Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/08/2022, 11:16 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung tengah menjadi sasaran hujan kritikan publik Tanah Air. Beberapa masalah menerpa megaproyek kerja sama antara Indonesia dan China tersebut.

Terbaru, China Development Bank (CDB) sempat meminta Pemerintah Indonesia turut menanggung pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) melalui duit APBN.

PT KCIC yang sahamnya dimiliki beberapa BUMN dan konsorsium perusahaan China berharap, kucuran duit APBN melalui skema PMN ke PT KAI (Persero) yang sudah disetujui DPR bisa jadi penyelamat.

Seperti diketahui, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya dan gagal memenuhi target awal penyelesaiannya. Pada awalnya, proyek ini diperhitungkan membutuhkan biaya Rp 86,5 triliun.

Baca juga: China Minta APBN RI Tanggung Bengkak Biaya Kereta Cepat, Ini Klarifikasi Pemerintah

Kini biaya proyek menjadi Rp 114,24 triliun alias membengkak Rp 27,09 triliun, dana sebesar itu tentu tak sedikit. Target penyelesaian pun molor dari tahun 2019 mundur ke tahun 2022. Belakangan, targetnya mundur lagi menjadi 2023.

Padahal, pada awalnya royek Kereta Cepat Jakarta Bandung awalnya ditargetkan bisa selesai tahun 2019. Artinya jika target mundur menjadi tahun 2023, proyek ini sudah molor lebih dari 4 tahun.

Ada sejumlah alasan mengapa biaya membengkak sangat besar seperti kesalahan konstruksi sehingga beberapa tiang pancang yang terpaksa dirobohkan dan dibangun ulang.

Penyebab lainnya antara lain pembebasan lahan, pemindahan utilitas seperti kabel listrik, penggunaan frekuensi sinyal GSM, dan kondisi geologi yang menyulitkan pembangunan terowongan.

Baca juga: Penumpang Kereta Cepat Turun di Padalarang, ke Kota Bandung Harus Ganti Kendaraan

Bengkak biaya juga terjadi karena sejumlah insiden serius seperti kebakaran akibat pipa gas yang meledak, banjir di area proyek, hingga kasus pencurian besi oleh pekerja proyek.

Alasan molor

Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo mengakui proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung memang terancam molor. Ternyata masalahnya adalah soal kucuran dana Penyertaan Modal Negara (PMN) yang tak kunjung cair. 

Padahal kas PT KCIC diperkirakan hanya bisa bertahan hingga September 2022. Sementara uang dari pinjaman China mulai penipis.

“Apabila ini tidak cair di tahun 2022 maka penyelesaian kereta cepat akan terhambat. Cashflow dari PT. KCIC akan bertahan sampai September. Bila tidak ada maka jadwal beroperasi pada Juni 2023 akan teracnam mundur,” ujar Didiek dalam keterangannya dikutip Kamis (4/8/2022).

Menurut Didiek, sejak awal proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung ini sudah bermasalah karena tidak dirancang oleh perusahaan kereta api.

Baca juga: Jonan Dulu Bilang, Jakarta-Bandung Terlalu Pendek untuk Kereta Cepat

Meskipun demikian, proyek ini terus berjalan. Pada tahun 2019 juga terjadi keterlambatan pelaksanaan proyek karena masalah pembebasan lahan.

KAI kemudian dijadikan sebagai lead sponsor dari proyek KCIC ini setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 Tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

“Cost kereta cepat ini 6 miliar Dolar AS (Rp 89,8 triliun) pada awalnya. Nah estimasi cost overrun (pembengkakan biaya) cukup banyak. Jadi total cost overrun bisa mencapai 1,176 miliar Dolar AS (Rp17,6 triliun) sampai 1,9 miliar Dolar AS (Rp 28,4 triliun),” jelas Didiek.

China janjikan tanpa APBN

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 2 Oktober 2015, Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno menyebut Pemerintah Indonesia mantap memilih China karena negara itu menawarkan pembangunan proyek tanpa APBN dan jaminan pemerintah.

Sebaliknya, Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) meminta Pemerintah Indonesia untuk menjamin proyek tersebut. Sebab, menurut Jepang, pengerjaan kereta cepat sulit terealisasi apabila menggunakan skema murni business to business (b to b).

Baca juga: Keruwetan Kereta Cepat dan Sikap Keberatan Jonan saat Jadi Menhub

"Begini soal kereta cepat supaya semua jelas. Padahal, kan sebetulnya keputusan pemerintah sangat jelas. Nah, kalau dilihat dari dua proposal yang diterima, yang memenuhi syarat adalah proposal dari Tiongkok. Karena dari Tiongkok tidak meminta jaminan dari pemerintah. Tidak minta anggaran dari pemerintah dan ini transaksi b to b karena BUMN dengan BUMN," ujar Rini Soemarno kala itu.

Karena itu pula, kata dia, Kementerian BUMN melakukan pendalaman kepada BUMN China. Lalu, akhirnya disepakati untuk membuat joint venture agreement.

Yang diputuskan juga adalah ini konsorsium dari BUMN (dikerjakan BUMN tanpa APBN)," kata Rini Soemarno.

Adapun BUMN yang akan terlibat dalam konsorsium proyek kereta cepat meliputi PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga, PT Kereta Api Indonesia, serta PT Perkebunan Nusantara VIII.

Sementara China juga membentuk konsorsium demi proyek yang akan menelan dana puluhan triliun itu (kini biayanya bengkak menjadi Rp 114,24 triliun). Tutur Rini, China Railway Corporation (CFC) akan memimpin konsorsium BUMN Tiongkok itu.

"Skema pembiayaan kan sudah jelas. Mereka sudah tawarkan 40 tahun (tenor) dari CDB (China Development Bank), 10 tahun grace period, 30 tahun pengembalian, bunga 2 persen. Ini 2 persen fixed untuk 40 tahun untuk komponen dollar," kata dia.

Baca juga: Drama Panjang Kereta Cepat: Jadi Rebutan Jepang-China, Biaya Bengkak, Kini Minta APBN

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com