Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi Aturan Pengendalian Rokok Dinilai Tidak Transparan

Kompas.com - 02/08/2022, 20:27 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah melakukan uji publik Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. 

Namun Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wijaya menilai revisi aturan pengendalian tokok tersebut tidak transparan.

"Kami bahkan baru menerima undangan satu hari sebelum uji publik yang diselenggarakan oleh Kemenko PMK. Proses usulan revisinya saja sudah cacat hukum, tidak transparan, belum lagi sampai ke substansinya yang menimbulkan banyak pertanyaan," ujarnya melalui keterangan tertulis diterima Kompas.com, Selasa (2/8/2022).

Baca juga: Asosiasi Petani Tembakau Surati Jokowi Soal Penolakan Revisi PP 109 Tahun 2012

Hananto menduga ada tekanan-tekanan dari pihak asing yang mendorong agar aturan pengendalian rokok direvisi. Tekanan dilakukan dengan secara sengaja tidak melibatkan pelaku industri hasil tembakau (IHT) agar dapat segera rampung.

Menurut Hananto, indikasi adanya tekanan dari pihak asing terihat saat uji publik dilakukan.  Hananto mengatakan ada kelompok-kelompok tertentu yang bisa menjelaskan detil pasal per pasal, sementara para pelaku IHT tidak diberikan akses terhadap materi revisi sama sekali.

Ia mengatakan selayaknya pemerintah mengedepankan keterlibatan seluruh pihak yang terdampak dalam proses perumusan kebijakan sejak awal, dengan mengedepankan azas keadilan dan transparansi.

Baca juga: Gappri Tolak Rencana Revisi PP 109 Tahun 2012, Ini Alasannya

Adapun proses yang dilakukan dinilai tidak sah dan hanya dilakukan sebagai formalitas sehingga berpotensi menimbulkan inefektivitas atas hasil kebijakan.

Bahkan kata dia, proses yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dapat berpotensi mendorong munculnya kegaduhan politik dan sosial karena menyangkut mata pencaharian rakyat.

Sementara itu, Pakar Kebijakan Publik Universitas Jenderal Ahmad Yani (UNJANI) Riant Nugroho menjelaskan, pelibatan objek kebijakan dalam penyusunan kebijakan publik merupakan hal sangat krusial. Oleh karenanya, pelibatan para pelaku IHT perlu dilakukan sejak awal proses revisi PP.

Baca juga: Petani hingga Pengusaha Tembakau Tolak Wacana Revisi PP 109 Tahun 2012

"Sebagai objek kebijakan, pelaku IHT harus dilibatkan dari proses awal, penyusunan naskah akademik, hingga keseluruhan proses. Apabila tidak ada keterlibatan dari objek kebijakan secara proses administrasi publik, kebijakan yang dibuat tidak memenuhi kelayakan," ujarnya.

Pelibatan objek kebijakan, kata Riant, merupakan aspek penting dalam pembuatan kebijakan publik khususnya terkait akuntabilitas. Dalam prinsip good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik, akuntabilitas memastikan adanya komunikasi secara detail, rinci, dan komprehensif dengan setiap pihak yang menjadi bagian atau objek dari kebijakan tersebut.

Sayangnya aspek ini kerap terlupakan oleh pembuat kebijakan publik, khususnya pemerintah.

"Dalam sejumlah konsultasi publik, sebenarnya bukan konsultasi publik, tapi bagaimana pejabat mengundang banyak stakeholder yang hanya setuju dengan gagasan pemerintah saja. Hasilnya terjadi ketidakseimbangan dalam proses konsultasi publik tersebut," kata Riant.

Nirpartisipasi dari objek kebijakan dan proses penyusunan kebijakan yang tidak dinamis menurutnya hanya akan menghasilkan kebijakan yang tidak efektif serta berpotensi sebagai pemborosan keuangan negara bahkan menjurus kepada korupsi kebijakan.

Pasalnya, hal ini dapat menimbulkan konflik baru yang tidak perlu, serta ada tugas-tugas baru untuk menyelesaikan konflik tersebut seperti proses uji materil dengan biaya besar yang ditanggung negara.

Baca juga: Aturan Pengendalian Rokok Direvisi, Petani Tembakau Mengaku Tak Dilibatkan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com