Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggun Barokahwijonarko
Karyawan BUMN

Pegawai Anak usaha BUMN

Mobil Listrik dan Plastik

Kompas.com - 01/08/2022, 11:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KAMPANYE mobil listrik dalam beberapa tahun kebelakang hingga hari ini semakin gencar. Sejalan dengan masifnya kampanye mobil listrik, iklan-iklan mobil listrik juga sangat mudah ditemukan di ruang-ruang publik ataupun di media sosial.

Menawarkan solusi atas “padatnya” emisi di kota-kota besar akibat aktivitas kendaraan bermesin bensin/diesel yang kini sering disebut sebagai mesin konvensional.

Gas buang kendaraan bermesin konvensional membuat polusi udara, dan polutan yang dikeluarkan oleh kendaraan biasanya dikelompokkan sebagai hidrokarbon (HC), nitrogen oksida (NOx) dan karbon monoksida (CO).

Polutan ini menghasilkan gas rumah kaca yang sebetulnya berguna menghangatkan bumi, namun karena produksinya terlalu banyak maka bumi menjadi terlalu hangat.

Inilah pemicu pemanasan global di mana suhu rata-rata bumi meningkat dalam jangka waktu yang lama, disebabkan gas rumah kaca yang terjebak di stratosfer.

Maka kendaraan bermesin konvensional dianggap memiliki kontribusi besar terhadap pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim sehingga menyebabkan krisis iklim.

Karenanya perlu ada alternatif kendaraan sebagai alat transportasi dan mobil listrik dinilai sebagai solusinya karena mobil dengan teknologi elektrik tidak memiliki knalpot dan tidak mengeluarkan gas buang.

Cerita plastik

Tiba-tiba teringat artikel di Kompas.com yang berjudul “Kantong Plastik, Awalnya dibuat untuk Selamatkan Bumi”.

Dalam artikel tersebut diceritakan bahwa dulu, kantong plastik dibuat untuk menyelamatkan bumi. Berdasarkan BBC, kantong plasik pertama kali dibuat pada 1959 oleh ilmuwan asal Swedia, Sten Gustaf Thulin. Penemuannya dipatenkan pada 1965.

Pada awalnya dibuat untuk menyelamatkan bumi dan membantu lingkungan. Sebelum diciptakannya plastik, bidang industri bergantung sepenuhnya pada alam: salah satunya kertas yang berasal dari kayu.

Kertas mudah dibentuk dan ringan, namun tidak kuat, tidak tahan lama, dan menghabiskan persediaan kayu yang penting bagi ketersediaan oksigen dan pelestarian lingkungan.

Sehingga munculnya ide pembuatan kantong plastik untuk menggantikan kantong kertas yang dibuat dari bahan baku pohon.

Perkembangan kertas dimulai dari zaman Mesir kuno dengan penemuannya “Papyrus” yang digunakan untuk media tulis menyebar ke seluruh Timur Tengah sampai Romawi bahkan meluas ke Eropa.

“Papyrus” inilah yang menjadi asal kata dari “Paper” (kertas dalam Bahasa Inggris). Bahwa kertas dibuat dari bahan baku pohon/kayu yang menjadi habitat mahluk hidup serta 1 pohon bisa menghasilkan oksigen untuk menghidupi tiga orang.

Setiap proses produksi kertas umumnya berasal dari kayu. Satu batang pohon usia sekitar 5 tahun diolah menjadi pulp (bubur kertas), hasil yang diperoleh sekitar 50 persennya saja.

Karena sekitar setengah dari pohon yang diolah berupa mata kayu, lignin atau bahan lainnya yang tidak bagus untuk membuat kertas.

Diperkirakan pertengahan 1960-an, negara kita mulai akrab dengan plastik. Namun kini mulai kewalahan serta sulit lepas dari plastik, tetapi harus tetap diupayakan karena plastik berbahaya bagi lingkungan.

Dan akankah cerita yang sama dialami mobil listrik, karena masih menjadi perdebatan apakah mobil listrik adalah solusi terbaik untuk mengurangi emisi karbon.

Cerita mobil listrik

Dalam jurnal Tinjauan Perkembangan Kendaraan Listrik Dunia Hingga Sekarang, Nyoman S Kumara, I Wayan Sukerayasa dalam pendahuluannya mengungkapkan, teknologi kendaraan listrik telah berkembang sejak lebih dari seratus tahun silam.

Pada awalnya, kendaraan bertenaga listrik lebih dulu populer dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar minyak. Bahkan kendaraan listriklah yang membantu meningkatkan popularitas kendaraan motor bakar di masyarakat.

Kendaraan listrik merupakan kendaraan yang jumlahnya paling banyak dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar minyak atau bertenaga uap.

