Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fahri Ardiansyah Tamsir, S.Sos, M.A
PNS

Analis Kebijakan di Kedeputian Kajian Inovasi dan Manajemen ASN, Lembaga Administrasi Negara RI

Opsi Jalan Tengah Penghapusan Tenaga Honorer

Kompas.com - 18/07/2022, 12:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PROBLEMATIK tenaga honorer kembali mengemuka setelah terbitnya keputusan pemerintah yang tertuang dalam Surat Menteri PAN-RB Nomor B/165/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah memastikan akan menghapus tenaga honorer mulai 28 November 2023 dan akan menentukan nasib 400.000 tenaga honorer, yang 120.000 di antaranya merupakan tenaga pendidik, sekitar 4.000 tenaga kesehatan, dan sekitar 2.000 tenaga penyuluh.

Isu panas penghapusan tenaga honorer bukan pertama kali terjadi. Setidaknya pascapemberlakuan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, keberadaan honorer semakin menjadi tanda tanya.

Sebab UU ASN hanya merumuskan dua jenis hubungan kerja pegawai pemerintah, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Sedangkan kedudukan tenaga honorer tak kunjung diatur dasar hukumnya hingga menyebabkan ketidakjelasan status dalam sistem kepegawaian negara.

Selama ini, keberadaan tenaga honorer kerap kali membawa dilema kebijakan. Bila berkaca dari sisi regulasi, jelas tenaga honorer tidak lagi dimasukkan dalam skema kepegawaian pemerintah.

Namun dalam proses implementasi di lapangan, aturan tersebut masih jauh dari panggang api.

Mayoritas instansi, khususnya di daerah tetap saja membuka keran penerimaan tenaga honorer lantaran jerat kebutuhan organisasi untuk menutupi beban kerja yang tidak bisa dilaksanakan seluruhnya oleh ASN.

Penataan SDM aparatur

Cita-cita reformasi birokrasi salah satunya bermuara pada upaya mewujudkan aparatur sipil negara yang berkualitas dan berdaya saing.

Langkah pencapaiannya dilakukan dengan menerapkan proses manajemen ASN dengan baik dan konsisten, termasuk penguatan pada aspek perencanaan dan pengadaan ASN di lingkup pemerintahan.

Pada tahap perencanaan, rencana kebutuhan organisasi akan disusun oleh masing-masing instansi pemerintah yang menghasilkan rincian kebutuhan, baik dari segi jumlah maupun jenis jabatan.

Kebutuhan organisasi ini sepenuhnya mengacu pada prioritas kebutuhan berdasarkan rencana strategis instansi pemerintah dan dinamika lingkungan yang berkembang.

Namun jika melihat fenomena yang terjadi, jelas perencanaan kebutuhan ASN seringkali tidak berjalan dalam koridor.

Maraknya perekrutan tenaga honorer di luar ketentuan yang berlaku seolah menjadi pertanda, jika jalan pintas mengisi kekosongan peta jabatan cenderung dilakukan secara spontan ketimbang memperhatikan perencanaan yang solid.

Tidak hanya dalam konteks perencanaan, anomali berikutnya juga kerap terjadi dalam proses pengadaan pegawai pemerintah.

Alih-alih melakukan pengadaan melalui rekruitmen dan seleksi berdasarkan kompetisi yang terbuka dan adil dengan memperhatikan kualifikasi dan kompetensi, namun kenyataannya keputusan mengangkat tenaga honorer selalu menjadi pilihan utama.

Belum lagi mayoritas perekrutan masih jauh dari keterbukaan yang mempertemukan potensi dan kompetensi.

Dampaknya, tak sedikit ruang dalam birokrasi hanya diisi oleh para pencari kerja semata berkapasitas medioker.

Keputusan instansi mengangkat tenaga honorer dalam jumlah banyak di luar pertimbangan kebutuhan, bukanlah tanpa akibat.

Bila merujuk pada Parkinson's Law atau Birokratisasi Parkinson (Parkinsonisasi) bahwa kecenderungan menata birokrasi dengan memperbesar jumlah kuantitatif akan menyebabkan big bureaucracy yang berujung pada lambatnya proses kerja birokrasi.

Meskipun selama ini, tentu saja dalih perekrutan selalu mengatasnamakan himpitan beban kerja organisasi, namun bukankah analisis beban kerja seharusnya sudah tuntas dilakukan saat merencanakan kebutuhan formasi dalam perekrutan ASN.

Bahkan dalam situasi tertentu, perilaku politis kepala daerah yang seolah memberikan janji bagi tenaga honorer untuk diangkat otomatis sebagai PNS semakin menyuburkan stigma yang keliru di kalangan masyarakat.

Upaya gencar pemerintah dalam melakukan penataan SDM aparatur bisa saja terhambat bila inkonsistensi kebijakan terus terjadi.

