Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPS Ingatkan Pengaruh Kenaikan Inflasi ke Peningkatan Kemiskinan

Kompas.com - 01/08/2022, 20:30 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi pada Juli 2022 secara tahunan (yoy) sebesar 4,94 persen, sementara secara bulanan (yoy) sebesar 0,64 persen. Adapun inflasi secara tahunan itu menjadi tertinggi sejak Oktober 2015.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, lonjakan inflasi di Juli 2022 utamanya dipicu oleh gejolak harga pangan atau volatile food. Ia pun mengingatkan, bahwa tingginya inflasi pada komoditas pangan berisiko besar pada peningkatan kemiskinan.

"Dengan kenaikan harga atau inflasi yang cukup tinggi ini, khususnya pada kelompok makanan, itu pasti memiliki potensi yang besar terhadap angka kemiskinan," ujar Margo dalam konferensi pers, Senin (1/8/2022).

Baca juga: BPS: Harga Minyak Goreng Turun, Sumbang Deflasi 3 Bulan Berturut-turut

Data BPS menunjukkan inflasi komponen bergejolak atau volatile food pada Juli 2022 menjadi yang terbesar yakni 1,41 persen dengan andil sebesar 0,25 persen pada inflasi nasional.

Secara tahunan, inflasi volatile food bahkan mencapai 11,47 persen (yoy). Margo menyebut, tingkat inflasi itu menjadi yang tertinggi sejak Januari 2014 yang kala itu sebesar 11,91 persen.

Adapun pada komponen volatile food, komoditas yang mengalami kenaikan harga paling tinggi di Juli 2022 yakni cabai merah, bawang merah, dan cabai rawit.

Baca juga: BPS: Ekspor Pertanian di Juni 2022 Tumbuh Impresif

Margo menyebut, besarnya pengaruh inflasi komoditas pangan terhadap kemiskinan, dikarenakan kontribusi harga makanan mencapai 74 persen dalam garis kemiskinan.

"Jadi kalau harga pangannya tinggi, maka akan berpengaruh pada garis kemiskinan. Kalau pendapatannya tidak naik, bisa menyebabkan kemiskinan semakin bertambah. Jadi pengaruhnya cukup tinggi terhadap kemiskinan," ungkap dia.

Selain pangan, inflasi juga dipengaruhi oleh kenaikan harga energi. Menurutnya, dampak kenaikan harga energi di pasar global bisa diredam pemerintah dengan pemberian subsidi.

Baca juga: BPS: Neraca Perdagangan Indonesia Alami Surplus 26 Bulan Berturut-Turut Sejak Mei 2020

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com