Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebutuhan Rumah Masih Tinggi, Ini 6 Rekomendasi agar Pemerintah Kurangi "Backlog"

Kompas.com - 15/08/2022, 14:35 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebutuhan perumahan masih jadi pekerjaan rumah banyak pihak. Terutama minimnya lahan di daerah perkotaan tempat backlog perumahan masih tinggi. Hal ini kian jadi masalah ketika harga properti terus mengalami kenaikan.

Hasil riset Katadata Insight Center menyebutkan, harga tanah menjadi hambatan utama dalam penambahan pasokan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Selain itu, kemampuan daya beli MBR tidak dapat mengikuti kenaikan harga lahan dan bangunan.

Baca juga: Karyawannya Diancam UU ITE oleh Konsumen, Alfamart Tunjuk Hotman Paris Jadi Kuasa Hukum

Panel ahli Katadata Insight Center Mulya Amri mengatakan, 84 persen dari backlog atau kekurangan rumah di Indonesia didominasi oleh MBR.

“Peran vital pemerintah dan lembaga perbankan sangat krusial untuk mengatasi backlog. Dibutuhkan lembaga perbankan yang berkomitmen menyalurkan kredit konstruksi dan KPR bersubsidi. Inovasi sumber pendanaan harus menjadi fokus utama untuk kurangi beban APBN," kata dia dalam webinar Rumah untuk Semua: Mencari Solusi Masyarakat Merdeka Punya Rumah, Senin (15/8/2022).

Data Kementerian PUPR memperlihatkan jumlah backlog kepemilikan rumah di Indonesia mencapai 12,75 juta unit. Hal itu masih ditambah data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 yang menyatakan hanya 59,5 persen keluarga menghuni rumah yang layak huni.

Baca juga: 80 Persen Keluarga Belum Punya Rumah, Backlog Perumahan RI Kini di Atas 12 Juta

Data backlog diperkirakan akan terus meningkat. Pasalnya, jumlah keluarga baru terus bertambah, sementara pasokan hunian layak tidak mampu mengimbangi.

Mulya menjabarkan, ada enam hal yang perlu dilakukan pemerintah agar backlog perumahan bisa berkurang secara signifikan.

"Rekomendasi pertama yakni pemerintah perlu mendukung ketersediaan lahan untuk pembangunan hunian MBR. Kedua, Pengembangan hunian vertikal harus diwujudkan dengan melibatkan pengembang skala besar," kata dia.

Baca juga: Aturan Baru Syarat Perjalanan, Belum Vaksinasi Booster Wajib Tes PCR

Ketiga, regulasi pemerintah harus sejalan dengan tujuan penambahan pasokan hunian MBR.

Keempat, Mulya bilang inovasi sumber pendanaan harus menjadi fokus utama mengurangi beban APBN. Kelima, pemerintah perlu mengkaji pentingnya keberadaan bank khusus perumahan rakyat.

"Terakhir (keenam), PMN dan kecukupan modal perbankan dapat mendukung cita-cita pemerintah mewujudkan tempat tinggal layak huni bagi MBR," pungkas dia.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Rumah Umum dan Komersial Kementerian PUPR Fitrah Nur mengatakan, Kementerian PUPR berupaya mengatasi kekurangan perumahan (backlog) dan mendorong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah layak huni.

Salah satu inovasinya dengan menyediakan hunian layan bagi MBR dari sektor informal.

“Jika sektor MBR informal ini dapat dipetakan lebih rinci, pasti akan lebih mudah menjangkau mereka dalam pembiayaan KPR oleh perbankan. Kita ambil contoh petani bisa masuk dalam kategori MBR informal karena tidak memiliki slip gaji, namun sebenarnya kemampuan bayar mereka cukup tinggi, jadi mungkin solusi yang tepat adalah pemetaan sektor MBR informal untuk selanjutnya dijadikan Grand Design Perumahan Segmen MBR Informal,” kata dia.

Baca juga: Lika-liku Rencana Kenaikan Tarif Ojol, Tuai Polemik hingga Berujung Penundaan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com