Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung Setara Bangun 114 Km MRT Jakarta Fase I

Kompas.com - Diperbarui 29/07/2022, 11:33 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Proyek Kereta Jakarta Bandung yang awalnya ditargetkan selesai pada 2019, kini molor menjadi tahun 2023. Proyek ini pun mengalami pembengkakan biaya yang berpotensi merugikan keuangan negara.

Sesuai proposal dari pemerintah China, mega proyek ini mulanya diperhitungkan membutuhkan biaya Rp 86,5 triliun dan haram menggunakan duit APBN. Kini biaya proyek menjadi Rp 114,24 triliun alias membengkak Rp 27,09 triliun, dana sebesar itu tentu tak sedikit.

Terbaru, China Development Bank (CDB) sempat meminta pemerintah Indonesia turut menanggung pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).

PT KCIC yang sahamnya dimiliki beberapa BUMN dan konsorsium perusahaan China berharap, kucuran duit APBN melalui skema PMN yang sudah disetujui DPR bisa jadi penyelamat.

Baca juga: Jonan Dulu Bilang, Jakarta-Bandung Terlalu Pendek untuk Kereta Cepat

Perbandingan dengan MRT

Meski merupakan proyek yang awalnya dijanjikan murni business to business (b to b), Kereta Cepat Jakarta Bandung menuai kritik karena pemerintah memutuskan untuk menyuntik dana APBN melalui skema PMN ke PT KAI (Persero).

Tanpa kucuran dana APBN, arus kas PT KCIC akan negatif karena duit dari setoran modal awal BUMN dan konsorsium China, serta pinjaman dari China Development Bank (CD) mulai menipis.

"Cast flow (arus kas) KCIC itu akan bertahan sampai September (2022) sehingga belum turun maka cost overrun ini Juni 2023 akan terancam mundur," jelas Dirut KAI Didiek Hartantyo beberapa waktu lalu.

Di media sosial sendiri, kritik salah satunya ditujukan terkait besarnya biaya investasi kereta cepat yang mahal, dan dinilai kurang mendesak saat ini karena dianggap belum prioritas saat keuangan negara dalam kondisi sulit.

Baca juga: Daripada Membebani Negara, Malaysia Pilih Batalkan Proyek Kereta Cepat

Sebagai perbandingan dengan infrastruktur transportasi lainnya, pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta jadi tolak ukurnya. Pengembangan MRT sendiri merupakan proyek yang dinilai sudah sangat mendesak mengingat kemacetan di Jakarta yang semakin parah dari tahun ke tahun.

Jakarta saat ini sudah mengoperasikan MRT fase pertama yang menghubungkan Lebak Bulus dan Bundaran HI. Panjang lintasan MRT fase pertama tersebut adalah 16 kilometer dengan biaya investasi sebesar Rp 16 triliun.

Artinya, setiap 1 kilometer pembangunan lintasan proyek fase pertama kerja sama Indonesia-Jepang ini membutuhkan dana sebesar Rp 1 triliun. Sementara untuk pembangunan MRT fase kedua lebih mahal, hal ini lantaran seluruh relnya berada di bawah tanah (tunnel). 

Dengan asumsi perhitungan tersebut, dana proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sebesar Rp 114,24 triliun setara dengan pembangunan jalur MRT sepanjang 114 kilometer fase pertama, dan lebih sedikit pendek untuk fase 2.

Baca juga: Alasan Utama Jokowi Dulu Pilih China: Janjikan Kereta Cepat Tanpa APBN

Sementara apabila dibandingakn dengan proyek transportasi massal lainnya seperti Light Rail Transit (LRT) Jabodebek, maka dana pembangunan kereta cepat setara dengan 224 kilometer jalur LRT dengan asumsi biaya per kilometernya sebesar Rp 500 miliar.

Pembangunan LRT Jabodebek sendiri lebih mahal dibandingkan LRT Palembang, di mana biaya investasi pembangunan jalurnya membutuhkan Rp 466 miliar per kilometer. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com