Bahkan bertahun-tahun dampak dari inkonsistensi ini semakin memunculkan benang kusut antara jumlah tenaga honorer yang berlipat ganda dan keinginan untuk menghadirkan aparatur pemerintah berkualitas.

Keduanya menjadi kontradiksi, sebab perekrutan tenaga honorer tidak memiliki dasar aturan dan prosedur yang jelas dalam ihwal pengadaanya saat ini dan begitupun soal status keberadaanya.

Puncaknya, di saat jumlah tenaga honorer semakin banyak, aspirasi untuk diangkat menjadi ASN secara langsung semakin tinggi.

Solusi kebijakan

Ibarat pisau bermata dua, kebijakan penghapusan tenaga honorer mesti ditanggapi dengan hati-hati dan mengedepankan penyelesaian jalan tengah.

Kebijakan ini, untuk jangka panjang memang akan memberikan nilai positif, sebab pemerintah akan mempunyai data rill kepegawaian yang memudahkan mereka melakukan analisis kebutuhan instansi pemerintah.

Begitu halnya dengan kesejahteraan para pegawai di instansi pemerintah, tentu akan lebih terjamin.

Sebab tidak ada lagi status bernama tenaga honorer yang selama ini mekanisme penggajiannya tidak jelas dan mayoritas upahnya jauh dari standar kelayakan.

Solusi utama dari persoalan kebijakan ini adalah perlunya menerapkan beberapa kebijakan transisi sebelum kebijakan ini benar-benar berlaku pada November 2023.

Termasuk bagaimana menimbang sejumlah aspirasi dari berbagai elemen soal pengangkatan tenaga honorer menjadi ASN.

Begitu juga dengan kewajiban melakuan test kompetensi sebagaimana diamanatkan dalam regulasi.

Meskipun pada ujungnya, kebijakan ini akan menimbulkan pro kontra kembali, tapi setidaknya dengan kebijakan transisi akan mereduksi rentetan gejolak yang berpotensi terjadi.

Perhatian utama sebelum kebijakan berlaku adalah kesadaran bahwa selama ini tenaga honorer, suka tidak suka telah menjelma menjadi salah satu mesin birokrasi. Ketiadaannya secara keseluruhan tentu memengaruhi ekosistem kerja birokrasi.

Maka dari itu, menihilkan kuantitas bukan menjadi solusi, namun mengalihkan status mereka bisa menjadi opsi.

Meskipun tidak semua dapat dilibatkan karena mempertimbangkan aspek kompetensi dan syarat tertentu.

Pertama, langkah awal melakukan pemetaan kualifikasi tenaga honorer berdasarkan fungsi tugasnya.

Tenaga honorer yang memiliki tugas teknis fungsional seperti tenaga pendidik, medis, kesehatan, penyuluh dan sebagainya, akan dikelompokkan berbeda dengan honorer yang tugasnya lebih umum dan administratif.

Keduanya memiliki bobot yang berbeda dalam penilaian kelulusan CPNS nantinya. Prioritas pemetaan ini penting sebab ke depan birokrasi pemerintah akan lebih mengedepankan jabatan yang sifatnya lebih fungsional.

Kedua, perluya menyusun profiling tenaga honorer berdasarkan masa kerja, pendidikan dan prestasi kerja.

Masa kerja mendeskripsikan pengalaman dalam bekerja di pemerintahan. Sedangkan pendidikan yang relevan dan prestasi kerja dapat menggambarkan kompetensi awal yang mereka miliki. Nantinya profil ini akan berpengaruh terhadap presentasi bobot kelulusan.

Ketiga, penentuan bobot untuk honorer fungsional yang memiliki pendidikan relevan dan prestasi kerja yang baik akan menentukan 70 persen hasil penilaian. Sedangkan 30 persen sisanya akan tergantung dari hasil tes, baik untuk PNS maupun PPPK.

Sedangkan bagi honorer dengan tugas umum atau administratif dengan pendidikan relevan dan prestasi kerja yang baik akan mendapatkan 30 persen hasil penilaian dan sisanya juga akan tergantung dari hasil tes.

Dengan mekanisme komponen ini, peluang penerimaan memang lebih besar kepada honorer yang memilki tugas teknis fungsional.

Selain itu, hal penting lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah perlunya menyusun konsep pengembangan kompetensi khusus bagi tenaga honorer pascadiangkat menjadi CPNS atau PPPK.

Sebab jalur dan mekanisme pengangkatan mereka tentu berbeda dengan jalur masuk CPNS pada umumnya, yang keseluruhan penilaian bertumpu pada hasil test, sehingga mesti ditindaklanjuti dengan bentuk pengembangan kompetensi khusus sebagai gantinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Whats New
Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Work Smart
PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

Whats New
Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com