Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Dunia Sedang Tak Baik-baik Saja, Inflasi di Berbagai Negara Melonjak Tinggi

Kompas.com - 29/07/2022, 17:05 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan eksternal yang dapat mempengaruhi perekonomian nasional. Pihaknya pun akan terus mengantisipasi kondisi global.

Ia mengatakan, setelah ekonomi dunia tertekan akibat pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi terganggu karena terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina yang berdampak signifikan pada perekonomian global.

Inflasi yang sudah tinggi akibat pemulihan pasca pandemi, semakin melonjak karena tensi geopolitik Rusia-Ukraina. Lantaran, kedua negara tersebut memiliki peran sebagai produsen energi dan pangan dunia, termasuk pupuk.

Baca juga: APBN Surplus, Sri Mulyani: Kami Tidak Jumawa, Situasi Global Tidak Pasti

"Perangnya di Eropa, tapi dampaknya ke seluruh dunia. Krisis pangan dan energi terjadi, karena Rusia produsen energi yang termasuk terbesar di dunia. Ukraina-Rusia juga produsen pangan terbesar di dunia, termasuk pupuk," ujar Sri Mulyani dalam acara Dies Natalis ke-7 PKN STAN, Jumat (29/7/2022).

"Maka dalam situasi inflasi yang muncul karena pemulihan ekonomi tidak diikuti supply, ditambah disrupsi perang, dunia tidak baik-baik saja. Inflasi di berbagai negara melonjak tinggi," tambah dia.

Lonjakan inflasi turut terjadi diberbagai negara maju, seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, dan negara-negara di kawasan Eropa. Kondisi tersebut tentunya sangat memiliki pengaruh terhadap Indonesia.

Sebab, inflasi yang tinggi akan direspons oleh bank-bank sentral negara maju dengan pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga yang agresif, sehingga membuat terjadinya arus modal keluar (capital outflow) dari negara emerging market, termasuk Indonesia.

"Berbagai kemungkinan terjadi, dengan kenaikan suku bunga maka outflow terjadi di seluruh negara berkembang dan emerging market, termasuk Indonesia, dan itu bisa mempengaruhi nilai tukar rupiah, suku bunga, bahkan inflasi di Indonesia," ungkapnya.

Di sisi lain, perekonomian AS dan China juga melemah, padahal keduanya merupakan mitra dagang utama Indonesia. Pelemahan ekonomi kedua negara itu bakal berdampak terhadap permintaan produk RI sehingga dapat menurunkan kinerja ekspor Indonesia.

Baca juga: Dilema Sri Mulyani: Cepat Salurkan Anggaran ke Daerah, tapi Pemda Masih Rajin Menabung

"AS, China, Eropa adalah negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Jadi, kalau mereka melemah, permintaan ekspor turun dan harga komoditas turun," kata dia.

Oleh sebab itu, Sri Mulyani memastikan, meski kinerja APBN terus mencatatkan surplus dalam enam bulan terakhir, tidak akan membuat pihaknya jumawa, sebab ekonomi global masih diliputi ketidakpastian.

"Kemarin kami di Kemenkeu sampaikan bahwa APBN sampai Juni surplus. Kami tidak jumawa. Kami tahu situasi (global) masih akan cair dan dinamis," tutup Bendahara Negara itu.

Adapun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat APBN surplus sebesar Rp 73,6 triliun pada semester I-2022. Besaran surplus itu setara dengan 0,39 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Surplus APBN hingga akhir Juni 2022 cukup baik bila dibandingkan akhir Juni 2021 yang tercatat defisit Rp 283,1 triliun. Surplus ini ditopang oleh pendapatan negara yang tumbuh signfikan dibandingkan belanja negara.

Baca juga: Sri Mulyani: Ongkos Menahan Harga BBM-Listrik Tidak Naik Sangat Besar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com