Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Rakyat Harus Menanggung Bunga Utang BLBI yang Dikorupsi Para Konglomerat?

Kompas.com - Diperbarui 14/08/2022, 21:44 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah hingga saat ini masih harus terus menanggung bunga dan pokok utang dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada tahun 1998 silam.

Adapun bantuan likuiditas itu digelontorkan Bank Indonesia untuk membantu perbankan Indonesia yang sekarat dalam krisis keuangan tahun 1997-1998. Belakangan banyak konglomerat pemilik bank menyelewengkan uang BLBI dan sebagian lagi kabur ke luar negeri menghindari perkara hukum. 

Selain membayar cicilan pokok, pemerintah juga harus membayar bunga utangnya karena sebagian dari BLBI ada yang menggunakan tingkat suku bunga yang dinegosiasikan.

"Pemerintah selain membayar pokoknya (utang BLBI), juga membayar bunga utangnya karena sebagian dari BLBI ada yang menggunakan tingkat suku bunga yang dinegosiasikan. Jelas pemerintah menanggung bebannya hingga saat ini," kata Sri Mulyani dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 27 Agustus 2021.

Baca juga: Kronologi Korupsi BLBI Sjamsul Nursalim hingga Kabur ke Singapura

Untuk mengurangi atau mengompensasi utang tersebut, akhirnya pemerintah memburu para obligor atau debitur yang terindikasi menjadi penerima BLBI. Pemerintah meminta para obligor dari bank yang mendapat BLBI mengembalikan utangnya.

Awal mula BLBI

Utang BLBI sendiri muncul di tahun 1998, saat Indonesia mengalami krisis keuangan hebat yang menyebabkan banyak bank mengalami kesulitan likuiditas.

Nilai tukar rupiah yang ambruk di tangan dolar Amerika Serikat membuat perekonomian rakyat morat-marit. Kondisi ini menyebabkan situasi politik pemerintahan Soeharto tidak stabil.

Pemerintah melalui BI (saat BI belum jadi lembaga independen) kemudian mengucurkan dana pinjaman dalam bantuk bantuan likuiditas yang bernama BLBI.

Yang jadi masalah, uang yang dikucurkan pemerintah kepada para konglomerat pemilik bank itu bukan uang gratis yang turun dari langit atau dicetak oleh BI.

Baca juga: Kekayaan Sjamsul Nursalim, Buron Korupsi BLBI yang Kasusnya Distop KPK

Dana untuk BLBI didapatkan pemerintah dengan melakukan penjaminan atau blanket guarantee kepada seluruh bank-bank di Indonesia kala itu.

Bantuan likuiditas itu dibiayai dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan oleh pemerintah. Sampai saat ini, SUN masih dipegang oleh BI. Di mana dengan keberadaan SUN tersebut, tentunya pemerintah harus membayar bunga utang BLBI tersebut hingga sekarang.

Kala itu, talangan dana ini diberikan pemerintah kepada 48 bank komersial yang bermasalah saat itu. Di antaranya adalah Bank Central Asia (BCA) yang dulunya milik Sudono Salim, Bank Umum Nasional milik Mohamad Bob Hasan, Bank Surya milik Sudwikatmono.

Dirut Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim pada konferensi pers merger 5 bank di hotel Sahid (19/11). Merger diyakini akan melahirkan sinergi kuat, bank tahan banting. Jika sinergi berjalan sempurna, semua masalah termasuk kredit macet dapat diatasi. Bank yang akan melakukan merger antara lain Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Tiara, Bank Sahid Gajah Perkasa (SGP), dan Bank Dewa Rutji. Terkait berita di Kompas, 20 Januari 1998, hal 1 Judul Amplop : Konferensi Pers Marger BII - BDNIKOMPAS/Johnny TG Dirut Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim pada konferensi pers merger 5 bank di hotel Sahid (19/11). Merger diyakini akan melahirkan sinergi kuat, bank tahan banting. Jika sinergi berjalan sempurna, semua masalah termasuk kredit macet dapat diatasi. Bank yang akan melakukan merger antara lain Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Tiara, Bank Sahid Gajah Perkasa (SGP), dan Bank Dewa Rutji. Terkait berita di Kompas, 20 Januari 1998, hal 1 Judul Amplop : Konferensi Pers Marger BII - BDNI

Lalu Bank Yasin Makmur milik Siti Hardiyanti Rukmana, Bank Papan Sejahtera milik Hasjim Djojohadikusumo, Bank Nusa Nasional milik Nirwan Bakrie, Bank Risjad Salim Internasional milik Ibrahim Risjad.

Baca juga: Bedanya Kantor Pajak KPP Pratama, KPP Madya, dan KPP Wajib Pajak Besar

Total dana talangan BLBI yang dikeluarkan sebesar Rp 144,5 triliun. Namun 95 persen dana tersebut atau Rp 138,442 triliun ternyata diselewengkan, skandal ini dinilai sebagai korupsi paling besar sepanjang sejarah Indonesia.

Masuk tahun 2022, artinya pemerintah sudah membayar bunga BLBI selama 23 tahun. Sementara utang BLBI baru akan berakhir pada tahun 2033.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Whats New
OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com