Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inflasi Pangan Tembus 10 Persen, Gubernur BI: Harusnya Tidak Boleh Lebih dari 5-6 Persen

Kompas.com - 10/08/2022, 15:15 WIB
Rully R. Ramli,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Harga pangan nasional terus merangkak naik, seiring dengan terganggunya rantai pasok global. Bahkan, pada Juli kemarin indeks harga komoditas kelompok pangan telah melonjak lebih dari 10 persen dibanding periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, lonjakan harga pangan tersebut kemudian menjadi penyebab utama indeks harga konsumen (IHK) terus meningkat. Kenaikkan harga pangan juga dinilai telah melebihi batas wajar.

"Inflasi pangan 10,47 persen, mestinya inflasi pangan tidak boleh lebih dari 5 persen atau 6 persen," ujar dia, dalam agenda Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan, Rabu (10/8/2022).

Baca juga: Harga Pangan Naik, Badan Pangan Nasional Bakal Terbitkan Harga Acuan untuk Konsumen dan Produsen

"Inflasi pangan itu adalah masalah perut, masalah rakyat, dan itu langsung ke kesejahteraan, ini bukan masalah ekonomi saja," tambah dia.

Inflasi komoditas pangan berpotensi menggerus daya beli masyarakat. Pasalnya, komoditas pangan memiliki porsi besar terhadap pengeluaran masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah.

Perry menyebutkan, secara rata-rata komoditas pangan berkontribusi terhadap sekitar 20 persen komposisi pengeluaran masyarakat. Namun, bagi masyarakat menengah ke bawah, komoditas pangan bisa berkontribusi sekitar 40 persen hingga 50 persen komposisi pengeluaran.

"Bagi masyarakat bawah itu inflasi pangan bisa 40 persen, 50 persen, bahkan 60 persen dari bobot pengeluaran masyarakat," kata dia.

Oleh karenanya, Perry menekankan pentingnya upaya penurunan harga pangan di level masyarakat. Ia menargetkan, inflasi pangan bisa ditekan ke kisaran 5 persen hingga 6 persen secara yoy.

Baca juga: Volatilitas Harga Pangan Dinilai Bisa Bahayakan Konsumsi Pangan Masyarakat

"Jika kita bisa menurunkan 10,47 persen sampai 5-6 persen, dampak sosialnya sangat besar mensejahterakan masyarakat," ujarnya.

Untuk dapat menekan harga pangan, operasi pasar secara nasional perlu digencarkan. Harapannya, harga berbagai komoditas yang melonjak, seperti cabai, bawang, telur, daging, hingga minyak dapat menurun.

Lebih lanjut Perry bilang, saat ini pemerintah pusat tengah mengkoordinasikan kebijakan yang memungkinkan pemerintah daerah untuk menggunakan anggaran daerahnya melakukan operasi pasar.

"Dalam melakukan operasi pasar biasanya ada beberapa masalah kepastian hukum dan ada beberapa bupat atau wali kota yang takut menggunakan anggaran untuk operasi pasar," tuturnya.

Selain itu, Perry juga mendorong daerah untuk melakukan kerja sama terkait pasokan komoditas pangan. Ia menyebutkan, bagi daerah yang memiliki surplus komoditas pangan dapat menyalurkannya ke daerah lain.

"Kalau ada kerja sama antara pemerintah daerah ini bisa cepat," ucap dia.

Baca juga: Menperin Kumpulkan Asosiasi Industri, Bahas Krisis Energi dan Pangan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com