Karena sekitar setengah dari pohon yang diolah berupa mata kayu, lignin atau bahan lainnya yang tidak bagus untuk membuat kertas.
Diperkirakan pertengahan 1960-an, negara kita mulai akrab dengan plastik. Namun kini mulai kewalahan serta sulit lepas dari plastik, tetapi harus tetap diupayakan karena plastik berbahaya bagi lingkungan.
Dan akankah cerita yang sama dialami mobil listrik, karena masih menjadi perdebatan apakah mobil listrik adalah solusi terbaik untuk mengurangi emisi karbon.
Dalam jurnal Tinjauan Perkembangan Kendaraan Listrik Dunia Hingga Sekarang, Nyoman S Kumara, I Wayan Sukerayasa dalam pendahuluannya mengungkapkan, teknologi kendaraan listrik telah berkembang sejak lebih dari seratus tahun silam.
Pada awalnya, kendaraan bertenaga listrik lebih dulu populer dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar minyak. Bahkan kendaraan listriklah yang membantu meningkatkan popularitas kendaraan motor bakar di masyarakat.
Kendaraan listrik merupakan kendaraan yang jumlahnya paling banyak dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar minyak atau bertenaga uap.
Hal ini disebabkan, pada saat itu, kendaraan listrik tidak bising, lebih mudah dihidupkan, jalan raya baru ada di dalam kota saja sehingga jarak tempuh masih bisa dengan mobil listrik serta mendapatkan bahan bakar tidak semudah pada saat ini.
Namun ketika semua permasalahan tersebut dapat direduksi, maka kepopuleran mobil listrik perlahan meredup, bahkan hilang tergantikan mobil berbahan bakar minyak.
Dan kini mobil listrik kembali menjadi perbincangan dengan pertimbangan bumi mulai mengalami krisis iklim dan cadangan minyak dunia yang semakin berkurang.
Tidak lagi isu lokal yang menjadi alasan dan berangkat dari problem lingkungan, hampir sama dengan kemunculan plastik. Akankah mobil listrik dapat menjadi alat transportasi utama di jalan-jalan raya semua negara?
Perdebatan mobil listrik ramah lingkungan masih ramai diperbincangkan, sementara tambang-tambang nikel tak kalah ramai berdiri di daerah kaya kandungan nikel.
Semangat menyelematkan kota-kota besar dari emisi karbon berbahaya menciptakan bahaya lingkungan di tempat penambangan bahan baku utama komponen inti mobil listrik.
Perdebatan tidak berhenti di situ, pengisian baterai mobil listrik, khususnya di Indonesia, juga dinilai kurang ramah lingkungan mengingat pemenuhan kebutuhan listrik di Indonesia dari 73.736 megawatt (MW) atau 73,74 gigawatt (GW) Pembangkitan listrik di Indonesia hingga November 2021.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih menjadi andalan, menjadi kontributor pembangkitan terbesar dengan 36,98 GW atau 50ri total pembangkitan listrik.
PLTU batubara ini salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.