JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023 dirancang untuk mampu menghadapi gejolak ekonomi global. Hal ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo dalam sidang kabinet paripurna.
"Bapak Presiden meminta agar APBN tetap terjaga supaya tetap kredibel, sustainable, dan sehat, sehingga ini adalah kombinasi yang harus dijaga," ujarnya dalam konferensi pers usai sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/8/2022).
Ia mengungkapkan, dalam rapat tersebut dibahas bahwa rancangan APBN 2023 yang disiapkan pemerintah harus mampu bertahan di tengah guncangan ekonomi global dan gejolak ketidakpastian yang sangat tinggi.
Baca juga: Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,44 Persen, Sri Mulyani: RI Terbukti Tangguh Hadapi Gejolak Global
"Oleh karena itu, APBN 2023 harus didesain untuk bisa mampu tetap menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak yang terjadi, ini kita sering menyebutnya sebagai shock absorber," imbuhnya.
Sri Mulyani menjelaskan, Dana Moneter Internasional (IMF) telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen di tahun ini.
Lembaga ini pun memproyeksikan pelemahan ekonomi masih akan berlanjut di tahun depan. IMF memperkirakan ekonomi global hanya akan tumbuh 2,9 persen di 2023 mendatang,
"Ini artinya bahwa lingkungan global kita akan menjadi melemah, sementara tekanan inflasi justru meningkat,” ungkap dia.
Adapun IMF memperkirakan inflasi global akan naik mencapai 6,6 persen di negara-negara maju dan 9,5 persen di negara-negara berkembang pada 2022.
Baca juga: Sri Mulyani Andalkan PNBP Sumber Daya Alam Dorong Pemulihan Ekonomi
Sri Mulyani mengatakan, kenaikan inflasi yang sangat tinggi di negara maju tersebut, telah memicu pengetatan kebijakan moneter dan likuiditas, yang memacu keluarnya aliran modal asing (capital outflow) dan volatilitas di sektor keuangan.
Oleh sebab itu, untuk mengantisipasinya, pemerintah akan meningkatkan koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) agar kebijakan fiskal dan moneter bisa sejalan dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.
“Inilah yang harus kita terus kelola di dalam negeri. Kami bersama Pak Gubernur BI terus meramu kebijakan fiskal dan moneter secara fleksibel, namun juga pada saat yang sama efektif dan kredibel. Karena ini adalah suatu persoalan yang kombinasi kebijakan fiskal maupun moneter bekerja sama dengan kebijakan struktural,” tutup Bendahara Negara itu.
Baca juga: Inflasi Juli Tertinggi Sejak 2015, Sri Mulyani: Masih Relatif Moderat
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.