Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

"Plot Twist" Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB)

Kompas.com - 03/08/2022, 13:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJAK awal 2015 ramai dibicarakan, pembanungunan megaproyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) hingga hari ini nasibnya masih terkatung-katung.

Tak kunjung ada kepastian kapan pembangunannya akan selesai, kapan akan beroperasi, dan kapan proyeknya akan balik modal.

Saat ini, proses penyelesaian proyek membutuhkan biaya dan waktu tambahan dari pemerintah.

"Plot twist" pembangunan kereta cepat ini disebabkan terjadinya cost overrun (kelebihan biaya) sehingga merubah timeline dalam proses pengerjaannya.

China Development Bank (CDB) meminta Pemerintah Indonesia turun tangan untuk menanggung pembengkakan biaya tersebut.

Adapun biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung bengkak menjadi 8 miliar dollar AS atau setara Rp 114,24 triliun, bertambah 1,9 miliar dollar AS (Rp 27,09 triliun) dari rencana awal sebesar 6,07 miliar dollar AS atau setara Rp 86,5 triliun (Kompas.com/31/7/2022).

Meskipun pada akhirnya terpaksa disuntik dana APBN sebesar lebih dari Rp 4 triliun, tetap saja belum menutupi biaya overrun dan biaya penyelesaian proyek fisik KCJB.

Kebutuhan dana pembangunan fisik kemungkinan besar masih akan bertambah karena masih banyaknya permasalahan di pembangunan fisik KCJB akibat timbulnya beberapa permasalahan konstruksi, seperti beberapa tiang pancang kembali harus dibongkar karena patut diduga ada kesalahan konstruksi dan sistem signaling yang menggunakan teknologi selular.

Cost overrun yang membengkak disebabkan karena pengadaan lahan yang harganya meroket akibat terlibatnya para makelar tanah di sepanjang jalur KCIC.

Lalu banyaknya insiden selama proses pengerjaan pembangunan. Proyek itu disebut menjadi penyebab banjir di jalan tol Trans Jawa di daerah Bekasi karena tanah pekerjaan menyumbat saluran air jalan tol.

Kemudian terjadinya kebakaran pipa saluran bahan bakar minyak Pertamina di dekat proyek KCIC Cimahi yang disebabkan tergaruk beko proyek KCIC. Akibatnya KCIC harus menanggung semua biaya perbaikan.

Sekedar informasi, penyelesaian proyek KCJB di Januari 2022 sebenarnya sudah mencapai hampir 80 persen, namun saat ini dikhawatirkan terhenti karena munculnya permasalahan di atas.

Padahal pemerintah menargetkan akhir 2022 sudah dapat dilakukan uji coba dan pada pertengahan 2023 seharusnya sudah bisa beroperasi.

Jika merujuk pada rencana awal, proyek KCJB merupakan bagian dari RPJM 2020 - 2024 dan sudah beberapa kali dilakukan perubahan dengan tujuan bisa cepat selesai. Pasalnya, sudah mundur lama dari jadwal semula, di antaranya Perubahan Peraturan Presiden (Perpres) dari Perpres No. 107 tahun 2015 berubah menjadi Perpres No. 93 tahun 2021.

Sebelumnya KCJB merupakan proyek business to business, maka dengan perubahan Perpres berimplikasi pada perubahan sumber pembiayaan yang akan menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) jika terjadi kendala keuangan seperti cost overrun.

Masalah kritikal

Tergesa-gesanya pembangunan akan berpengaruh pada persoalan kualitas konstruksi. Ini memang tipikal masalah di proyek infrastruktur yang dipaksa “cepat-cepat” untuk diselesaikan, sehingga banyak hal yang diduga diterobos oleh kontraktor demi target cepat penyelesaian proyek.

Dampaknya jelas sangat berbahaya, di mana kualitas pekerjaannya buruk dan menimbulkan masalah baru serta tambahan anggaran untuk perbaikan.

Secara korporasi juga buruk karena kerugian dan hutang kontraktor penerima penugasan terus membesar dan menjadi beban negara.

Pada kasus KCJB, rincian peningkatan cost overrun disebabkan masalah miringnya beberapa pilar (pier) di beberapa lokasi dengan jumlah cukup signifikan setelah sebelumnya juga viral di media sosial pada awal Desember 2021 lalu.

Dalam kasus miringnya pilar ini, selain pekerjaan tertunda, dipastikan juga berdampak kembali pada cost overrun yang ujung-ujungnya kembali menjadi beban APBN.

Kasus lain yang juga dipastikan dapat menghambat proses finishing KCJB adalah masalah signaling atau persinyalan.

