Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buka-bukaan Masalah Industri Sawit RI, Luhut: Kungfunya Banyak

Kompas.com - 19/08/2022, 15:03 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan sejumlah temuannya setelah dirinya terjun langsung ikut mengurusi masalah industri kelapa sawit.

Menurut menteri yang juga pengusaha batu bara ini, industri sawit Indonesia memiliki segudang permasalahan yang harus dibereskannya. Luhut diketahui diperintahkan Presiden Jokowi untuk menyelesaikan polemik mahalnya harga minyak goreng.

Belakangan setelah penugasan dari Jokowi tersebut, Luhut mengaku semakin tahu seluk-beluk masalah industri perkebunan kelapa sawit di Tanah Air.

"Sekarang kelapa sawit Presiden perintahkan saya tangani. Kita baru tahu di dalam itu kungfunya banyak," kata Luhut dikutip dari YouTube Kemenko Marves, Jumat (19/8/2022).

Luhut sendiri tidak secara gambang menjelaskan analogi kungfu tersebut. Namun secara garis besar, salah satu permasalah paling umum perkebunan kelapa sawit adalah status lahannya.

Baca juga: Rupa-rupa uang yang Digunakan di Era Majapahit

Dia mencontohkan, ada jutaan hektare lahan kelapa sawit tidak mengantongi sertifikat maupun aspek legalitas lainnya yang dibutuhkan.

"Dari 16,3 juta kelapa sawit, ada 4 juta (hektare) ternyata yang tidak mengerti juntrungannya. Jadi Anda bayangkan, kalau 4 juta (hektare) dihemat, kita akan dapat Rp 100 triliun per tahun," ungkap Luhut.

Luhut sendiri akan menekankan digitalisasi untuk membereskan permasalahan kelapa sawit. Langkah ini dinilai akan menekan praktik korupsi yang selama ini juga lekat dengan pengelolaan sawit.

"Kalau semua digitalsiasi, semua korupsi akan turun. Dampaknya akan banyak, teknologi akan jalan," beber Luhut.

Baca juga: Apa Mata Uang yang Digunakan saat Indonesia Jadi Jajahan Jepang?

Sindir perusahaan sawit

Luhut sendiri sempat menyinggung banyaknya perusahaan sawit besar yang mengeruk keuntungan di Indonesia namun berkantor pusat di luar negeri.

Padahal jika ditelusuri, banyak perusahaan-perusahaan sawit yang berkantor di luar negeri itu juga sahamnya terafiliasi dengan warga negara Indonesia (WNI).

Menurut Luhut, audit dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi bisnis sawit yang ada. Hal itu meliputi luasan kebun, produksi hingga kantor pusatnya.

"Saya lapor Presiden, 'Pak, headquater-nya (kantor pusat) harus semua pindah ke sini'," katanya.

Baca juga: Mengenal Tanaman Sorgum, Pengganti Gandum asal Afrika Idaman Jokowi

Luhut mengatakan kantor pusat perusahaan sawit wajib berada di Indonesia agar mereka membayar pajak. Pasalnya masih banyak perusahaan sawit yang berkantor pusat di luar negeri sehingga menyebabkan Indonesia kehilangan potensi pendapatan dari pajak.

"Bayangkan dia punya 300-500 ribu (hektare), headquarter-nya di luar negeri, dia bayar pajaknya di luar negeri. Not gonna happen. You have to move your headquarter to Indonesia. (Tidak boleh terjadi seperti ini. Kamu harus pindahkan kantor pusatmu ke Indonesia)," tegasnya.

Sebagaimana diketahui, Luhut memang tidak secara spesifik menyebut nama perusahaan pemilik perkebunan kelapa sawit besar yang mengeruk banyak untung di Indonesia, namun memilih berkantor pusat di luar negeri.

Sejumlah perusahaan besar di industri kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia memang diketahui memiliki induk perusahaan yang berkantor di Singapura. Bahkan meski berkantor di luar negeri, beberapa perusahaan tersebut masih dimiliki pengusaha WNI.

Selain WNI, perusahaan perkebunan kelapa sawit besar di Indonesia juga banyak dimiliki oleh penanama modal asing (PMA), sebagian besar investornya berasal dari Malaysia dan Singapura.

Baca juga: Profil Kekayaan Puan Maharani, Cucu Soekarno yang Jadi Juragan Tanah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com