Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU P2SK Dinilai Jadi Harapan Baru bagi Unit Usaha Syariah

Kompas.com - 15/08/2022, 15:05 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Bank CIMB Niaga Tbk menilai Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) dapat menjadi harapan baru bagi Unit Usaha Syariah (UUS), yang tengah menghadapi tenggat waktu untuk melakukan pemisahan atau spin-off dari bank induknya pada tahun 2023 sesuai Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Pasalnya, RUU P2SK tersebut menghapus kewajiban spin-off UUS dari Bank Induk di tahun 2023. Dalam RUU P2SK tersebut diatur mengenai kewajiban pemisahan untuk UUS hanya berlaku apabila porsi aset telah mencapai 50 persen atau lebih dari bank induknya.

Direktur Syariah Banking CIMB Niaga Pandji P. Djajanegara mengatakan, UU Nomor 21 sebenarnya bertujuan baik yakni untuk meningkatkan pertumbuhan dan memperkuat perbankan syariah di Indonesia.

Baca juga: Kuota BBM Subsidi Menipis, Pertamina Bakal Batasi Pembelian?

Namun, berkaca dari kondisi perbankan syariah saat ini, penerapan kebijakan spin-off UUS pada 2023 dikhawatirkan kontra produktif dari tujuan tersebut.

Dia menjelaskan berdasarkan data OJK, per Desember 2021 market share perbankan syariah masih di kisaran 6,7 persen.

Hal ini tentunya masih memiliki gap yang besar terhadap roadmap Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pada 2024 sebesar 20 persen pangsa pasar dari keseluruhan industri keuangan syariah.

Padahal berdasarkan kinerja 5 tahun terakhir, UUS terbukti dapat berkontribusi lebih terhadap share bank induknya. Kontribusi rata-rata aset Top 5 UUS terhadap share bank induknya mencapai 14 persen. Artinya, jika model bisnis UUS dipertahankan maka bisa diandalkan untuk mempercepat pencapaian target 20 persen aset perbankan nasional 2024.

Baca juga: Kenaikan Tarif Ojol Diundur, Gojek: Kami Pergunakan untuk Persiapan dan Sosialisasi ke Pengguna dan Driver

"Jika kewajiban spin-off diterapkan pada 2023, maka akan lahir sekitar 21 Bank Umum Syariah (BUS) baru dengan modal cekak dan kemampuan terbatas," ujarnya saat media gathering di Gedung CIMB Niaga Jakarta, Senin (15/8/2022).

Dia melanjutkan, alih-alih akan mempercepat pertumbuhan market share, hal tersebut justru dapat mengakibatkan perbankan syariah menjadi tidak kompetitif.

"Hal ini tentu bertentangan dengan arahan konsolidasi perbankan dari OJK yang mendorong penguatan modal untuk menghadapi krisis finansial di masa mendatang serta menghadapi skala bisnis lebih besar," kata Pandji.

Baca juga: Karyawannya Diancam UU ITE oleh Konsumen, Alfamart Tunjuk Hotman Paris Jadi Kuasa Hukum

Di sisi lain, Pandji melihat tingkat pelayanan kepada nasabah dan masyarakat juga akan memburuk lantaran BUS hasil spin-off dengan modal kecil belum dapat menyediakan infrastruktur dan tenaga ahli yang setara dengan bank induknya.

Padahal selama ini nasabah telah merasakan standar pelayanan yang memuaskan dari bank induk, misalnya layanan perbankan digital melalui super app maupun internet banking.

"Apalagi bila ditambah penyesuaian pricing pembiayaan BUS hasil spin-off akan menjadi lebih tinggi karena keterbatasan likuiditas, sumber dana yang mahal dan rating bank rendah. Kondisi ini akan merugikan sekitar 6,5 juta nasabah UUS. Jika hal ini terjadi, dampak lanjutannya bisa menggerus risiko reputasi perbankan syariah," ucapnya.

Baca juga: Aturan Baru Syarat Perjalanan, Belum Vaksinasi Booster Wajib Tes PCR

Tinjau ulang 

Oleh karenanya, kata Pandji, kewajiban spin-off UUS tahun depan perlu ditinjau ulang karena dinilai bisa berdampak terhadap melemahnya pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia.

Pelemahan ini bisa terjadi karena penambahan jumlah entitas dengan skala ekonomi yang relatif kecil sehingga tidak akan melahirkan ekosistem industri keuangan yang cepat dan pesat.

Apalagi pada konteks yang lebih luas, kondisi makro ekonomi saat ini juga tidak kondusif. Bank Induk dari UUS masih berfokus pada penjagaan kualitas aset akibat pandemi dan recovery-nya. Di samping tetap waspada terhadap ancaman potensi resesi global.

Baca juga: 80 Persen Keluarga Belum Punya Rumah, Backlog Perumahan RI Kini di Atas 12 Juta

"Keberadaan UUS selama ini juga telah berhasil mempercepat literasi dan inklusi perbankan syariah dengan menjangkau beragam kalangan nasabah secara universal. Melalui strategi Syariah First dan syariah untuk semua, masyarakat dari kalangan rasional telah banyak menjadikan UUS sebagai pilihan perbankan syariahnya," kata Pandji.

Dari sisi ekosistem keuangan syariah, eksistensi UUS juga dinilai penting. UUS dengan bank induknya yang termasuk ke dalam Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) 3 dapat membantu bank syariah lain sebagai counterparty yang setara/kuat untuk interbank, risk sharing/sindikasi dan squaring hedging position. Hal ini tentu tidak bisa didapatkan ketika UUS menjadi BUS dengan modal terbatas.

"Mengingat model bisnis UUS dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan dalam langkah stretagis pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia, maka kami mendorong agar model bisnis UUS dipertahankan," tuturnya.

Baca juga: Bergerak Fluktuatif, IHSG Parkir di Zona Merah pada Penutupan Sesi I

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com