Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Minta Standar Perpajakan Internasional Harus Sesuai Kondisi Negara Berkembang

Kompas.com - 14/07/2022, 20:50 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerapan sistem perpajakan internasional harus mengakomodasi negara-negara berkembang.

Sebab, negara berkembang memiliki kapasitas yang berbeda dengan negara maju sehingga akan lebih sulit dalam menerapkan standar perpajakan internasional.

Ia mengatakan, saat ini dunia menghadapi kondisi yang kompleks. Perubahan terjadi sangat cepat, teknologi berkembang pesat, hingga terjadi perubahaan kebiasaan konsumen.

Oleh karena itu, diperlukan modifikasi pengaturan perpajakan internasional yang mampu menjadi solusi dalam menghadapi berbagai perkembangan baru. Perubahan tersebut tentunya membutuhkan kesepakatan global untuk bisa bekerja sepenuhnya.

Baca juga: OECD :1,2 Triliun Dollar AS Kekayaan Orang Asia Dititipkan di Negara Surga Pajak

"Ini termasuk tindakan bersama dalam menjaga keadilan dari sistem itu sendiri. Tanpa konsensus solusi di tingkat global, terdapat risiko dispute perpajakan dan perdagangan, mengurangi kepastian perpajakan dan investasi," ujarnya dalam forum G20: Tax Symposium di Bali, Kamis (14/7/2022).

Sri Mulyani mengatakan negara-negara anggota G20 dan G20-OECD BEPS Inclusive Framework, telah berkomitmen untuk meningkatkan partisipasi negara berkembang mendesain dan mengimplementasikan standar perpajakan internasional.

Adanya kondisi struktur perekonomian, finansial, dan teknikal yang berbeda, serta pembatasan data, membuat negara-negara berkembang menghadapi tantangan yang lebih berat dalam mengimplementasikan standar perpajakan internasional, dibandingkan dengan negara-negara maju.

Terlebih, negara-negara berkembang diperkirakan mengalami pengurangan pendapatan yang relatif lebih besar dari penghindaran pajak berbasis cross border atau cross border tax evasion. Oleh sebab itu, partisipasi negara-negara berkembang sangat diperlukan mengatasi tantangan perpajakan di era digitalisasi saat ini.

Baca juga: Erick Thohir: Sarinah Dikunjungi 5 Juta Orang sejak Dibuka Kembali

"Suara mereka (negara-negara berkembang) harus didengarkan dan dipertimbangkan. Terutama, partisipasi mereka harus sepenuhnya terintegrasi dengan proses pengambilan keputusan," ungkap Sri Mulyani.

"Sehingga mereka bisa memiliki pengaruh secara langsung dalam membentuk peraturan perpajakan internasional untuk mengatasi based erotion profit shifting dan memastikan playing field yang setara," tambahnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menekankan, bahwa standar perpajakan internasiona harus menjadi solusi global untuk berbagi tantangan.

Oleh karena itu kata Sri Mulyani, penting untuk membangun konsensus tentang standar melalui pendekatan inklusif, mempertimbangkan kapasitas, serta kebutuhan dari negara berkembang dan negara yang paling terkendala.

Menurutnya instrumen dan konvensi harus dapat diterapkan baik di negara maju maupun negara berkembang. Hal tersebut merupakan tanggung jawab bersama seluruh negara di dunia.

"Ini adalah pekerjaan kita untuk memastikan bahwa kemajuan yang dicapai dalam pertukaran informasi dan pemberantasan based erotion profit shifting adalah untuk kepentingan semua anggota. Tidak boleh ada negara yang tertinggal," ucap dia.

Baca juga: Sri Mulyani Sebut Perang Rusia-Ukraina Jadi Sumber Krisis Energi dan Pangan Dunia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

Whats New
Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com