Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Pembangkit Ekonomi (Masih) Bertenaga Batubara

Kompas.com - 08/08/2022, 13:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI tengah ambisi dunia menyingkirkan batu bara sebagai sumber energi melalui rencana transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT), pemerintah Indonesia nyatanya masih membutuhkan penerimaan negara dari sumber energi fosil. Energi fosil telah dianggap sangat berbahaya bagi perubahan iklim.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) justru memproyeksikan kenaikan produksi batu bara sekitar 637 juta ton hingga 664 juta ton tahun 2022. Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor batu bara.

Angka proyeksi tersebut meningkat dibandingkan target produksi 2021 sebesar 625 juta ton. Upaya peningkatan produksi tentu saja sangat bertolak belakang dengan upaya pemerintah dalam menurunkan emisi karbon dari sektor energi.

Baca juga: PLN Sulit Dapat Pasokan Batu Bara, Komisi VII Minta Pemerintah Percepat Pembentukan BLU Batu Bara

Tak bisa ditampik, industri batu bara merupakan sektor ekonomi penting yang memberikan kontribusi besar terhadap anggaran pemerintah. Bisa dibilang, batu bara tidak hanya dipromosikan karena alasan penopang ekonomi nasional, tetapi juga berpengaruh dalam politik daerah dan nasional.

Batu bara mendapat dukungan politik yang sangat kuat sebagai salah satu lumbung pendapatan negara. Tak ayal, godaan mendulang profit dari kenaikan harga batu bara membuat pemerintah sulit lepas dari ketergantungan pada batu bara sebagai salah satu motor penggerak ekonomi negara.

Apalagi pandemi Covid-19 belum berakhir, tentu saja pemerintah masih menjadikan batu bara sebagai salah satu bahan bakar pembangkit ekonomi yang terpuruk akibat pandemi.

Ironisnya, meski tercatat sebagai salah satu produsen dan eksportir utama batu bara dunia dan menjadi salah satu negara dengan rencana penambahan kapasitas tenaga batubara terbesar di dunia, 8 persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 20 juta penduduk masih hidup tanpa akses listrik.

Namun, dilema besar yang harus dihadapi adalah pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara yang masif merupakan ancaman besar bagi target pengurangan karbon Indonesia. Hal ini merupakan hambatan dalam upaya dekarbonisasi.

Jika target iklim internasional ingin dicapai, pembangkit listrik tenaga batu bara disepakati perlu dihapus secara bertahap. Kontradiksi antara tujuan untuk mengurangi emisi karbon sambil tetap menggalakkan penggunaan batu bara menimbulkan pertanyaan. Alasan mendasar apa yang mendorong pemerintah tetap mengandalkan batu bara sebagai salah satu sumber energi nasional?

Kekuatan politik

Secara statistik, realisasi kebutuhan batu bara dalam negeri menyentuh 121,3 juta ton atau 88,2 persen dari target 137,5 juta dan akan terus meningkat hingga tahun 2022. Sementara itu, Kementerian ESDM mencatat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) minerba telah mencapai Rp 70,05 triliun hingga 10 Desember 2021.

Angka itu telah menembus 179,14 persen dari target sebelumnya, yakni Rp 39,1 triliun. Di sisi lain, investasi subsektor mineral dan batu bara telah mencapai 3,5 miliar dollar AS, atau 81,3 persen dari target 4,3 miliar dolar.

Adanya insentif yang kuat membuat batu bara tetap bertahan sebagai salah satu pembangkit ekonomi utama, karena royalti secara signifikan berkontribusi pada APBN dan APBD. Kekuatan politik juga sangat menentukan terkait prevalensi bahan bakar fosil dalam sistem energi Indonesia, meskipun harga bahan bakar fosil berfluktuasi, dinamika isu lingkungan dan retorika pertumbuhan hijau dalam rencana kebijakan yang terus digaungkan, tetap saja pemerintah bergeming dan terus meningkatkan produksi batu bara.

Baca juga: Tantangan Mencapai Target Energi Baru Terbarukan (EBT) 23 Persen

Tekanan politik internal cukup berpengaruh terhadap eksploitasi sumber daya fosil domestik kita. Konsistensi produksi batu bara tak lepas dari mempertahankan kepentingan ekonomi politik nasional.

Penyediaan listrik yang murah dan melimpah dipandang pemerintah sebagai prasyarat untuk menarik investor dan mendorong industrialisasi negara, karena pembangkit listrik tenaga batu bara dianggap sebagai sarana termurah untuk memasok kebutuhan listrik nasional.

Namun, karena kendala fiskal, pemerintah enggan menambah subsidi tarif listrik untuk mengurangi beban keuangan negara. Tercermin dari kebijakan PLN yang secara bertahap menaikkan tarif listrik sebagai bagian dari reformasi subsidi energi yang lebih luas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com