Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Penyebab Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bengkak

Kompas.com - 31/07/2022, 13:05 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) membutuhkan biaya tambahan dari pemerintah. Hal ini disebabkan karena terjadinya cost overrun (kelebihan biaya) dalam pengerjaannya.

China Development Bank (CDB) beberapa waktu lalu mendorong agar Pemerintah Indonesia turun tangan untuk menanggung pembengkakan biaya tersebut.

Adapun biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung bengkak menjadi 8 miliar dollar AS atau setara Rp 114,24 triliun, bertambah 1,9 miliar dollar AS (Rp 27,09 triliun) dari rencana awal sebesar 6,07 miliar dollar AS yang ekuivalen dengan Rp 86,5 triliun.

Direktur Utama PT KAI (Persero) Didiek Hartantyo dalam rapat dengan Komisi V DPR mengungkapkan penyebab biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung bengkak.

Baca juga: China Minta APBN RI Tanggung Bengkak Biaya Kereta Cepat

Didiek mengatakan, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung memiliki banyak hambatan sehingga terjadi pembengkakan biaya.

Ia mengatakan, hambatan ini bermula dari kontraktor dan kemudian pada tahun 2019 proyek kereta terhambat karena pembebasan tanah.

Hambatan tersebut mulai biaya pembebasan lahan yang naik, enginering, procurement, construction (EPC), relokasi jalur dan biaya lainnya mendorong terjadinya cost overrun.

Sebelumnya, target penyelesaian Kereta Cepat Jakarta Bandung adalah di tahun 2019, lalu mundur ke tahun 2022. Belakangan, targetnya mundur lagi menjadi 2023.

"Sejak awal di pembebasan lahan ini antara 100 juta dollar AS sampai 300 juta dollar AS, yang besar juga EPC ini di angka 600 juta dollar AS sampai 1,2 miliar dollar AS, relokasi jalur-jalur kemudian biaya financing cost sendiri," kata Didiek dalam rapat Komisi V DPR, Rabu (6/7/2022).

Didiek mengatakan, kas KCIC sudah menipis dan jika PMN tidak kunjung cair, ini akan membuat penyelesaian proyek semakin terhambat.

"Kemarin sudah dalam pembahasan menyeluruh dan akan diberikan support dan ini apalagi enggak jadi 2022 maka berpotensi penyelesaiannya kereta cepat ini akan terhambat juga, karena cast flow KCIC itu akan bertahan sampai September sehingga belum turun maka cost overrun ini Juni 2023 akan terancam mundur," ujarnya.

Baca juga: China Minta APBN RI Tanggung Bengkak Biaya Kereta Cepat, Ini Klarifikasi Pemerintah

5 Penyebab Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bengkak

Sementara itu, GM Corporate Secretary PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Rahadian Ratry mengatakan, pihaknya telah berupaya untuk menekan biaya pembangunan supaya lebih efisien.

"Mengenai perubahan biaya, kami sudah mengajukan angka untuk direviu oleh BPKP, dan hal ini masih berproses. Namun kepastiannya masih menunggu hasil audit dan reviu dari BPKP," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/4/2022).

Namun, kata Rahadian, biaya proyek Kereta Kepat Jakarta-Bandung bengkak tidak dapat terhindarkan karena terdapat acuan harga yang harus disesuaikan.

Selain itu, terdapat penambahan waktu estimasi pelaksanaan proyek juga turut berdampak terhadap biaya proyek.

Lebih rinci, Rahadian menjelaskan alasan di balik pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebagai berikut:

1. Pengadaan lahan

Biaya pengadaan lahan yang memakan porsi cukup besar terhadap biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi salah satu penyebab bengkaknya biaya proyek.

Pasalnya, proses pengadaan lahan yang memakan cukup banyak waktu membuat harga tanah yang akan dibebaskan turut mengalami kenaikan.

"Akibatnya, ada penambahan biaya pengadaan lahan dari nilai awal," kata Rahadian.

