Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Frangky Selamat
Dosen

Dosen Tetap Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Tarumanagara

Usaha Kecil Bertahan di Tengah Situasi Pelik

Kompas.com - 14/07/2022, 14:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI tengah keriuhan pasar siang itu, Ibu Sumi menghitung-hitung lembaran uang rupiah lusuh di tangannya. Ia menggeleng-gelengkan kepala, seperti tidak percaya, jumlah uang yang diterima sementara barang dagangannya tersisa sedikit saja. Ia menghela napas panjang. Selisih antara modal penjualan dengan uang yang diperolehnya tidak seperti yang diharapkan. Kenaikan harga pokok bahan pangan ternyata mulai berdampak terhadap keuntungan. Jumlah omset penjualan hari itu juga tidak terlalu bagus.

Kelebihan yang diperoleh amat tipis. Sebagai pedagang kecil, tiada pilihan lain baginya selain menaikkan harga jual demi mempertahankan margin keuntungan, walau tak kuasa juga menahan keluhan pembeli yang tidak bisa memahami situasi. Harga dinaikkan sedikit dan kuantitas pun dikurangi.

Baca juga: Kenaikan Harga Pangan dan BBM Non Subsidi Bisa Pacu Inflasi RI Mencapai 4,6 Persen di Juli 2022

Di lain lokasi, Eni bukan nama sebenarnya, berhitung mengenai rencana pembukaan gerai kuliner di sebuah kantin sekolah setelah dua tahun tutup. Ia tertegun ketika mengetahui perhitungan biaya-biaya yang akan timbul melebihi perkiraan penerimaan yang akan dia terima. Dibanding dua tahun lalu, semua komponen biaya telah meningkat pesat terutama yang menyangkut bahan baku pangan.

Dengan berat hati dia mengurungkan niat untuk membuka usahanya kembali karena berpotensi menelan kerugian besar. Bukan tidak berani mengambil risiko, justru dia telah melakukan kalkulasi matang sebelum bertindak agar modal yang dikeluarkan tidak hilang tandas. Situasi yang serba tidak pasti membuatnya makin berhati-hati.

Kenaikan harga pangan

Akhir-akhir ini kenaikan harga bahan pangan seperti bawang merah, cabai, dan sebagainya telah menjadi keresahan, tidak hanya bagi para ibu rumah tangga yang berbelanja di pasar untuk kebutuhan keluarga, tapi juga pedagang dan pemilik usaha kecil. Demikian juga harga daging sapi, ayam, telur, gas non-subsidi, minyak goreng, aneka sabun, minuman ringan, makanan kecil dan lain-lain yang tak mau kalah untuk melesat naik.

Jika para ibu rumah tangga merasa nilai riil uang jadi merosot lantaran kuantitas barang yang diperoleh berkurang dengan nilai uang yang sama, para pemilik usaha merasa sulit “bergerak” karena margin yang diterima makin tipis.

Banyak cara ditempuh para pemilik usaha kecil menyiasati kondisi yang tidak menguntungkan ini. Pertama, tentu saja, menaikkan harga dengan kuantitas penawaran yang sama. Persentase kenaikan pun tidak setara dengan lonjakan kenaikan harga. Takut kehilangan konsumen begitu alasannya.

Margin keuntungan menipis. Uang berputar-putar tetapi hanya menyisakan sedikit kelebihan.

Kedua, menaikkan harga dan mengurangi kuantitas yang ditawarkan. Langkah ini dilakukan hampir semua pengusaha, tidak cuma pemilik usaha kecil. Ada juga yang bertahan dengan harga lama, tetapi kuantitas yang dikemas dikurangi, seperti langkah sebuah perusahaan roti terkemuka yang mengurangi potongan roti dalam satu kemasan, atau mengurangi ukuran produk menjadi lebih mini.

Ketiga, mengganti bahan baku atau mencampur dengan bahan baku lain. Langkah ini ditempuh dengan sangat terpaksa karena pasti akan memengaruhi rasa. Kualitas pun dikorbankan. Konsumen cuma bisa mengeluh tanpa bisa menemukan solusi yang tepat.

Kondisi ekonomi pasca-pandemi

Ternyata, kehidupan ekonomi pasca-pandemi berkembang di luar dugaan banyak pihak. Semula banyak yang berpikir bahwa kondisi ekonomi akan cepat pulih ketika penularan Covid-19 mereda. Kenyataannya, tantangan yang dihadapi makin tidak mudah.

Tatkala krisis kesehatan belum juga mereda, kini menyusul krisis energi dan pangan. Kerusakan mata rantai produksi dan distribusi yang belum sepenuhnya pulih kini dibuat lebih runyam dengan perang Ukraina-Rusia yang menambah kompleksitas masalah.

Suasana lapak penjual cabai rawit merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Selasa (28/6/2022). Kenaikan harga cabai rawit merah di Jakarta tembus Rp 130.000 per kilogram.KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Suasana lapak penjual cabai rawit merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Selasa (28/6/2022). Kenaikan harga cabai rawit merah di Jakarta tembus Rp 130.000 per kilogram.

Situasi ekonomi global yang tak menguntungkan mulai menyeret Indonesia. Keinginan kuat pemerintah Indonesia untuk mengurangi dan memitigasi dampak negatif krisis yang akan mengikis daya beli dengan pemberian kompensasi dan subsidi untuk gas, listrik dan BBM, tentu patut disyukuri.

Sementara pemilik usaha kecil hanya bisa pasrah dengan kondisi terkini sambil berharap situasi akan berangsur membaik.

Baca juga: Harga Pangan Melambung, Anggota Komisi IV DPR Minta Pemerintah Beri Perhatian Serius

Ketika pusat perdagangan mulai kembali padat dan lalu lintas jalan menebar kemacetan di mana-mana, ada rasa resah yang menyelimuti. Mobilitas tinggi dan kehidupan ekonomi yang mulai berdenyut cepat ternyata menyisakan tanda tanya besar. Tantangan krisis berikutnya ada di depan mata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com