Berpendapat senada, Peneliti Center of Human and Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Roosita Meilani mengatakan, ketetapan pemerintah yang membedakan secara tegas perusahaan dan produksi rokok kelembak kemenyan melalui batasan produksi merupakan bagian dari pengendalian konsumsi di masyarakat.
Kebijakan batasan produksi yang sama semestinya berlaku di rokok biasa karena pengendalian konsumsi rokok di Indonesia masih rendah.
"Dengan produksi rokok 3 miliar batang menunjukkan penetrasi dan distribusi rokok cukup luas. Itulah sebabnya penyederhanaan golongan diperlukan agar mendorong penurunan prevalensi perokok khususnya perokok pemula dan anak-anak," kata Roosita.
Sebagaimana diketahui, pada 4 Juli lalu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan Permenkeu Nomor 109/PMK.010/2022 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.
Pabrikan Kelompok 1 yang memproduksi lebih dari 4 juta batang dipungut cukai dan harga jual eceran lebih tinggi. Adapun Pabrikan Kelompok II yang memproduksi kelembak kemenyan di bawahnya diberikan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) lebih rendah. Kebijakan ini terutama bertujuan untuk melindungi pabrikan rumahan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.