Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi "Sentil" Pemda yang Lelet Gunakan Anggaran Belanja Daerah

Kompas.com - 18/08/2022, 13:57 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritik pemerintah daerah (pemda) karena rendahnya realisasi anggaran belanja daereh. Hingga Agustus 2022, anggaran belanja daerah yang digunakan baru Rp 472 triliun atau hanya mencapai 39,3 persen.

Padahal belanja pemerintah daerah menjadi komponen penting dalam mendorong perekonomian suatu wilayah, termasuk dalam menjaga laju inflasi.

"Belanja di daerah itu sampai hari ini, belanja APBD-nya baru 39,3 persen. Hati-hati ini baru Rp 472 triliun," ujar Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022, Kamis (18/8/2022).

Baca juga: Jokowi Ingin Indonesia Ekspor Beras untuk Bantu Atasi Krisis Pangan Global

Pemda "rajin" menabung

Jokowi mengatakan dirinya bahkan mengecek dana pemda yang mengendap di perbankan. Menurutnya, dana pemda masih besar tersimpan di bank yakni mencapai Rp 193,4 triliun hingga Agustus 2022, atau naik 11,2 persen dibandingkan tahun lalu.

"Hal-hal kecil seperti ini harus dicek, saya harus tahu angkanya ada berapa uang APBD dan itu masih Rp 193 triliun. Sangat besar sekali," kata dia.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menekankan pentingnya pemda mendorong belanja daerah untuk menjaga perekonomian daerahnya. Sebab, belanja APBD yang tinggi sesuai dengan pagu yang ditentukan bakal mendorong terciptanya perputaran ekonomi di wilayah tersebut.

Baca juga: Jokowi Minta Pemda Gunakan Anggaran Tidak Terduga untuk Tekan Inflasi


"Padahal ada (belanja daerah) ini penting sekali untuk perputaran uang di daerah, pertumbuhan ekonomi di daerah itu. Yang namanya APBD ini perlu segera keluar agar beredar di masyarakat, ini penting sekali," ungkap Jokowi.

Ia menambahkan, saat ini instansi pemerintah pusat maupun daerah harus meningkatkan kualitas kerjanya, tak bisa lagi seperti rutinitas biasa. Lantaran, dunia tengah dihadapkan gejolak ekonomi, terutama inflasi yang menjadi momok bagi seluruh negara.

Di Indonesia, laju inflasi mencapai 4,94 persen (year on year/yoy) per Juli 2022, yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi inflasi tertinggi sejak Oktober 2015.

Baca juga: Jokowi Ingin Inflasi Ditekan Jadi di Bawah 3 Persen

"Kita tidak boleh bekerja standar karena keadaannya tidak normal. Kita tidak boleh bekerja rutinitas karena memang keadaannya tidak normal, tidak bisa kita memakai standar-standar baku, standar-standar pakem, enggak bisa," kata Jokowi.

Laju inflasi Indonesia memang terbilang rendah dibandingkan sejumlah negara lainnya, seperti Amerika Serikat 8,5 persen, Uni Eropa 8,9 persen, Korea Selatan 6,3 persen, Singapura 6,7 persen, India 6,7 persen, dan Thailand 7,7 persen.

Namun, kata Jokowi, Indonesia tak bisa mengatasi persoalan ekonomi hanya melihat dari sisi makro saja, melainkan perlu melihat secara detail dari sisi mikro. Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah pusat dan daerah bisa meningkatkan kerja sama dalam mengatasi permasalahan ekonomi, khususnya inflasi.

Salah satu contohnya adalah dengan mengetahui apa yang menjadi pemicu inflasi di suatu wilayah. Ketika pemda mengetahui komoditas yang pasokannya terkendala dan memicu inflasi, maka dapat dikomunikasikan ke pusat untuk komoditas itu bisa dipenuhi dari wilayah lain yang mengalami surplus.

"Jadi enggak bisa pekerjaan yang melihat makronya saja, itu enggak akan jalan, percaya sama saya. Makro dilihat, tapi mikro perlu dilihat lebih lagi, detil, harus dilihat lewat angka-angka dan data-data, karena ini memang keadaannya tidak normal," kata Jokowi.

Baca juga: Harga Ayam Turun, Mendag Zulhas: Saya Tidak Terlalu Senang, Peternak Rugi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Redesain Logo BTN Menuju Era Digitalisasi

Redesain Logo BTN Menuju Era Digitalisasi

Whats New
Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Whats New
Bukan Hanya 7, Lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut Berpontesi Ditambah

Bukan Hanya 7, Lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut Berpontesi Ditambah

Whats New
Stereotipe Penilaian Kredit Perbankan

Stereotipe Penilaian Kredit Perbankan

Whats New
Investasi Mangkrak Senilai Rp 149 Triliun Tidak Bisa Dieksekusi

Investasi Mangkrak Senilai Rp 149 Triliun Tidak Bisa Dieksekusi

Whats New
BKN: Hingga Maret 2024, 55 orang ASN Dimutasi ke Otorita IKN

BKN: Hingga Maret 2024, 55 orang ASN Dimutasi ke Otorita IKN

Whats New
Menteri KP Sebut Hasil Penambangan Pasir Laut Bukan untuk Diekspor

Menteri KP Sebut Hasil Penambangan Pasir Laut Bukan untuk Diekspor

Whats New
Soal Penundaan Pembatasan Barang Bawaan dari Luar Negeri, Bea Cukai: Harus Diatur Kembali oleh Mendag

Soal Penundaan Pembatasan Barang Bawaan dari Luar Negeri, Bea Cukai: Harus Diatur Kembali oleh Mendag

Whats New
Apindo Imbau Pengusaha Bayar THR 2024 Tepat Waktu

Apindo Imbau Pengusaha Bayar THR 2024 Tepat Waktu

Whats New
Harga Bahan Pokok Selasa 19 Maret 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Harga Bahan Pokok Selasa 19 Maret 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Whats New
Pengusaha Telat Bayar THR, Siap-siap Kena Denda

Pengusaha Telat Bayar THR, Siap-siap Kena Denda

Whats New
Satgas UU Cipta Kerja Gelar Workshop Besama Ikatan Pengusaha Wanita di Hari Perempuan Internasional

Satgas UU Cipta Kerja Gelar Workshop Besama Ikatan Pengusaha Wanita di Hari Perempuan Internasional

Whats New
Sri Mulyani Laporkan Dugaan Fraud Rp 2,5 Triliun, LPEI Buka Suara

Sri Mulyani Laporkan Dugaan Fraud Rp 2,5 Triliun, LPEI Buka Suara

Whats New
Sepanjang Ramadhan, Stok Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Dipastikan Aman

Sepanjang Ramadhan, Stok Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Dipastikan Aman

Whats New
Ramai Aturan Baru soal Pembatasan Barang Bawaan Penumpang: Gampang Kok

Ramai Aturan Baru soal Pembatasan Barang Bawaan Penumpang: Gampang Kok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com