Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Subsidi Jadi Andalan Pemerintah Cegah Kenaikan Harga Energi

Kompas.com - 09/08/2022, 17:45 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berupaya menjaga harga bahan bakar minyak (BBM), elpiji, dan listrik tetap terjaga di tengah lonjakan komoditas energi di pasar global. Maka pemerintah mengandalkan subsidi energi untuk membuat harga BBM di tingkat konsumen tetap terkendali.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, ketika terjadi kenaikan harga komoditas energi di pasar internasional maka akan berimbas pada kenaikan harga di dalam negeri, sebab sebagian besar kebutuhan minyak mentah Indonesia masih berasal dari impor.

"Kami putuskan tahun ini APBN akan membuat harga-harga stabil, artinya jangan naik, tapi harus ada yang bayar. Kalau harga komoditas internasional naik, maka domestik naik, tapi kenaikan harga kami tahan melalui subsidi dan kompensasi. Ibaratnya, inflasi kami beli dengan anggaran pemerintah," ujarnya dalam diskusi virtual, Selasa (9/8/2022).

Baca juga: Kuota BBM Subsidi Menipis, Bisa Terjadi Kelangkaan Solar dan Pertalite?

Ia menjelaskan, anggaran subsidi energi dan kompensasi itu didapatkan dari adanya windfall profit komoditas. Seperti diketahui, kenaikan harga komoditas pada tahun ini juga memberikan keuntungan bagi penerimaan negara, seperti kenaikan harga batu bara.

Oleh sebab itu, komitmen pemerintah untuk menekan harga BBM dilakukan dengan menambah anggara belanja subsidi dan kompensasi energi senilai Rp 502,4 triliun di tahun ini, atau naik Rp 349,9 triliun dari anggaran semula sebesar Rp 152,1 triliun.

"Anggaran pemerintah itu kami mendapatkannya dari windfall karena harga komoditasnya naik, jadi ada penerimaan yang meningkat, kami pakai sebagian untuk membayar subsidi dan kompensasi tamabahan, makannya totalnya bisa mencapai Rp 502 triliun," jelas Suahasil.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, berbagai upaya juga dilakukan pemerintah agar anggaran subsidi dan kompensasi tidak membengkak. Salah satunya dengan memintah pihak PLN dan Pertamina untuk memastikan ketersediaan bahan baku energi.

Ia mengatakan, seperti Pertamina yang perlu memastikan ketersediaan bahan baku minyak dan gas dari luar negeri. Begitu pula dengan PLN untuk memastikan ketersediaan batu bara dan gas sebagai bahan baku pada pembangkit listrik.

Baca juga: Penyaluran BBM Subsidi Harus Tepat Sasaran agar Subsidi Energi Terkendali

"Pasokan itu harus lancar. Jadi kami bersedia bayar, tapi barang harus tersedia," imbuhnya.

Upaya lainnya yang juga dilaukan pemerintah yakni mendorong penggunaan kendaraan listrik agar mengurangi penggunaan BBM ke depannya. Lantaran, penggunaan energi pada kendaraan listrik terhitung lebih murah ketimbang kendaraan berbasis BBM.

"Dalam hitungan kami penggunaan kendaraan listrik ini lebih efisien dari nilai rupiahnya ketimbang BBM," kata dia.

Menurut Suahasil, pemerintah telah memberikan beberapa insentif bagi para pengguna kendaraan listrik guna membuat masyarakat semakin tertarik dan beralih menggunakan kendaraan ramah lingkungan.

Di samping itu, pemerintah turut meminta PLN untuk membuat kompor listrik yang bisa digunakan pada tingkat rumah tangga. Ia bilang, program ini masih harus diujicobakan dan disosialisasikan ke masyarakat sebelum akhirnya direalisasikan secara masif.

"Kalau yang ini masih terbatas dulu, tapikami berharap nanti akan lebih masif lagi penggunaanya di kalangan rumah tangga. Jadi ini banyak upaya yang kami lakukan untuk efisiensi," pungkasnya.

Baca juga: Subsidi Energi Bisa Makin Bengkak akibat Pelemahan Rupiah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com