta Pusat. 

Atas prakarsa Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen, mulai tahun 1620-an, tanah-tanah di sekitar tembok Batavia dibagi-bagikan kepada Tionghoa dan pribumi berdasarkan etnis yang mendukung Belanda. 

Kawasan yang baru dibuka ini kemudian disebut dengan Ommelanden.  Ommelanden adalah sebutan untuk dataran luas di sekitar Weltevreden. Wilayah berdasarkan etnis ini yang kemudian jadi cikal bakal beberapa nama kawasan di Jakarta yang dikenal hingga saat ini seperti Kampung Makassar, Manggarai, Kampung Ambon, Pekojan, Tambora, dan Malaka. 

Dikutip dari laman Jakarta.go.id, Ommelanden Batavia yang dibedakan menjadi dua, yaitu Ommelanden bagian Barat yaitu Tanggerang (Benteng), dan Ommelanden bagian Selatan yaitu Buitenzorg (Bogor).

Baca juga: PG Colomadu, Simbol Kekayaan Raja Jawa-Pengusaha Pribumi era Kolonial

Dahulu banyak tanah di Ommelanden merupakan perkebunan orang Tionghoa di daerah sekitar Batavia. Tahun demi tahun, kepemilikan tanah di luar kawasan benteng itu kemudian banyak beralih ke pengusaha partikelir (perkebunan) Eropa.

Wajah Pasar Baru tempo dulu dalam buku Album Bandung Tempo Doeloe karya Sudarsono Katam dan Lulu Abadi. Handout Wajah Pasar Baru tempo dulu dalam buku Album Bandung Tempo Doeloe karya Sudarsono Katam dan Lulu Abadi.

Penjualan tanah ini semakin meluas sampai ke daerah Bogor. Dengan demikian Ommelanden merupakan wilayah di luar kekuasaan pemerintah Kota Batavia. Kawasan itu mencakup Sungai Angke di sebelah Barat (Tanggerang) dan Bekasi-Kerawang di sebelah Timur, meluas ke Selatan hingga Pelabuhan Ratu sampai Bogor.

Sementara untuk urusan pemerintahan dan pengaturan kependudukan, diserahkan kepada para pemimpin etnik yang mendiami kawasan itu sebelumnya. Mereka dianugerahi gelar kemiliteran seperti Kapitan, Leuitenant, dan sebagainya.

Kawasan perumahan elit Belanda

Dengan semakin ramainya kawasan Ommelanden, maka makin meluasnya pula pusat keramaian di Batavia. Orang-orang Eropa pun lambat laun mulai membangun pemukiman di luar benteng.

Kawasan pemukiman paling elit di Batavia kala itu adalah Menteng. Lokasinya yang sangat dekat dengan pusat pemerintahan di era kolonial menjadikannya sebagai salah satu kawasan paling elit di Ommelanden.

Baca juga: Mengapa Pemerintah Hindia Belanda Melaksanakan Tanam Paksa?

Dikutip dari arsip Perpusatakaan Nasional, semula Menteng merupakan hutan dan banyak ditumbuhi pohon buah-buahan. Karena banyaknya pohon Menteng, daerah ini kemudian dinamakan Menteng.

Sejak tahun 1810 wilayah ini telah mulai dibuka oleh Gubernur Jenderal Daendels untuk daerah pengembangan kota Batavia.

Kemudian pada tahun 1912 tanah yang ada disekitar kampung Menteng ini dibeli oleh pemerintah Belanda untuk dijadikan perumahan bagi pegawai pemerintah Hindia Belanda.

Itu sebabnya, sampai saat ini di kawasan Menteng, sangat mudah ditemui rumah-rumah lawas yang merupakan peninggalan Belanda.

Baca juga: Ironi Gula, Eksportir Era Hindia Belanda, Jadi Importir Usai Merdeka

Rumah-rumah ini dibangun dengan gaya kolonial yang juga mengadopsi arsitektur lokal, khususnya Jawa. Konsep bangunan yang populer di era Hindia Belanda ini kemudian populer disebut konsep Indis.

Karena cukup luas, pemerintah kolonial kemudian membagi kawasan Menteng menjadi beberapa bagian sekaligus untuk membedakan permukiman Eropa dan pribumi.

Kawasan Menteng dibagi menjadi Menteng Atas yang merupakan perumahan elit Eropa. Lalu ada Menteng Pulo, Menteng Dalam, Menteng Bawah, dan sebagainya.

Pasca-kemerdekaan sekitar tahun 1950-an hingga 1960-an, perumahan elit untuk para kalangan atas mulai meluas ke Selatan Batavia. Beberapa kawasan permukiman yang didirikan antara lain Kebayoran Baru, Bintaro, Tebet, dan Pondok Indah. 

Baca juga: Seberapa Kaya VOC hingga Jadi Cikal Bakal Penjajahan Belanda?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com