Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yulian Gunhar
Anggota DPR

Yulian Gunhar adalah politisi Indonesia yang telah menjabat sebagai anggota DPR-RI, dari Fraksi PDI Perjuangan, selama dua periode (2014–2019 dan 2019–2024), mewakili daerah pemilihan Sumatera Selatan II.

Saat ini, ia dipercaya menjadi anggota Komisi VII yang menangani masalah energi, pertambangan, lingkungan, dll.

Urgensi Penambahan Kapasitas Kilang Minyak Indonesia

Kompas.com - 20/07/2022, 16:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEBUTUHAN bahan bakar minyak (BBM) untuk dalam negeri terus bertambah di saat kapasitas produksi BBM Indonesia terus stagnan dan cenderung menurun.

Berdasar catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), tahun ini produksi migas Indonesia ditargetkan mencapai 703.000 barel per hari (bph). Sementara, kebutuhannya mencapai 1,4 juta bph.

Artinya, masih ada selisih sekitar 500.000 bph untuk konsumsi minyak mentah yang akan dijadikan BBM untuk kebutuhan kendaraan bermotor di dalam negeri.

Jumlah kebutuhan BBM di Indonesia diperkirakan bakal terus meningkat. Menurut data PT Pertamina (Persero), pada 2030 kebutuhan BBM dalam negeri diperkirakan naik 3 persen menjadi 1,5 juta barel per hari.

Menurut data PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), dari kebutuhan BBM dalam negeri tersebut, jika tidak ada penambahan kapasitas yang signifikan, ironisnya kilang minyak yang ada hanya mampu memproduksi sekitar 729.000 barel per hari.

Dengan kebutuhan yang lebih besar dibandingkan produksi di dalam negeri, membuat Indonesia harus merogoh kocek untuk impor BBM.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) RI menunjukkan bahwa impor hasil minyak atau Bahan Bakar Minyak (BBM) RI selama Januari-Maret 2022 saja sudah mencapai 5,51 miliar dollar AS atau sekitar Rp 78,8 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dollar AS), melonjak 97 persen dari periode sama 2021 lalu sebesar 2,79 miliar dollar AS.

Impor BBM yang terus membengkak diperkirakan akan terus menggerogoti APBN. Kondisi tersebut akan berdampak buruk bagi ketahanan fiskal Indonesia, apabila harga minyak mentah dunia tidak terkendali.

Seperti yang terjadi tahun 2022, harga minyak dunia melonjak ke level tertinggi, akibat terjadinya perang antara Rusia dengan Ukraina.

Akibatnya, total subsidi yang telah diberikan pemerintah pada tahun 2022 sudah mencapai Rp 401,8 triliun.

Sehingga, harga minyak dunia yang terus melambung dan keterbatasan dana APBN, membuat upaya penyesuaian harga nonsubsidi yang diambil pemerintah sulit untuk dihindari.

Penyesuaian hanya berlaku untuk produk nonsubsidi sehingga menjadi wajar bagi badan usaha baik itu BUMN maupun swasta untuk menyesuaikan harga produk yang mengikuti harga keekonomian.

Selain itu, kenaikan harga BBM non-subsidi di sisi lain bisa memperbaiki arus kas PT Pertamina (Persero), dan bagi Pemerintah bisa menurunkan dana kompensasi yang dibayar akibat Pertamina menjual BBM di bawah harga keekonomian.

Kebijakan menaikan harga BBM nonsubsidi diyakini tak akan terlampau menimbulkan gejolak ekonomi dan sosial.

Lantaran jumlah konsumen Pertamax ke atas proporsinya kecil dan kebanyakan golongan menengah ke atas.

Sehingga tidak terlalu mengganggu daya beli masyarakat menengah ke bawah, yang saat ini masih belum pulih benar akibat pandemi.

Kapasitas kilang

Perlu adanya kebijakan strategis dan keseriusan untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, sehingga APBN kita tidak lagi tersedot untuk kebutuhan impor BBM.

Caranya adalah dengan meningkatkan kapasitas kilang. Ini lebih baik daripada kita impor terus.

Selama ini, permintaan BBM dalam negeri memang jauh lebih besar dari produksi dari kilang nasional. Sehingga, impor BBM dibutuhkan untuk menutup kebutuhan domestik.

Selama ini kapasitas kilang kita masih belum bisa lepas dari belenggu impor BBM dalam jangka panjang, karena kapasitas kilang minyak RI stagnan di level 1 juta barel per hari (bph). Ditambah lagi produksi minyak mentah RI bukannya naik, malah terus turun.

Penambahan kapasitas kilang artinya akan semakin banyak minyak mentah yang dibutuhkan.

Dalam urusan membangun kilang, setidaknya kita harus bisa belajar dari Singapura. Di mana negeri itu tercatat sebagai importir minyak mentah dari Indonesia.

Namun minyak mentah Indonesia itu kemudian diolah di dalam kilang di Singapura. Karena kilang Itulah, membuat Indonesia sebagai penghasil minyak mentah, harus mengimpor BBM dari Singapura, yang memiliki kilang untuk mengolah BBM.

Singapura selama ini mendapatkan keuntungan dari mengekspor BBM ke Indonesia. Padahal negeri itu tidak pernah dianugerahi kekayaan ladang minyak.

Saat ini ada tiga kilang besar yang beroperasi di Negeri Singa tersebut, yaitu ExxonMobil Jurong Island Refinery, dengan kapasitas 605.000 bph.

Kemudian SRC Jurong Island Refinery, berkapasitas 290.000 bph, serta Sehll Pulau Bukom Refinery berkapasitas 500.000 bph.

Kita berharap kepada pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) yang tengah menyelesaikan pembangunan kilang-kilang BBM di antaranya Kilang Balikpapan, Kilang Dumai, Kilang Balongan dan Kilang Plaju, dapat segera terealisasi.

Program pengembangan kapasitas kilang-kilang itu membutuhkan total investasi 43 miliar dollar AS (sekitar Rp 602 triliun).

Lewat pengembangan ini, kapasitas kilang nasional Pertamina bisa meningkat menjadi 1,4 juta barel per hari, dari 1 juta barel per hari saat ini.

Produksi BBM juga akan naik menjadi 1,2 juta barel per hari, dari 700.000 barel per hari saat ini.

Di samping itu, diharapkan produksi Petrokimia akan naik menjadi 8.000 kilo ton per tahun, dari kapasitas saat ini 1.660 kilo ton per tahun.

Lalu kualitas produk BBM seluruh kilang akan naik dari EURO II menjadi EURO V.

Melihat begitu urgensinya peningkatan kapasitas kilang minyak demi ketahanan energi nasional, maka program pembangunan kilang harus terus berlanjut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Diharapkan ke depan Indonesia tidak lagi tergantung impor BBM dalam situasi apapun. Minimal kita bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Semoga.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com