2. Kondisi geologi di tunnel 2

Rahadian mengatakan, ada situasi-situasi yang tidak terduga seperti kondisi geologi di tunnel 2.

Ia mengatakan, meskipun dalam perencanaannya KCIC sudah memetakan area tersebut adalah area clayshale dan masih memungkinkan untuk dibuat tunnel.

Namun dalam praktik di lapangan, ternyata kondisi geologisnya adalah clayshale ekstrem. Kondisi ini membuat pembangunan sempat terhambat dan akhirnya berdampak pada penambahan biaya.

"Hal ini memaksa kami untuk melakukan beberapa metode untuk mengatasi persoalan geologis," jelasnya.

3. Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak tahun 2020 membuat perencanaan proyek menjadi terhambat.

Sebab, upaya penanganan Covid-19 tidak pernah dianggarkan sebelumnya. Namun, agar proses pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tetap dapat berlangsung, KCIC perlu mengadakan langkah pencegahan Covid-19 sesuai dengan ketentuan pemerintah, mulai dari proses karantina hingga tes Covid-19 rutin. Hal ini tentu menambah anggaran.

"Selain ketika pandemi, produktivitas SDM KCJB sempat berkurang karena adanya pengetatan-pengetatan aktivitas yang dilakukan. Hal ini tentu menjadi salah satu obstacle dan menjadi salah satu faktor penambahan biaya," ucapnya.

4. Penggunaan frekuensi GSM-R

Penggunaan frekuensi GSM-R untuk operasional kereta api di Indonesia ternyata membutuhkan biaya investasi.

Biaya ini di luar anggaran awal. Pasalnya, pada anggaran awal KCIC mengacu pada penggunaan frekuensi GSM-R di China di mana penggunaan frekuensi termasuk investasinya tidak perlu bayar. Sementara di Indonesia kebijakannya berbeda.

5. Instalasi listrik dan lain-lain

Rahadian menyebutkan KCIC membutuhkan biaya investasi tambahan untuk instalasi listrik PLN.

"Masalah anggaran ini juga berasal dari pekerjaan variation order dan financing cost serta pekerjaan lainnya yang memang harus dilakukan untuk kebutuhan penyelesaian proyek KCJB," jelasnya.

Baca juga: Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung Setara Bangun 114 Km MRT Jakarta Fase I

Tunggu Arahan Jokowi

Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan, pemerintah Indonesia tak bisa langsung menerima permintaan China, agar APBN bisa ikut menanggung pembengkakan biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Permintaan China ini juga harus menunggu arahan dari Presiden Jokowi apakah nanti bisa pemerintah ikut andil menalangi atau tidak.

"Ada permintaan karena cost overrun ini agar di-cover oleh pemerintah Indonesia. Terkait hal ini, teman-teman dari Kementerian Keuangan baru membahas yang merupakan bagian kewajiban kami untuk kontribusi dalam pembangunan, bukan cost overrun," jelas Wahyu Utomo dikutip pada Rabu (27/7/2022).

Presiden Jokowi sebelumnya beberapa kali menegaskan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung adalah murni business to business (b to b) dan berjanji tak akan menggunakan dana APBN sepeser pun.

Menurut Wahyu, pemerintah melalui Kemenko Perekonomian bersama Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi terus memonitor dengan ketat proyek ini.

Dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, CDB memiliki porsi investasi terbesar yakni 75 persen. Mengutip Kompas TV, dari total kebutuhan dana investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung, pinjaman CBD diperkirakan mencapai 4,55 miliar dollar AS atau setara Rp 64,9 triliun.

Sementara 25 persen pendanaan sisanya, berasal dari setoran modal dari konsorsium dua negara, Indonesia-China. Rinciannya, konsorsium BUMN Indonesia (PT KAI (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PTPN) menyetorkan kontribusi sebesar 60 persen, dan sisanya dari modal konsorsium China, Beijing Yawan sebesar 40 persen.

Baca juga: Alasan Utama Jokowi Dulu Pilih China: Janjikan Kereta Cepat Tanpa APBN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com