Hal ini disebabkan, pada saat itu, kendaraan listrik tidak bising, lebih mudah dihidupkan, jalan raya baru ada di dalam kota saja sehingga jarak tempuh masih bisa dengan mobil listrik serta mendapatkan bahan bakar tidak semudah pada saat ini.

Namun ketika semua permasalahan tersebut dapat direduksi, maka kepopuleran mobil listrik perlahan meredup, bahkan hilang tergantikan mobil berbahan bakar minyak.

Dan kini mobil listrik kembali menjadi perbincangan dengan pertimbangan bumi mulai mengalami krisis iklim dan cadangan minyak dunia yang semakin berkurang.

Tidak lagi isu lokal yang menjadi alasan dan berangkat dari problem lingkungan, hampir sama dengan kemunculan plastik. Akankah mobil listrik dapat menjadi alat transportasi utama di jalan-jalan raya semua negara?

Hutan mangrove di wilayah Kawasan Industri Kariangau (KIK) rusak akibat pembangunan smelter nikel.KOMPAS.COM/istimewa Hutan mangrove di wilayah Kawasan Industri Kariangau (KIK) rusak akibat pembangunan smelter nikel.
Perdebatan mobil listrik ramah lingkungan masih ramai diperbincangkan, sementara tambang-tambang nikel tak kalah ramai berdiri di daerah kaya kandungan nikel.

Semangat menyelematkan kota-kota besar dari emisi karbon berbahaya menciptakan bahaya lingkungan di tempat penambangan bahan baku utama komponen inti mobil listrik.

Perdebatan tidak berhenti di situ, pengisian baterai mobil listrik, khususnya di Indonesia, juga dinilai kurang ramah lingkungan mengingat pemenuhan kebutuhan listrik di Indonesia dari 73.736 megawatt (MW) atau 73,74 gigawatt (GW) Pembangkitan listrik di Indonesia hingga November 2021.

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih menjadi andalan, menjadi kontributor pembangkitan terbesar dengan 36,98 GW atau 50ri total pembangkitan listrik.

PLTU batubara ini salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.

Dan perdebatan terus berlanjut hingga masalah penanganan sampah baterai. Peningkatan produksi kendaraan listrik berisiko membawa pada persoalan baru, yaitu peningkatan volume sampah baterai litium kendaraan-kendaraan tersebut.

Baterai litium memiliki dampak langsung bagi lingkungan apabila dibuang secara tidak bertanggung jawab.

Baterai jenis ini mengandung berbagai kandungan logam seperti kobalt (Co), tembaga (Cu), nikel (Ni), dan timbal (Pb) yang berisiko mencemari lingkungan sekitar tempat pembuangan.

Sebelum semua perdebatan menghasilkan kesimpulan yang mampu menyelamatkan lingkungan, ada baiknya kita menunda mengganti kendaraan konvensional kita menjadi kendaaran listrik (electric vehicle (EV)).

Namun upaya menyehatkan lingkungan harus tetap dilakukan. Lebih baik beralih menggunakan kendaraan umum untuk mengurangi emisi dan polusi yang akhir-akhir ini mulai menjadi-jadi.

Jika memungkinkan maksimalkan penggunaan kendaraan umum yang sudah menggunakan listrik, seperti di Jakarta ada KRL, LRT, MRT dan TransJakarta.

Demi lingkungan dan masa depan. Jangan sampai cerita plastik kembali terulang. Plastik yang mulanya dibuat sebagai substitusi kertas yang dianggap merusak lingkungan, namun kini kita kewalahan menghadapi pencemaran lingkungan karena plastik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Spend Smart
Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Whats New
Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Whats New
Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Whats New
Erick Thohir Minta BUMN Optimalisasi Pembelian Dollar AS, Ini Kata Menko Airlangga

Erick Thohir Minta BUMN Optimalisasi Pembelian Dollar AS, Ini Kata Menko Airlangga

Whats New
Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak pada Harga Barang Impor sampai Beras

Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak pada Harga Barang Impor sampai Beras

Whats New
Apa Mata Uang Brunei Darussalam dan Nilai Tukarnya ke Rupiah?

Apa Mata Uang Brunei Darussalam dan Nilai Tukarnya ke Rupiah?

Whats New
Posko Ditutup, Kemenaker Catat 965 Perusahaan Tunggak Bayar THR 2024

Posko Ditutup, Kemenaker Catat 965 Perusahaan Tunggak Bayar THR 2024

Whats New
Antisipasi El Nino, Kementan Dorong 4 Kabupaten Ini Percepatan Tanam Padi

Antisipasi El Nino, Kementan Dorong 4 Kabupaten Ini Percepatan Tanam Padi

Whats New
Laba RMKE Cetak Laba Bersih Rp 302,8 Miliar pada 2023

Laba RMKE Cetak Laba Bersih Rp 302,8 Miliar pada 2023

Whats New
Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Whats New
Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Whats New
Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Whats New
Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com