JAKARTA, KOMPAS.com – Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) telah bersurat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Para buruh tembakau ini memohon agar pemerintah menghentikan segala bentuk proses penyusunan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012).
Usulan revisi ini, di antaranya, mengandung klausul pembesaran gambar peringatan kesehatan dari 40 persen menjadi 90 persen, larangan total iklan rokok, dan lainnya. Revisi PP 109/2012 dinilai akan mengancam keberlangsungan kerja dan penghasilan para anggota buruh tembakau yang bergantung pada industri hasil tembakau (IHT).
"Semoga Bapak Presiden bisa melindungi kami dengan segera menghentikan rencana revisi PP 109/2012. Kami juga berharap proses penyusunan regulasi yang berkaitan dengan industri hasil tembakau dapat dilakukan secara adil dan transparan," ujar Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto dalam keterangan tertulis, Senin (8/8/2022).
Baca juga: Revisi Aturan Pengendalian Rokok Dinilai Tidak Transparan
Sudarto menambahkan, rencana revisi PP 109/2012 tidak memikirkan dampak negatif bagi para pekerja di ekosistem IHT. Dari total 227.579 orang pekerja yang tergabung dalam FSP RTMM-SPSI, sebanyak 143.690 adalah pekerja di IHT. Mayoritas para pekerja berasal dari segmen sigaret kretek tangan.
Oleh karena itu, FSP RTMM-SPSI terus memohon perlindungan kepada pemerintah agar menjaga keberlangsungan IHT. Sebagai sektor padat karya, IHT telah menyerap tenaga kerja 6 juta penduduk Indonesia dari hulu hingga ke hilir.
"Faktanya, sampai saat ini tidak ada upaya nyata untuk menyediakan pengganti lapangan kerja yang nilai upahnya sama dengan IHT. Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI mewakili pimpinan daerah di 15 provinsi, pimpinan cabang di 56 kabupaten/kota, dan pimpinan unit kerja di 456 perusahaan di seluruh Indonesia, akan terus memperjuangkan nasib para anggota kami," ungkapnya.
Lebih lanjut kata dia, FSP RTMM-SPSI tidak anti regulasi. Serikat pekerja ini paham bahwa regulasi berguna bagi peningkatan kualitas kesehatan dan sumber daya manusia. Akan tetapi, regulasi yang disusun seharusnya adil dan transparan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Buruh tembakau juga mengingatkan agar pemerintah bebas dari intervensi pihak manapun dalam membuat peraturan yang menyangkut kehidupan masyarakat banyak.
Baca juga: Celah Struktur CHT Bikin Pabrik Rokok Asing Bayar Tarif Cukai Murah, Ini Saran Pakar
Portal resmi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengumumkan bahwa pada 27 Juli 2022 telah diselenggarakan uji publik atau sosialisasi revisi PP 109/2012. Sudarto mengatakan uji publik tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Lantaran FSP RTMM-SPSI tidak pernah dilibatkan dalam perumusan revisi aturan tersebut dan bahkan tidak diundang pada forum uji publik digelar oleh Kemenko PMK. Padahal, kata Sudarto, FSP RTMM-SPSI sebagai pihak yang berkaitan langsung dengan industri hasil tembakau, seharusnya dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan apa pun yang menyangkut IHT.
Perlakuan diskriminatif yang diterima FSP RTMM-SPSI juga memperkuat adanya indikasi intervensi dari kelompok-kelompok yang mengatasnamakan kesehatan. Pasalnya, para pendukung revisi ini telah memiliki rancangan revisi PP 109/2012, dan bahkan bisa bergabung untuk menghadiri uji publik secara daring maupun luring.
Upaya intervensi ini akan menekan keberlangsungan dan pertumbuhan IHT yang merupakan sawah ladang ratusan ribu anggota FSP RTMM-SPSI.
"Kami adalah pihak terdampak namun malah tidak dilibatkan dalam proses penyusunan pengendalian kebijakan di IHT. Sejauh ini, kami lebih sering dianggap sebagai pelengkap dan penderita yang harus menerima apapun dampak regulasi yang dibuat bagi hidup dan penghidupan kami. Padahal, kami adalah warga negara Indonesia yang membayar pajak dan ikut memberikan sumbangan bagi pendapatan negara melalui cukai dan pajak rokok maupun makanan serta minuman," ungkap Sudarto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.