Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produksi Blok Rokan Ditargetkan Capai 170.000 Barrel Per Hari pada Akhir 2022

Kompas.com - 18/08/2022, 19:09 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), operator Blok Rokan di Provinsi Riau, menargetkan produksi minyak di Blok Rokan bisa mencapai 170.000 barrel per hari (BOPD) pada akhir 2022. Target itu ditetapkan karena masifnya kegiatan, terutama pengeboran sumur di Blok Rokan sepanjang tahun ini.

Direktur Utama PHR Jaffee Arizona Suardin mengatakan setelah alih kelola Blok Rokan dari operator lama pada 9 Agustus 2021, PHR terus menggenjot pengeboran hingga stabil di posisi saat ini, yaitu satu sumur per hari. Dengan realisasi pengerjaan seperti itu akan berdampak di realisasi produksi tahun depan karena tidak ada pengurangan kegiatan di akhir tahun.

“Pada Desember 2022 kami menargetkan produksi minyak menembus level 170.000 BOPD, jumlah rig sudah siap pengalaman kami pengeboran rata-rata per hari satu sumur. Nanti 2023 akan ngebut lagi karena di awal tahun nanti bisa langsung kerja," kata Jaffee secara virtual, Kamis (18/8/2022).

Baca juga: Buruh Kenang Perjuangan Marsinah lewat Film

Jaffee mengatakan, peningkatan produksi di Blok Rokan merupakan hal yang patut disyukuri lantaran sudah hampir satu dekade ini tidak ada peningkatan produksi dari wilayah kerja tersebut. Apalagi jika dilihat secara alami penurunan produksi minyak di Rokan cukup tinggi.

Dia menyebutkan, secara natural data decline rate 26 persen sekitar 4.000 BOPD. Produksi per sumur di bawah 150 BOPD. Jika mengikuti decline rate, realisasi produksi maksimal 120.000 BOPD.

“Kalau kami maksimalkan seperti operator sebelumnya decline rate turun 11 persen. Kita lawan penurunan 26 persen. Akhir Juli naik produksi dibandingkan alihkelola. Agustus naik 2,6 persen. Kalau kita lihat beberapa dekade terakhir, ini terakhir kali produksi naik," jelas Jaffee.

Baca juga: Minuman Kekinian Teguk Bakal Buka Gerai di New York

Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, saat ini sekitar 70 persen wilayah kerja (WK) migas produksi di Indonesia telah mengalami penurunan produksi alamiah.

Kondisi tersebut juga tercermin dari target lifting migas di APBN yang seringkali tidak tercapai. Data ReforMiner Insititute memperlihatkan bahwa 52 persen WK migas produksi migas di Indonesia merupakan mature field.

“Dari 76 WK migas produksi, 40 diantaranya merupakan mature field yaitu 36 WK berumur 25-50 tahun dan 4 WK berumur lebih dari 50 tahun. Secara umum biaya produksi dan pemeliharaan mature field akan terus meningkat sejalan dengan penurunan kemampuan produksinya,” ujar Komaidi.

Baca juga: Ada Proyek MRT Jakarta Fase 2A, Waspada Penyempitan Jalan

Dia menjelaskan, saat ini sebagian besar blok migas yang menjadi andalan atau penopang produksi migas nasional merupakan mature field seperti Blok Rokan (1951), Blok ONWJ (1966), Blok Mahakam (1967), dan Blok OSES yang berproduksi sejak 1968.

Menurut Komaidi, tantangan dalam mempertahankan atau apalagi meningkatkan produksi migas pada mature field seperti Blok Rokan tidak hanya sekedar menyangkut masalah teknis operasional dalam memproduksikan minyak dan gas bumi.

"Tetapi seringkali yang menjadi tantangan utamanya adalah masalah keekonomian proyek terkait dengan karakterisitik mature field adalah biaya produksi dan pemeliharaannya terus meningkat," ujarnya.

Baca juga: Promosikan Indonesia, Sandiaga Uno Luncurkan WonderVerse

Menurut dia, kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia tapi banyak terjadi di negara lainya. Upaya sejumlah negara seperti Kanada, Brazil, dan Australia dalam mempertahankan kemampuan produksi mature field di antaranya adalah dengan memberikan insentif fiskal.

Kanada memberikan pengurangan pajak pedapatan dan penangguhan kerugian pajak untuk mature field. Brazil memberikan insentif pengurangan royalti dan penggantian kerugian biaya eksplorasi. Sementara Australia memberikan insentif pembatasan royalti dan insentif bea cukai migas.

Hasil dari berbagai jenis insentif fiskal yang diberikan berdampak positif terhadap produksi migas di sejumlah negara tersebut. Selama periode 2010-2019, produksi minyak dan gas Kanada dilaporkan meningkat masing-masing sebesar 63,47 persen dan 15,72 persen.

Baca juga: Gubernur BI Klaim Rupiah Termasuk Mata Uang Paling Stabil di Dunia

Produksi minyak dan gas Brazil pada periode yang sama meningkat masing-masing sebesar 35,36 persen dan 71,89 persen. Sementara produksi gas Australia pada periode yang sama dilaporkan meningkat sekitar 184 persen.

"Jika bertolak dari kebijakan di sejumlah negara maka pengelolaan WK Migas mature filed seperti Blok Rokan memerlukan insentif baik fiskal maupun nonfiskal. Insentif secara khusus untuk pelaksanaan kegiatan EOR juga perlu dipertimbangkan untuk diberikan oleh pemerintah daerah," kata Komaidi.

Baca juga: Persaingan Ketat, PT Semen Padang Genjot Kinerja Ekspor

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com