Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Kementan Keluarkan Kebijakan Pembatasan Pupuk Subsidi, Pengamat Beri Respons Positif

Kompas.com - 19/07/2022, 10:32 WIB
Dwi NH,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.

Permentan Nomor 10 Tahun 2022 itu dikeluarkan Kementan untuk mengoptimalkan tata kelola pupuk bersubsidi.

Kementan mengungkapkan beberapa alasannya menerbitkan aturan baru terkait pupuk subsidi. Pertama, karena rantai pasok barang dan jasa yang terganggu selama pandemi Covid-19.

Kedua, karena efek buruk secara ekonomi dan politik akibat perang Rusia-Ukraina. Ketiga, berdasarkan saran dan evaluasi Panitia Kerja (Panja) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) mengenai pupuk bersubsidi dan kartu tani.

Menanggapi hal itu, Guru Besar Universitas Sumatera Utara (USU) Abdul Rauf MP menyatakan tidak mempersoalkan terkait peraturan tersebut.

Baca juga: Ingin Petani Lebih Makmur, Walkot Mahdi Serahkan Bantuan Alsintan ke Kelompok Tani Margodadi

Menurutnya, hal yang terpenting bagi petani bukan hanya aturan, tetapi juga ketersediaan pupuk.

"Peraturan seperti apapun yang dibuat pemerintah, petani tidak harus ikut atau patuh, bukan karena persoalan kebijakan makro," jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (19/7/2022).

Selain itu, Rauf juga tidak mempersoalkan soal jenis pupuk yang nantinya akan terfokus Urea dan nitrogen, fosfor, dan kalium (NPK). Hal ini karena unsur mineral tertentu memang dibutuhkan demi kesuburan tanaman.

Apapun jenis pupuknya, sebut dia, tidak masalah karena yang terpenting memiliki kandungan unsur hara esensial NPK untuk tanaman pangan.

“Akan lebih baik bila diperhatikan juga yang mengandung unsur hara S atau sulfur untuk tanaman bawang. Paling penting harus dijamin kontinuitas ketersediaannya di lapangan serta pupuk yang disubsidi berorientasi pada kebutuhan hara bagi tanaman," ujar Rauf.

Baca juga: Ketua Fraksi Nasdem Dukung Kementan Optimalkan Tata Kelola Pupuk Subsidi

Agar kebutuhan pupuk untuk petani terpenuhi, Rauf memberikan saran dan masukan terhadap Kementan dan Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC).

Menurutnya, Kementan sebagai pihak yang menentukan alokasi penyaluran pupuk dan PIHC yang memiliki tanggung jawab produksi serta distribusi pupuk bersubsidi harus lebih tanggap dalam menyediakan pasokan pupuk yang memadai.

"Saya juga sebagai Ketua Komisi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Deli Serdang selalu berada di lapangan bersama petani. Mereka selalu mengeluhkan keberadaan atau ketersediaan pupuk yang dibutuhkan," ucap Rauf.

Sementara itu, pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) Surya Vandiantara memberikan uraian serta dukungan terkait kebijakan pupuk bersubsidi.

"Dalam perspektif ekonomi, Permentan Nomor 10 Tahun 2022 ini sangat jelas menunjukkan keberpihakan Kementan pada petani kecil yang memiliki luas lahan tidak lebih dari 2 hektar (ha)," jelasnya.

Baca juga: Mendag Beberkan Jurus Baru untuk Stabilkan Harga Minyak Goreng Curah Sesuai HET

Menurut Surya, peranan penetapan HET dipandang sebagai langkah kongkrit pemerintah untuk mengatasi ketidakmampuan petani kecil dalam memperoleh pupuk.

Penetapan patokan HET untuk pupuk bersubsidi, sebut dia, tentunya dapat melindungi para petani kecil dari kenaikan harga pupuk yang tidak terkontrol.

“Sehingga para petani kecil bisa memaksimalkan keuntungan dari penurunan biaya produksi atas pembelian pupuk yang lebih murah," imbuh Surya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com