Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Agar Subsidi BBM Tepat Sasaran

Kompas.com - 15/07/2022, 06:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIRNYA pelaksanaan subsidi berbasis penerima akan segera terwujud. Warga yang ingin membeli Pertalite yang disubsidi pemerintah harus mendaftar secara daring terlebih dahulu ke situs khusus Pertamina (https://subsiditepat.mypertamina.id/).

Sebelumnya, bensin bersubsidi itu dijual bebas. Siapapun boleh membeli, orang kaya sekalipun.

Padahal sasaran dari kebijakan ini adalah warga kelas ekonomi menengah-bawah. Untuk orang yang berpunya, diharapkan membeli Pertamax yang harganya lebih tinggi.

Tidak ada yang salah dengan pilihan warga untuk membeli Pertalite, sebab apa ukuran kelas ekonomi menengah-bawah itu?

Selalu muncul dalam benak setiap orang bahwa orang yang bermobil pasti ber-uang. Kalau mereka boleh membeli, kenapa saya tidak boleh membeli?

Itulah kelemahan konsep subsidi berbasis harga barang, bukan berbasis kemampuan penerima manfaat subsidi. Dan hampir kebanyakan subsidi dibagikan dengan cara itu.

Akibatnya tujuan pemberian subsidi sering meleset. Maka usaha untuk mengganti cara pemberian subsidi dari berbasis harga barang menjadi berbasis penerima manfaat pun dikemukakan oleh banyak pakar.

Subsidi energi dalam APBN

Besar subsidi energi (BBM, gas, dan listrik) tahun anggaran 2022 ini ditetapkan sebesar Rp 134 triliun.

Namun besar subsidi itu dihitung tahun lalu dengan patokan harga minyak dunia sebesar 63 dollar AS per barel.

Sekarang harga minyak dunia naik menjadi 100 dollar AS per barel akibat perang Rusia-Ukraina. Maka pemerintah harus menambah Rp 70 triliun lagi, agar harga Pertalite tidak naik.

Dana sebesar itu dapat digunakan untuk menyediakan listrik di daerah terpencil atau meningkatkan penyediaan air bersih bagi penduduk di perkotaan dan perdesaan.

Bisa saja pemerintah menaikkan harga Pertalite agar tidak perlu menambah subsidi. Namun warga tentu akan keberatan.

BBM sudah menjadi kebutuhan pokok sebagian besar warga, seperti halnya beras dan lain-lain.

Setelah harga LPG dan tarif listrik naik, harga Pertalite yang naik akan membuat warga gusar bukan main.

Menurut Pertamina, besar subsidi negara untuk setiap liter pertalite saat ini adalah Rp 9.550. Angka ini berasal dari harga beli Rp 17.200 dikurangi harga jual di SBPU sebesar Rp 7.650.

Dari mana angka Rp17.200 itu tentu Pertamina yang tahu. Namun perlu diulang penjelasan Presiden Jokowi bahwa harga BBM di Indonesia lebih rendah dari di negara-negara lain, misalnya di Singapura Rp 32.000, di Jerman Rp 31.000, dan di Thailand Rp 20.000 (Kompas, 26/5/2022).

Dengan harga Pertalite sebesar Rp 7.650 per liter, maka sebagian besar warga Indonesia dapat disebut hidup dengan biaya energi yang murah.

Penerima subsidi

Namun, kita tidak bisa berharap bahwa harga Pertalite akan seterusnya sebesar saat ini, kecuali jika perang Rusia vs Ukraina berhenti dan harga minyak dunia kembali rendah seperti sebelum perang.

Bisa jadi, pemerintah akan menaikkan harga Pertalite jika harga minyak dunia terus meningkat atau jika keuangan negara tidak memungkinkan untuk menambal subsidi yang membengkak.

Tentu tidak bijak jika pemerintah menaikkan harga pertalite begitu saja, karena sebagian pembelinya adalah warga yang pendapatannya tidak besar.

Maka yang akan dilakukan pemerintah adalah harga Pertalite akan tetap dipertahankan pada harga sekarang, namun pembelinya dibatasi pada warga yang dianggap kurang mampu membeli BBM nonsubsidi, yaitu Pertamax, atau jenis lain yang dijual bebas.

Untuk membedakan warga yang selayaknya membeli BBM bersubsidi karena daya belinya yang tinggi dengan warga yang kurang mampu membelinya, maka data yang dikumpulkan Pertamina melalui situs khusus “mypertamina” tadi akan menjadi sangat diperlukan.

Dari sana akan dapat diidentifikasi siapa yang berhak membeli Pertalite dan siapa yang tidak.

Adapun kriteria untuk menentukan siapa yang berhak membeli Pertalite akan ditetapkan melalui revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Saat ini pemerintah tentu sedang menyusun revisi itu untuk menyalurkan subsidi BBM kepada mereka yang paling membutuhkan.

Dengan peraturan yang baru, Pertamina akan dapat membuat prosedur pembelian Pertalite di SBPU yang berbeda dari sebelumnya.

Boleh jadi, mobil penumpang dengan kapasitas mesin dibawah 2000 cc saja yang dapat membeli pertalite, selain tentunya kendaraan angkutan umum dan angkutan barang.

Namun pemerintah dan Pertamina harus cukup cermat untuk mencegah orang kaya yang membeli Pertalite menggunakan mobil dengan kapasitas mesin (cc) rendah yang kemudian bensin itu dipindah ke mobilnya yang lain dengan kapasitas tinggi.

Mungkin ada juga orang kaya yang lalu membeli mobil dengan kapasitas rendah agar dapat membeli Pertalite untuk keperluan sehari-hari.

Celah-celah seperti itu tentu perlu dicegah agar subsidi negara bagi penduduk yang membutuhkan tidak salah alamat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Akuisisi, Mandala Finance Masih Fokus ke Bisnis Kendaraan Roda Dua

Setelah Akuisisi, Mandala Finance Masih Fokus ke Bisnis Kendaraan Roda Dua

Whats New
KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

Whats New
Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Whats New
IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

Whats New
Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Whats New
Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Whats New
Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com