Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inflasi dan Resesi Global Bisa Berdampak ke Industri Hulu Migas, Seperti Apa?

Kompas.com - 19/07/2022, 21:15 WIB
Kiki Safitri,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Luky Yusgiantoro mengatakan, inflasi global dan potensi resesi yang akan terjadi akan berdampak ke industri hulu migas.

Menurul Luky, apa yang terjadi saat ini secara global memang tidak terelakkan. Untuk mengatasi hal tersebut, bank sentral di berbagai dunia menerapkan kebijakan dengan menaikkan suku bunga acuannya.

“Ada inflasi yang tinggi menyebabkan terjadinya resesi. Karena value chain kita tinggi, itu akan berdampak kepada kegiatan hulu migas, dan kalau inflasinya tinggi kami akan menyesuaikan daya beli dengan inflasi tersebut,” kata Luky di Tangeran, Selasa (19/7/2022).

Baca juga: Ekonom: Indonesia Masih Jauh dari Resesi

Lucky mengatakan, value chain memang sudah mahal dari sejak lama, namun ada upaya untuk melakukan antisipasi hal tersebut. Namun, memang saat ini kondisi yang terjadi anomali, dimana ekonomi dunia mengalami inflasi, berbarengan dengan resesi.

“Kita semua bingung, kita sudah mulai pulih dari pandemi dan saat bersamaan kita berpotensi mengalami resesi. Makanya, beberapa bank sentral menaikkan suku bunganya, dan terlepas dari low carbon inisiative, kalau saya lihat, Indonesia adalah negara yang kuat karena pertumbuhan ekonominya masih positif,” ungkap dia.

Ia juga membandingkan kondisi resesi global yang terjadi saat ini dengan beberapa kali krisis yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Di sisi lain, Indonesia diuntungkan dari sumber daya alam yang melimpah, yang mana dari sektor minyak dan gas berkontribusi cukup besar bagi APBN.

“Kita beruntung Indonesia itu masih kaya dengan sumber daya alam, dan kita masih ada oil dan gas, dari sektor migas menyumbangkan lumayan besar bagi APBN dengan harga minyak tinggi, apabila kita tidak berupaya maksimal tentu akan turun lagi,” jelas dia.

Baca juga: Tanggapi Survei, Kemenkeu Bilang Risiko Resesi RI Kecil

Luky mengatakan, ada potensi resesi global yang akan terjadi 3 hingga 4 bulan kedepan. Namun, secara historis dia menilai pada dasarkan recovery akan terjadi dalam dua tahun setelahnya. Di sisi lain, industri minyak dan gas mengalami super cycle yang baru, sehingga ada potensi harga minyak akan naik, meskipun tidak sedikit juga yang memperkirakan harganya akan turun.

“Salah satu expert mengatakan, industri migas dunia mengalami super cycle yang baru. Jadi potensi kedepan harga minyak naik itu ada, meskipun banyak yang memprediksi turun,” jelasnya.

Luky mengatakan, SKK Migas akan terus berupaya untuk mengundang investor dengan memperbaiki kebijakan insentif dan juga mengadakan road show. Menurut dia, dengan kegiatan road show ke luar negeri bisa memberikan gambaran kepada dunia bahwa Indonesia memiliki potensi yang luar biasa.

“Kita bisa menyampaikan ke dunia bahwa kita masih banyak resources dan kita peduli dengan lingkungan. Indonesia sudah melakukan kajian dalam upaya menarik investor yakni dengan manargetkan produksi 1 juta juta barel minyak per hari (bph) dan gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (bscfd) hingga 2030,” jelas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com