Sistem signaling KCJB menggunakan sistem elektronik berbasis GSM seluler. Salah satunya persoalan persinyalan yang belum tuntas dibahas.

Operasi angkutan kereta api (KA) jantungnya ada si persinyalan. Sinyal harus andal supaya keselamatan angkutan KA terjamin.

Hal ini sesuai dengan pembicaraan teknis antara KCIC dengan konsorsium China (HSRCC-CRSC-CRDC dan CDJO), teknologi seluler yang akan digunakan KCJB adalah Chinese Train Control System-3 (CTCS-3) dengan menggunakan teknologi persinyalan Global System Mobile - Railway (GSM-R) di frekuensi 900 MHz milik PT Telkomsel sebesar 4 MHz (936 - 940 MHz).

Namun penggunaan frekuensi ini masih menyisakan banyak masalah terkait keselamatan perjalanan KCJB dan mahalnya biaya sewa frekuensi yang harus dibayarkan oleh KCIC.

Selain itu, tingginya risiko interferensi pada frekuensi 900 MHz juga disebabkan oleh banyaknya penggunaan penguat sinyal GSM (repeater) ilegal oleh masyarakat umum yang sulit dikontrol oleh Badan Monitoring (Balmon) Kementerian Kominfo.

Untuk itu perlu dicarikan alternatif teknologi persinyalan untuk KCJB yang lebih sederhana, namun menjamin keselamatan operasional KCJB, yaitu mengganti sistem persinyalan dari sistem CTCS-3 ke sistem CTCS-2.

Sistem CTCS-2 merupakan sistem teknologi di bawah CTCS-3 dan tidak dilengkapi dengan teknologi GSM-R sebagai media transmisi data persinyalan.

Solusi tepat

Penggunaan CTCS-2 tanpa GSM-R dapat menghemat beberapa pengeluaran (overrun) KCIC dalam pengoperasian KCJB.

Antara lain tidak ada pengeluaran biaya untuk kegiatan frequency clearing sekitar Rp 1,3 triliun serta sewa Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi dan perawatan jaringan sebesar Rp 160 miliar per tahun.

Hanya saja ada investasi tambahan untuk radio train dispatching yang diperkirakan tidak terlampau besar investasinya.

Pemanfaatan CTCS-2 merupakan solusi optimal dalam rangka menekan cost overrun serta mengurangi upaya negosiasi yang melelahkan antara KCIC dan Telkomsel.

Sementara secara teknis lapangan, penggunaan CTCS-2 hanya akan mengurangi waktu tempuh KCJB sekitar tujuh menit dibandingkan dengan menggunakan CTCS-3. Kelambatan waktu hanya sekitar 7 menit tidak signifikan.

Tak hanya itu, ada persoalan lain, yaitu di sepanjang jalur KCJB banyak digunakan penguat signal (repeater) illegal (dapat di beli di toko online) oleh masyarakat yang kemungkinan dapat mengganggu perjalanan KCJB.

Secara hukum penggunaan penguat signal seluler dilarang, namun Kementerian Kominfo sebagai regulator sampai hari ini belum sanggup menertibkannya.

Lemahnya Badan Monitoring Kementerian Kominfo patut diduga menjadi penyebab menjamurnya penggunaan penguat sinyal selama ini.

Untuk mempercepat proses penggunaan pita frekuensi 900 MHz milik Telkomsel, pembahasan dengan regulator (Kementerian Kominfo) harus segera diselesaikan supaya tidak mengganggu konsumen Telkomsel yang berada di frekuensi tersebut (2 G dan 3G), mengganggu keselamatan perjalanan KCJB karena di sepanjang jalur KCJB banyak digunakan penguat signal seluler (repeater) oleh publik.

Pembahasan dan alternatif teknologi yang akan digunakan, kalau ada, harus segera ditentukan mengingat waktu pengoperasian semakin terbatas. Jika terbukti ada kejanggalan segera investigasi. Tak boleh ada pembiayaran yang berlarut-larut.

Tentu saja kita tidak bisa membiarkan rencana konsolidasi fiskal dan efisiensi anggaran buyar begitu saja di tengah ancaman stagflasi dan resesi untuk menanggung biaya-biaya yang seharusnya tak menjadi beban APBN.

Terlebih HUT kemerdekaan RI yang sudah memasuki usia ke-77, tentu saja ini mesti menjadi pelajaran penting dalam perencanaan konstruksi ke depan agar tidak ada yang dikorbankan dalam meneguhkan kedaulatan infrastruktur kita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com