Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tanya-tanya Pajak di Kompas.com
Konsultasi dan Update Pajak

Tanya-tanya Pajak merupakan wadah bagi Sahabat Kompas.com bertanya (konsultasi) dan memperbarui (update) informasi seputar kebijakan dan praktik perpajakan.

Asas Pengenaan Pajak dan Praktik di Indonesia

Kompas.com - 18/07/2022, 08:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

PAJAK merupakan sumber utama penerimaan negara, yang dibayarkan oleh masyarakat yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak. Indonesia bukan perkecualian.

Saat ini ada empat jenis pajak yang berlaku di Indonesia, yaitu pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), serta pajak-pajak lain yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

Baca juga: Maju Mundur Pajak Karbon: Dari Regulasi Tak Kunjung Rampung sampai Risiko Global

Ada sejumlah pertimbangan bagi setiap pemerintahan untuk memungut pajak dari rakyat negaranya. Pengenaan pajak yang dilakukan secara asal bisa menjadi masalah, bukannya instrumen fiskal yang mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Di antara pertimbangan dalam praktik pemajakan tersebut adalah kesesuaian asas pengenaan pajak dan asas pemungutan pajak.

Ragam asas pengenaan pajak

Pengenaan pajak harus memperhatikan objek berupa penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomi, juga subjek pajak yang adalah orang pribadi atau badan yang ditetapkan sebagai wajib pajak.

Baca juga: Aturan Baru Pembuatan, Pembetulan, dan Penggantian Faktur Pajak, Termasuk bagi Pedagang Eceran

Penentuan subjek dan objek pajak harus berdasarkan pada asas pengenaan pajak. Di ranah internasional ada tiga asas pengenaan pajak, yaitu asas pajak world wide income, asas pajak teritorial, dan asas pajak kebangsaan. 

1. Asas world wide income

Sistem world wide income dikenal juga dengan asas pajak domisili atau residence principle.

Dalam sistem ini pengenaan pajak hanya akan memperhatikan lokasi atau tempat wajib pajak berada dan mengesampingkan asal penghasilan.

Selama diterima oleh orang pribadi yang berdomisili di negara tersebut atau badan yang berkedudukan di negara itu, penghasilan akan dikenai pajak.

Meski demikian, negara yang menerapkan asas domisili atau world wide income sebetulnya pada saat bersamaan juga menerapkan asas teritorial, terutama untuk penghasilan wajib pajak luar negeri yang berasal dari negara tersebut.

Baca juga: Premi Asuransi dan Iuran Pensiun Dapat Kurangi Pajak?

2. Asas teritorial

Negara yang menggunakan asas teritorial untuk perpajakannya akan mengenakan pajak terhadap penghasilan yang diterima dari negara itu, siapa pun wajib pajaknya. Asas ini sering disebut juga sebagai asas sumber atau source principle.

Menggunakan asas teritorial, negara tidak mempersoalkan siapa penerima penghasilan, wajib pajak dalam negeri ataupun wajib pajak luar negeri. Selama berasal dari negara itu, penghasilan itu akan dikenai pajak di negara tersebut.

Penerapan asas ini berisiko mendorong investor untuk lebih memilih berinvestasi ke luar negeri. 

Baca juga: Aspek Hukum dan Pajak dalam Likuidasi Perusahaan

3. Asas kebangsaan

Asas pengenaan pajak kebangsaan disebut juga dengan asas pajak nasionalitas atau kewarganegaraan. Dalam asas ini, pengenaan pajak hanya dilakukan berdasarkan status kewarganegaraan.

Negara tidak akan mempersoalkan asal penghasilan yang diterima wajib pajak. Selama orang pribadi atau badan berstatus atau berkedudukan di negara tersebut maka penghasilannya dikenai pajak.

Baca juga: Aturan Baru PPN untuk LPG: Rumus dan Ilustrasi Hitung untuk Badan Usaha, Agen, dan Pangkalan LPG

Asas pengenaan pajak hibrid

Keberadaan asas pajak world wide income dan asas teritorial sekilas bak dua kutub yang berseberangan. Namun, sejatinya tak ada satu pun negara di dunia ini yang mengadopsinya secara mutlak.

Para pakar seperti J Clifton Fleming, Robert J Peroni, dan Stephen E Shay pun menyatakan, negara yang menyatakan menerapkan sistem pajak teritorial ataupun pajak world wide income tidak serta-merta dapat diartikan bahwa negara itu mengadopsi penuh asas itu.

Umumnya, negara-negara di dunia mengombinasikan kedua asas tersebut. Isitilah yang kemudian digunakan adalah pajak hibrid world wide income atau asas pajak hibrid teritorial.

Baca juga: Aturan Baru PPh Jasa Konstruksi: Klasifikasi, Tarif, dan Batas Waktu

Asas pengenaan pajak Indonesia

Sebagaimana dikutip dari laman pajak.go.id, Pemerintah Indonesia pada dasarnya menganut asas pengenaan pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan dari luar negeri.

Untuk wajib pajak dalam negeri, pengenaan pajak didasarkan atas asas domisili. Dari mana pun sumber penghasilannya berasal, termasuk dari luar negeri, wajib pajak Indonesia akan dikenai pajak.

Adapun bagi warga negara asing yang tinggal dan memperoleh penghasilan di Indonesia, pengenaan pajak dilakukan dengan didahului pengecekan batas waktu keberadaannya di Indonesia.

Baca juga: Aturan Baru PPN untuk Kegiatan Membangun Sendiri: Subjek Pajak Diperluas, Cara Perhitungan Tak Berubah

Warga negara asing akan dikategorikan sebagai wajib pajak dalam negeri bila tinggal di Indonesia selama lebih dari 183 hari dalam 12 bulan. Sebaliknya mereka akan menjadi wajib pajak luar negeri bila tinggal di Indonesia hanya selama maksimal 183 hari dalam 12 bulan.

Bagi warga negara asing yang masuk kategori wajib pajak luar negeri, pajak dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di Indonesia saja.

Lalu, sebagaimana lazimnya praktik perpajakan di berbagai negara, diatur perjanjian perpajakan antar negara untuk menghindari pemajakan berganda.

Namun, seturut berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang antara lain merevisi ketentuan Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), Indonesia bisa dibilang telah mengubah sistem pengenaan pajak dari sistem world wide income ke sistem pajak teritorial, terutama bagi wajib pajak Indonesia yang punya penghasilan dari luar negeri.

Baca juga: Lacak Jejak Draf RUU Cipta Kerja

Sebelum terbitnya beleid omnibus law tersebut, UU PPh menetapkan bahwa semua penghasilan wajib pajak Indonesia dari luar negeri merupakan objek pajak.

Sejak berlakunya UU Cipta Kerja, dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap (BUT) di luar negeri dikecualikan dari objek PPh atau tidak dikenai pajak di Indonesia.

Meskipun, ada syaratnya juga. Syaratnya, laba setelah pajak dari deviden penghasilan tersebut diinvestasikan di Indonesia setidaknya sebesar 30 persen. Harapannya, ada lebih banyak aliran modal masuk ke dalam negeri dari deviden yang diperoleh wajib pajak Indonesia dari luar negeri.

Naskah: MUC/ASP, KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com