Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Ekonomi 2023 Diprediksi Lebih Sulit, Mampukah Indonesia Bertahan?

Kompas.com - 08/08/2022, 13:30 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo memprediksi kondisi ekonomi dunia pada 2023 akan lebih sulit daripada tahun ini. Prediksi tersebut berdasarkan pertemuan dengan para pemimpin dunia, seperti Sekjen PBB Antonio Guterres, para kepala lembaga internasional, dan negara G7.

Jokowi juga mengutip penjelasan dari Sekjen PBB dan IMF bahwa akan ada 66 negara yang akan ambruk ekonominya.

"Beliau-beliau menyampaikan, 'Presiden Jokowi, tahun ini kita akan sangat sulit, terus kemudian tahun depan seperti apa? Tahun depan akan gelap'. Ini bukan Indonesia, ini dunia, hati-hati, bukan Indonesia, yang saya bicarakan tadi dunia," ujar Jokowi, Jumat (5/8/2022)

Baca juga: Luhut: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Termasuk yang Terbaik di Dunia

Dengan kondisi ekonomi yang seperti itu, apakah masih ada secercah harapan bagi Indonesia bisa bertahan menghadapinya?

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan masih ada harapan untuk Indonesia supaya dapat mempertahankan perekonomian selama fundamental ekonominya kuat.

"(Masih ada harapan) kalau kita bisa perkuat fundamental ekonomi," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, dikutip Senin (8/8/2022).

Baca juga: Erick Thohir: Program BUMN Jadi Penggerak Ekonomi Desa

Sebab menurutnya saat ini kinerja ekonomi Indonesia masih positif. Bahkan jika dibandingkan dengan masa taper tantrum pada 2013, kondisi ekonomi Indonesia saat ini masih jauh lebih baik.

"Ada beberapa indikator ekonomi Indonesia yang masih positif, misalnya nilai tukar rupiah relatif lebih solid dibanding negara berkembang lain," ucap Bhima.

Dia menambahkan, saat taper tantrum 2013 Indonesia merupakan salah satu dari 5 negara yang rentan (fragile five) terhadap guncangan eksternal bersama dengan negara Turki, India, Brasil, dan Afrika Selatan.

Baca juga: Jokowi Sebut Ekonomi Global Tahun Depan Akan Gelap, Benarkah Demikian?

Saat ini pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan tingkat inflasi Indonesia lebih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut.

Pelemahan kurs di Turki mencapai 107 persen terhadap dolar AS selama satu tahun terakhir, dengan inflasi tembus 80 persen. Kemudian Afrika Selatan mengalami pelemahan kurs hingga 14 persen dengan inflasi 7,4 persen di periode yang sama.

Sementara di Indonesia pelemahan kursnya relatif kecil yakni 3,76 persen dengan tingkat inflasi 4,9 persen.

"Beberapa indikator tadi memperlihatkan pertahanan Indonesia jauh lebih baik saat ini," imbuhnya.

Baca juga: Tiga Peran Penting Rumah Tangga Pemerintah dalam Kegiatan Ekonomi

Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester I-2022 mampu mencapai 5,23 persen secara tahunan, di mana pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2022 sebesar 5,01 persen dan kuartal II-2022 5,44 persen.

Kinerja positif pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah terjadi sejak kuartal III-2021 dan terus meningkat hingga luartal II-2022.

Angka pertumbuhan ini lebih besar dibandingkan negara-negara lainnya, seperti China dengan ekonominya tumbuh 0,4 persen, Amerika Serikat (AS) tumbuh 1,6 persen, Korea Selatan tumbuh 2,9 persen, Singapura tumbuh 4,8 persen, Taiwan tumbuh 3,1 persen, dan Uni Eropa tumbuh 4 persen.

Baca juga: Ekonomi Tumbuh 5,44 Persen, Indonesia Aman dari Resesi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com