Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Hanya AS, Beberapa Negara Ekonomi Utama Diproyeksi Alami Resesi dalam 1 Tahun ke Depan

Kompas.com - 25/07/2022, 16:30 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah negara ekonomi utama diperkirakan akan mengalami resesi, tak hanya Amerika Serikat (AS). Kondisi tersebut pada akhirnya akan semakin mendorong ekonomi global ke dalam perlambatan pertumbuhan.

Mengutip Indiatimes, Senin (25/7/2022), menurut perusahaan keuangan global asal Jepang, Nomura Holdings, dalam 12 bulan ke depan negara di Zona Euro, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Australia dan Kanada akan jatuh ke dalam resesi bersama dengan Amerika Serikat (AS).

Kepala Ekonom Nomura Rob Subbaraman mengatakan dalam sebuah catatan penelitiannya, bahwa kondisi resesi tersebut terjadi sebagai imbas kebijakan bank sentral yang ingin mengendalikan lonjakan inflasi sehingga berpotensi membuat kesalahan dengan pengetatan moneter yang terlalu agresif, yang imbasnya mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: Bahlil: Jangan Percaya Informasi Indonesia Bakal Resesi seperti Sri Lanka

Kedalaman resesi akan bervariasi antar negara. Di AS, Nomura memperkirakan terjadi resesi yang dangkal tapi panjang dalam lima kuartal, yang dimulai dari kuartal terakhir tahun ini.

Sementara pada Eropa, kemerosotan ekonomi bisa jauh lebih dalam jika Rusia sepenuhnya menghentikan pasokan gas ke wilayah tersebut. Nomura pun melihat ekonomi AS dan Kawasan Euro akan mengalami kontraksi 1 persen pada 2023.

Untuk negara dengan ekonomi menengah, termasuk Australia, Kanada, dan Korea Selatan, ada risiko resesi yang lebih dalam dari perkiraan jika kenaikan suku bunga memicu kegagalan perumahan, menurut Nomura.

Saat ini sektor perumahan di negara-negara tersebut sedang mengalami ledakan permintaan dan kenaikan suku bunga dikhawatirkan merusak pasar properti.

Baca juga: Ekonom: Indonesia Masih Jauh dari Resesi

Sedangkan Jepang diperkirakan menjadi negara yang memiliki resesi paling ringan dari kelompok itu, berkat dukungan kebijakan yang sedang berlangsung dan pembukaan kembali ekonomi yang tertunda.

Laporan Nomura juga menyatakan bahwa China cukup berbeda, karena ekonominya pulih dengan bantuan kebijakan akomodatif, meskipun tetap berisiko terjadi penguncian baru selama Beijing tetap menerapkan strategi nol-Covid.

Perusahaan keuangan ini turut memperkirakan inflasi yang tinggi di sebagian besar negara kemungkinan akan bertahan, karena tekanan harga telah menyebar tak hanya pada komoditas utama tapi juga ke barang dan jasa, serta persewaan dan upah.

"Meningkatnya tanda-tanda bahwa ekonomi dunia memasuki perlambatan pertumbuhan yang tersinkronisasi, yang berarti negara-negara tidak dapat lagi mengandalkan rebound ekspor untuk pertumbuhan, sehingga mendorong kami untuk memperkirakan beberapa resesi," tulis Nomura.

Baca juga: Tanggapi Survei, Kemenkeu Bilang Risiko Resesi RI Kecil

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com